Baca 10 detik
- Oknum Kemenag diduga memeras Ustaz Khalid Basalamah dengan meminta pungutan hingga USD 7.000 per jemaah sebagai imbalan percepatan kuota haji khusus.
- KPK menegaskan posisi Ustaz Khalid Basalamah dalam kasus ini adalah sebagai korban pemerasan, bukan pelaku tindak pidana korupsi.
- Pelaku sempat panik karena wacana pembentukan Pansus Haji di DPR, sehingga buru-buru mengembalikan sebagian uang yang telah diterima kepada pihak Khalid Basalamah.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyoroti kasus penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan kuota haji. Kali ini, sorotan publik tertuju pada dugaan keterlibatan oknum pejabat Kementerian Agama (Kemenag) yang meminta uang dari Ustaz Khalid Basalamah dengan dalih percepatan keberangkatan haji khusus.
Praktik ini diduga melibatkan nilai pungutan antara USD 2.400 hingga USD 7.000 per jemaah, yang kemudian memicu gelombang kecaman dari masyarakat serta mendorong desakan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Haji di DPR.
Modus Percepatan Kuota Haji
Berdasarkan keterangan KPK, oknum Kemenag mendekati Ustaz Khalid Basalamah dengan menawarkan percepatan kuota haji khusus untuk para jemaah yang didampingi.
Tawaran tersebut dikemas seolah sebagai “jalan pintas” agar jemaah bisa berangkat lebih cepat dibandingkan prosedur reguler yang memerlukan waktu panjang.
Namun, untuk bisa mendapatkan percepatan itu, oknum meminta sejumlah uang dengan besaran bervariasi. KPK menyebut nominal yang diminta berkisar USD 2.400 hingga USD 7.000 per orang. Nilai ini jika dikalkulasikan dalam rupiah bisa mencapai puluhan hingga ratusan juta per jemaah.
Plt. Juru Bicara KPK menjelaskan:
“Kami menemukan adanya permintaan dana dengan dalih percepatan kuota haji khusus. Jumlah yang diminta bervariasi, mulai dari 2.400 hingga 7.000 dolar AS per orang. Ini jelas indikasi tindak pidana korupsi.”
Posisi Ustaz Khalid Basalamah
![Ustaz Khalid Basalamah memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi kuota haji di Jakarta, Selasa (9/9/2025). [Suara.com/Dea]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/09/09/54189-ustaz-khalid-basalamah.jpg)
Dalam perkara ini, KPK menegaskan bahwa Ustaz Khalid Basalamah bukanlah pihak yang bersalah. Justru ia menjadi korban pemerasan oleh oknum Kemenag.
Pihak KPK memastikan bahwa Khalid tidak terlibat dalam praktik ilegal tersebut, melainkan diperas dengan janji percepatan kuota bagi para jemaahnya.
Seorang pejabat KPK menambahkan:
“Ustaz Khalid Basalamah posisinya korban, bukan pelaku. Beliau ditawari percepatan kuota haji, lalu diminta menyerahkan sejumlah uang. Kasus ini masih terus kami dalami.”
Panik Karena Pansus DPR
Menariknya, KPK juga menemukan fakta bahwa oknum Kemenag yang melakukan pungutan tersebut sempat panik begitu wacana pembentukan Pansus Haji di DPR menguat.
Rasa takut kasus ini terbongkar membuat mereka buru-buru mengembalikan sebagian dana yang sempat diterima dari pihak Ustaz Khalid.
Keterangan ini diungkapkan oleh KPK:
“Setelah isu Panitia Khusus DPR mencuat, oknum tersebut panik. Karena takut terbongkar, sebagian dana yang sudah diterima mereka kembalikan kepada pihak Ustaz Khalid.”
Hal ini menunjukkan bahwa praktik pungutan liar di sektor haji bukanlah hal baru, melainkan sudah menjadi jaringan yang selama ini sulit disentuh hukum.
Respons Kemenag
![Ilustrasi Kantor Kemenag Pusat di Jakarta. [Ist]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/08/20/80917-ilustrasi-kantor-kemenag-pusat-di-jakarta-ist.jpg)
Kemenag sendiri menegaskan bahwa praktik ini bukanlah kebijakan resmi, melainkan murni ulah oknum. Kemenag menyatakan siap bekerja sama dengan KPK untuk menuntaskan kasus ini.
Dalam pernyataan resminya, Kemenag menyebut:
“Kemenag siap bekerja sama dengan KPK untuk mengusut kasus ini. Kami menegaskan, praktik tersebut adalah ulah oknum, bukan kebijakan resmi kementerian.”
Meski demikian, publik tetap menyoroti lemahnya pengawasan internal Kemenag. Pasalnya, kasus ini menambah panjang daftar dugaan adanya mafia kuota haji yang sudah lama bergulir.
Sorotan DPR
Kasus ini juga menjadi perhatian anggota DPR. Mereka menilai praktik pungutan liar dalam kuota haji merupakan bukti adanya masalah serius dalam tata kelola penyelenggaraan ibadah haji.
Seorang anggota DPR yang mendorong pembentukan Pansus Haji mengatakan:
“Praktik pungutan liar dalam kuota haji menunjukkan lemahnya pengawasan. Pansus Haji harus segera dibentuk agar mafia kuota bisa dibongkar sampai ke akar-akarnya.”
Wacana ini semakin kuat setelah publik menilai perlunya transparansi dalam sistem distribusi kuota haji, baik reguler maupun khusus.
Uang yang Dikembalikan
Selain itu, fakta menarik lain adalah pengembalian dana yang dilakukan oleh oknum Kemenag. Menurut laporan KPK, sejumlah uang yang sudah diterima dari pihak Ustaz Khalid dikembalikan secara diam-diam karena kekhawatiran terbongkarnya kasus.
Pengembalian ini justru memperkuat dugaan bahwa praktik pemerasan memang benar terjadi. Bagi publik, hal ini sekaligus menjadi bukti adanya mafia kuota haji yang bekerja dengan modus halus.
Dampak pada Reputasi Penyelenggaraan Haji
Kasus ini menambah daftar panjang sorotan publik terhadap tata kelola haji Indonesia. Praktik semacam ini tidak hanya merugikan jemaah, tetapi juga mencederai nilai keadilan dan kepercayaan masyarakat.
Bagi masyarakat, keberangkatan haji adalah ibadah suci yang seharusnya terbebas dari praktik kotor. Namun, kenyataan bahwa ada pejabat yang memanfaatkan momentum tersebut demi keuntungan pribadi membuat kekecewaan mendalam.
Analisis Pengamat
Beberapa pengamat menilai kasus ini mencerminkan lemahnya sistem pengawasan internal di Kemenag. Mereka menekankan bahwa praktik mafia haji tidak akan pernah berhenti jika tidak ada reformasi besar-besaran dalam sistem distribusi kuota.
Pengamat hukum juga menyebut bahwa kasus ini bisa dijerat dengan pasal tindak pidana korupsi, karena ada unsur pemerasan dan penyalahgunaan jabatan.
Jalan Panjang Pemberantasan Mafia Haji
KPK menegaskan penyelidikan masih terus berlanjut. Fokus utama saat ini adalah mengungkap jaringan lebih luas dari praktik mafia haji, termasuk apakah ada pejabat lain yang turut terlibat.
Kasus ini diperkirakan akan menjadi pintu masuk bagi KPK untuk membongkar praktik-praktik serupa yang mungkin sudah berlangsung lama.