suara hijau

Mangrove Sketch and Write, Merawat Pesisir Baros Lewat Aksi dan Karya

Hayuning Ratri Hapsari | Mira Fitdyati
Mangrove Sketch and Write, Merawat Pesisir Baros Lewat Aksi dan Karya
Potret Mangrove Sketch and Write (Dokumen Pribadi/Mira Fitdyati)

Mangrove masih menjadi salah satu penjaga alami pesisir dari ancaman abrasi. Namun, persoalan lingkungan dan penebangan pohon masih kerap terjadi di berbagai wilayah.

Di tengah kondisi tersebut, kesadaran untuk merawat mangrove justru tumbuh dari anak-anak muda Dusun Baros, Desa Tirtohargo, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul.

Dari tangan merekalah upaya penanaman mangrove di sekitar Pantai Baros terus dijaga dan dirawat hingga hari ini.

Semangat itu kembali terasa dalam kegiatan Mangrove Sketch and Write yang digelar Suara Hijau pada Sabtu (20/12/2025). Dalam kegiatan tersebut, Suara.com turut berpartisipasi menanam mangrove di Pantai Baros.

Kegiatan ini tidak hanya berisi aksi tanam, tetapi juga menjadi ruang bertemunya kepedulian lingkungan dengan seni dan literasi.

Ketika Menanam Mangrove Jadi Pengalaman yang Berkesan

Potret Mangrove Sketch and Write (Istimewa)
Potret Mangrove Sketch and Write (Istimewa)

Mangrove Sketch and Write menghadirkan suasana yang berbeda. Di sela-sela penanaman, para seniman sketsa se-DIY duduk mengamati muara, pantai, dan bibit mangrove yang baru ditanam.

Mereka menuangkan suasana itu ke dalam gambar, sementara para penulis menuliskan cerita dari pengalaman yang mereka jalani.

Salah satu penulis, Rajya Reevan, mengaku kegiatan ini memberinya pengalaman baru yang tidak ia dapatkan sebelumnya. Ia juga mendapatkan pengetahuan mengenai bagaimana menanam mangrove.

“Seru. Banyak pengalaman yang saya dapatkan karena sebelumnya belum pernah ikut menanam mangrove,” tutur Rajya.

“Dari sini saya jadi paham bagaimana cara menanam mangrove, bagaimana mangrove berkembang biak, dan betapa rentannya mangrove terhadap ombak dan sampah,” tambahnya.

Sementara itu, Bagus Firman Darmawan, salah satu pelukis sketsa, memilih menggambar muara dan ekologi di sekitarnya. Tema tersebut terasa personal baginya karena ia sering memancing di kawasan muara dan menyaksikan langsung kehidupan di sana.

“Karena sering memancing di muara, saya jadi sering melihat ekologi di situ. Mangrove itu bukan cuma penahan abrasi, tapi juga tempat hidup ikan dan hewan-hewan kecil,” ujarnya.

Cerita Panjang Mangrove Baros dan Peran Anak Muda

Potret Mangrove Sketch and Write (Istimewa)
Potret Mangrove Sketch and Write (Istimewa)

Ketua Karang Taruna Keluarga Pemuda-Pemudi Baros (KP2B), Riko Sebrian, menjelaskan bahwa mangrove di Desa Baros sudah mulai ditanam sejak awal 2000-an.

Penanaman pertama dilakukan pada 2003 oleh LSM Relung yang bergerak di bidang lingkungan.

Bersama Universitas Gadjah Mada (UGM), LSM Relung melakukan riset dan menemukan bahwa kawasan Baros memiliki potensi besar untuk ditanami mangrove.

Salah satu buktinya adalah keberadaan pohon mangrove berusia lebih dari satu abad di tengah sawah, berjenis Sonneratia.

“Kalau di tengah sawah saja bisa tumbuh mangrove, berarti wilayah selatan ini sangat berpotensi untuk dikembangkan,” kata Riko.

Sejak itu, peran karang taruna semakin kuat. Organisasi kepemudaan KP2B yang sudah ada sejak tahun 1970-an ini terus menjaga kawasan mangrove Baros hingga sekarang.

Alhamdulillah, sampai hari ini anak-anak muda di sini masih mau terlibat dan kegiatan konservasi masih terus berjalan,” ujarnya.

Riko menjelaskan, mangrove baru bisa memberikan manfaat optimal setelah berusia sekitar lima tahun. Sementara mangrove yang ditanam sekitar 20 tahun lalu kini sudah benar-benar berfungsi melindungi wilayah pesisir.

Akar mangrove, terutama jenis Sonneratia dan Avicennia, sangat kuat dan mampu menahan abrasi. Keberadaannya juga membantu melindungi area pertanian warga dari intrusi air laut.

“Dulu petani sering gagal panen karena air laut masuk ke sawah. Sekarang, setelah ada mangrove, kondisinya jauh lebih baik,” jelas Riko.

Meski memberi banyak manfaat, menjaga mangrove di Baros bukan tanpa tantangan. Salah satu masalah terbesar adalah sampah kiriman dari hulu sungai. Sebagai wilayah muara, Baros menjadi tempat berakhirnya berbagai jenis sampah.

“Membersihkan seminggu sekali pun sampah pasti datang lagi. Mulai dari sampah rumah tangga sampai kasur dan kayu besar,” ungkap Riko.

Sampah-sampah tersebut sering merusak bibit mangrove yang masih kecil. Selain itu, cuaca ekstrem seperti badai dan angin kencang saat musim hujan juga kerap menyebabkan pohon mangrove roboh.

Di tengah tantangan itu, kawasan mangrove Baros kini berkembang sebagai kawasan eduwisata. Setiap pekan, pengunjung datang untuk belajar langsung tentang mangrove dan ekosistem pesisir.

“Kami memang mengusung konsep wisata edukasi. Jadi pengunjung harus reservasi dan mendapatkan edukasi dulu sebelum menanam mangrove,” jelas Riko.

Melalui konsep ini, pengunjung tidak hanya pulang membawa pengalaman, tetapi juga pemahaman tentang pentingnya mangrove bagi kehidupan pesisir.

Riko berharap kawasan mangrove Baros dapat terus berkembang. Mengingat DIY merupakan daerah dengan populasi mangrove terkecil di Indonesia, perlu upaya bersama untuk memperluas kawasan penanaman.

“Kami berharap mangrove bisa terus berkembang ke arah selatan, supaya manfaatnya bisa dirasakan lebih luas oleh masyarakat,” pungkasnya.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak