Di bawah kepemimpinan Liz Truss, Inggris mengalami gejolak ekonomi dahsyat. Kesalahan Truss dan mantan Menteri Keuangan, Kwasi Kwarteng, yang terburu-buru mengambil keputusan berakibat pada jatuhnya nilai tukar mata uang poundsterling ke level terendah dan inflasi yang mencapai dua digit. Hal ini turut menaikkan harga energi dan bahan pokok dengan tajam, sehingga membuat ribuan warga kelas menengah Inggris tidak mampu membiayai kebutuhan hidup.
Mundurnya Liz Truss dari jabatan perdana menteri Inggris membuat Partai Konservatif harus kembali mencari orang yang tepat untuk memulihkan ekonomi dalam negeri Inggris yang semakin terpuruk. Upaya Partai Konservatif mencari pemimpin menemui hasil dengan mengangkat mantan Menteri Keuangan Inggris, Rishi Sunak, sebagai perdana menteri Inggris yang baru pada Selasa, (25/10/2022).
Sebelum memasuki dunia politik, Rishi Sunak tercatat sebagai mantan manajer pengelola aset dan investasi dengan rekam jejak yang cemerlang. Meski begitu, selama bekerja mengelola aset dan dana investasi yang besar dari para investor asing, ada salah satu tindakan Rishi yang kontroversial, bahkan hampir membuatnya dijatuhi hukuman pidana penjara oleh pengadilan Amerika Serikat.
Ketertarikan Rishi terhadap dunia ekonomi dan bisnis dimulai sejak dirinya mengenyam pendidikan sekolah dasar (SD). Times Now News melansir, Rishi membantu ibunya melakukan pembukuan dan pencatatan untuk menghitung pendapatan bersih yang diperoleh dari klinik keluarga, Sunak Pharmacy.
Rishi semakin mantap untuk mendalami ilmu ekonomi dan bisnis setelah memutuskan untuk melanjutkan kuliah Sarjana (S1) di Jurusan Ekonomi, Politik, dan Filsafat di Universitas Oxford pada 1998. Pada 2001, Rishi berhasil lulus dengan nilai terbaik di atas 70%, sehingga mencatatkan namanya sebagai peraih nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) tertinggi.
Prestasi akademik dan non-akademik yang memuaskan selama kuliah memudahkan langkahnya untuk memulai karir profesional pertamanya di bidang pengelolaan investasi. Dikutip dari Financial Times, Rishi bekerja sebagai Analis Junior di Goldman Sachs cabang Inggris. Tuntutan pekerjaan membuatnya harus pindah dan menetap di London selama empat tahun.
Sayangnya, peristiwa Serangan 11 September atau 9/11 yang menewaskan lebih dari 2.000 orang yang terjadi di Twin Towers World Trade Center (WTC) di Manhattan, New York, AS, pada 2001 menurunkan minat investor asing untuk menanamkan modal mereka di AS dan Eropa, tidak terkecuali Inggris. Akibatnya, banyak investor asing menarik uang mereka dari berbagai perusahaan lembaga pengelola investasi termasuk Goldman Sachs. Aksi penarikan besar-besaran tersebut berimbas pada hilangnya dana investasi asing sebesar 25% yang biasa dikelola oleh Goldman Sachs.
Pada 2004, rendahnya keuntungan yang dibukukan memaksa manajemen perusahaan untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 2.800 karyawan atau 12% dari jumlah total karyawan. Rishi termasuk di dalam daftar karyawan yang di-PHK oleh Goldman Sachs pada saat itu.
Nasib malang yang dialami oleh Rishi tidak berlangsung lama. Setelah di-PHK oleh Goldman Sachs, Rishi melanjutkan pendidikan pascasarjana atau magister Jurusan Administrasi Bisnis Universitas Stanford, California menggunakan dana beasiswa Fulbright. Setelah lulus pada 2006, ia direkrut untuk menempati posisi sebagai Junior Partner di The Children’s Investment (TCI) Fund Management, perusahaan lembaga pengelola investasi yang didirikan oleh Sir Christopher Hohn.
Saat bekerja di TCI Fund, Rishi mengeluarkan rekomendasi kebijakan yang memicu kontroversi. The Guardian melansir, pada Juni 2007, tim TCI Fund yang beranggotakan Rishi, Sir Christopher Hohn, dan Snehal Amin, melobi direktur utama badan usaha kereta api milik negara (BUMN) AS, CSX Transportation, untuk menjual saham mayoritas kepada TCI Fund. Sebagai penasihat utama TCI Fund yang ikut terlibat di dalam proses akuisisi saham CSX, Rishi merekomendasikan timnya untuk menekan manajemen CSX dengan ancaman pengungkapan segala bentuk penggelapan pajak yang dilakukan oleh CSX di salah satu negara surga pajak (Tax Heaven), Cayman Island, kepada Departemen Keuangan AS, jika CSX menolak menjual saham mayoritas kepada TCI Fund.
Penguasaan saham mayoritas CSX memuluskan langkah TCI mengubah manajemen perusahaan dengan meyakinkan para pemegang saham untuk menunjuk anggota dewan direksi baru yang mendukung mereka. Pergantian anggota dewan direksi tersebut membuat TCI memiliki kontrol penuh atas berbagai pengambilan keputusan di CSX.
Menanggapi tindakan TCI tersebut, pada Juni 2008, Pengadilan AS (US Courts) menuntut tim penasihat TCI yang terdiri dari Rishi, Sir Christopher Hohn, dan Snehal Amin, atas pelanggaran terhadap Undang-Undang Pertukaran (Exhange Act). Mereka dianggap melanggar kerahasiaan negara karena mengakuisisi saham CSX yang terdiri dari saham dan produk turunan derivatif keuangan dengan iming-iming pemberian keuntungan proporsional kepada para pemegang tanpa adanya permohonan izin dan konsultasi resmi dengan Departemen Keuangan AS.
Tim kuasa hukum TCI Fund berhasil mengajukan banding atas putusan hakim tersebut dan membuat Rishi beserta dua orang koleganya terbebas dari ancaman penjara. Namun, kemenangan TCI Fund di ranah peradilan tersebut harus dibayar dengan menurunnya portofolio pendapatan bersih perusahaan ke angka 43%.
Pada Oktober 2010, Rishi mengundurkan diri dari TCI Fund untuk bergabung dengan perusahaan lembaga pengelola investasi yang bermarkas di California, Thélème Partners. Masih dikutip dari The Guardian, selama bekerja sebagai Analis Senior di perusahaan tersebut, Rishi mengelola proses penanaman modal Thélème Partners di News Corporation, induk perusahaan media massa AS milik konglomerat Rupert Murdoch yang mewadahi merek media terkemuka, seperti harian cetak The Wall Street Journal, televisi berita Fox News, rumah produksi 20th Century Fox, dan saluran televisi FOX.
Tidak hanya media, Rishi juga mengelola dana investasi untuk grup rumah sakit umum terbesar di AS, Community Health Systems. Berkat kepiawaian dalam merancang strategi investasi, Rishi berhasil membukukan pendapatan bersih perusahaan sebesar US$700 miliar.
Itulah sedikit ulasan tentang rekam jejak Rishi Sunak, Perdana Menteri Inggris pertama yang datang dari kalangan bankir. Meski pernah melakukan kesalahan dalam pekerjaannya sebagai manajer pengelola aset dan investasi di masa lalu, tampaknya masyarakat Inggris dan Partai Konservatif mengesampingkan hal tersebut. Mari kita tunggu kecerdasan Rishi beserta tim ekonominya dalam merancang formula kebijakan ekonomi dan perdagangan yang tepat untuk mengembalikan neraca ekonomi Inggris ke level aman.
Video yang mungkin Anda suka: