Di saat banyak anggota dewan memilih tiarap pasca-gelombang demo dan penjarahan, aktris senior yang juga politisi, Rieke Diah Pitaloka, justru berani buka suara.
Dalam obrolan blak-blakannya di podcast Denny Sumargo, pemeran Oneng ini memberikan pandangan yang berbeda soal dua rekannya yang lagi jadi bulan-bulanan publik: Uya Kuya dan Eko Patrio.
Meskipun ia mengakui ada "gestur" yang salah dari keduanya, Rieke dengan tegas menolak aksi penjarahan yang menimpa mereka. Baginya, ada sisi lain dari Uya dan Eko yang selama ini tidak terlihat oleh publik.
Penjarahan Itu Tetap Salah, Titik!
Rieke memulai obrolannya dengan sebuah prinsip dasar. Sekesal apa pun kita pada pejabat, menjarah rumah mereka itu tetap tidak bisa dibenarkan. Baginya, tindakan itu bertentangan dengan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa.
"Jangan di satu sisi selalu menggembar-gemborkan negara ini berketuhanan yang Maha Esa, tapi di sisi lain kita menormalisasi, mewajarkan tindakan-tindakan yang sebenarnya itu tidak menggambarkan Ketuhanan Yang Maha Esa," kata Rieke.
Ia secara spesifik menyoroti kasus Uya Kuya. Meskipun ia setuju bahwa cara komunikasi Uya perlu dikritik, menjarah rumahnya adalah tindakan yang kelewat batas.
"Tapi kemudian terjadi penjarahan dan dianggap itu suatu yang wajar. Dia baru 10 bulan loh di DPR dan rumah itu bukan hasil dari DPR," sambungnya, mengingatkan bahwa Uya adalah "anak baru" di Senayan.
"Aku Kehilangan Uya..."
Di sinilah Rieke mulai membongkar "sisi lain" dari rekan-rekannya yang kini dinonaktifkan itu. Ia terus terang mengaku merasa kehilangan Uya Kuya di parlemen.
"Aku kehilangan Uya. Mas Uya itu partnerku di Komisi 9 untuk mengadvokasi kasus-kasus tindak pidana perdagangan orang dan masalah kesehatan," ungkap Rieke.
Ternyata, di balik citra artisnya, Uya Kuya punya peran penting dalam isu-isu kemanusiaan yang mereka perjuangkan bersama di komisi.
Eko Patrio: Konyol di Luar, Tulus di Dalam
Setelah Uya, giliran Eko Patrio yang ia "bela". Rieke mengakui kalau Eko memang orang yang konyol, tapi ia bersaksi bahwa di balik kekonyolannya itu, ada ketulusan yang luar biasa.
"Mas Eko itu tulus orangnya, memang konyol ya," kata Rieke. "Bukan untuk pembelaan, tentu gestur harus diperbaiki, cara komunikasi diperbaiki."
Rieke kemudian menceritakan bagaimana Eko Patrio, sebagai pimpinan komisi, justru sangat membantunya saat memperjuangkan hak ganti rugi tanah milik Mat Solar alias Bang Juri.
"Aku pengin cerita kasusnya Bang Juri itu aku di-support banget sama Mas Eko. Pelunasan tanah dan beberapa kasus ya, membongkar mafia pangan, membongkar mafia timah," tuturnya.
Menurutnya, Eko tidak pernah membatasi ruang gerak anggotanya untuk membongkar kasus-kasus besar, sebuah sikap yang jarang dimiliki pimpinan.
Jangan Pukul Rata, Ada Koruptor Besar yang Aman-aman Saja
Rieke kemudian menyimpulkan bahwa semua orang punya plus minus. Ia meminta publik untuk tidak memukul rata semua anggota dewan. Ia juga menyindir betapa ironisnya, Uya dan Eko yang jadi sasaran amuk, sementara ada koruptor-koruptor kakap lain yang rumahnya aman sentosa.
"Sementara ada kasus-kasus korupsi besar lainnya yang orangnya juga, saya enggak nyuruh orang menjarah rumah dia juga misalnya," tuturnya.
Di akhir, Rieke juga mengutip pidato Presiden China, Xi Jinping, dengan sebuah tambahan yang super nyelekit.
"Presiden Xi Jinping... mengatakan bahwa bangsa yang besar itu adalah bangsa yang tidak bisa diintimidasi oleh pihak luar... Dan saya juga ingin menambahkan... bangsa yang besar... juga bangsa yang tidak mengintimidasi rakyatnya sendiri," tutupnya.