Thrifting: Kampanye Circular Fashion Peduli Bumi dan Cara Modis yang Sehat

Hayuning Ratri Hapsari | Hafsah Azzahra
Thrifting: Kampanye Circular Fashion Peduli Bumi dan Cara Modis yang Sehat
Ilustrasi baju bekas (Pexels/cottonbro studio)

Fast fashion adalah produk industri fashion yang dipakai dalam jangka waktu singkat, diproduksi berlimpah dengan waktu relatif cepat, dan menggunakan bahan berkualitas rendah untuk menekan biaya produksi sehingga berpotensi mencemari lingkungan. 

Menurut waste4change.com, ada satu juta ton sampah tekstil dari 33 juta ton pakaian yang diproduksi tiap tahunnya. Oleh sebab itu, kampanye circular fashion dan kembali menggunakan pakaian bekas banyak disuarakan di mana-mana.

Selain itu, Direktur Asosiasi Daur Ulang Tekstil Inggris, Alan Wheeler menyebut bahwa industri pakaian menjadi penyumbang polusi terbesar kedua di dunia. Ada 1,2 miliar ton emisi gas rumah kaca dari pabrik tekstil di dunia.

Tak hanya itu, limbah tren mode ini juga membawa dampak buruk bagi perairan. Menurut studi Pusat Riset Oseanografi Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Februari 2022, ada 70 persen bagian tengah Sungai Citarum yang tercemar mikroplastik serat benang polyester dari limbah tekstil di lokasi tersebut. 

Mikroplastik ini berbahaya bagi kehidupan biota sungai. Kecacatan hingga kematian pun mengamcam ikan dan kerang di perairan Sungai Citarum.

Selain itu, warga sekitar yang menggunakan air Sungai Citarum untuk mandi dan mencuci baju oleh juga berpotensi terjangkit berbagai penyakit.

Baju Bekas sebagai Solusi Fast Fashion

Ilustrasi Baju Bekas (Pexels/Sam Lion)
Ilustrasi Baju Bekas (Pexels/Sam Lion)

Untuk mengatasi masalah ini, membeli pakaian bekas bisa menjadi salah satu alternatif yang dipilih. Selain itu, hal ini membawa dampak ekonomi positif bagi masyarakat.

Alih-alih dibuang dan sulit untuk didaur ulang hingga berdampak buruk pada lingkungan, menjual kembali baju yang sudah dipakai mulai banyak dilakukan. 

Baju bekas juga biasanya memiliki harga yang lebih murah serta memiliki model yang unik, sehingga memudahkanmu dalam mengatur dan mencari gaya fashionmu sendiri. 

Baju Bekas Ternyata Tidak Selamanya Aman

Ilustrasi Baju Bekas (Pexels/Bikram Bezbaruah)
Ilustrasi Baju Bekas (Pexels/Bikram Bezbaruah)

Meski memiliki beberapa keuntungan, namun perlu diingat bahwa baju bekas juga tidak sepenuhnya aman, khususnya bagi kesehatan.

Dilansir dari Antara, dr Arini Widodo, SpKK, dokter spesialis kulit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), menyebut bahwa seseorang berisiko terkena infeksi dari bakteri, jamur, virus, parasit, tungau, dan kutu saat menggunakan pakaian bekas.

Selain itu, Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) juga menyebut bahwa pakaian bekas bisa menjadi agen infeksi seperti scabies dan eksim.

Bahkan virus pernapasan seperti rhinovirus, virus influenza, dan virus-virus lainnya pada pakaian bekas juga pernah ditemukan di baju bekas oleh forum kesehatan. 

Disinfeksi Baju Bekas dan Dampaknya bagi Kesehatan

Cara mudah menjemur pakaian di musim hujan anti apek
Cara mudah menjemur pakaian di musim hujan anti apek

Agar nyaman dan modis dalam memakai baju bekas, biasanya penjual atau pengirim pakaian akan menyemprotkan fumigant atau bahan kimia lain. Tujuannya adalah untuk mencegah dan mengendalikan infeksi.

Namun, Arini mengungkapkan bahwa hal ini tidak sepenuhnya berhasil. Karena penyemprotan yang tidak tepat justru bisa menimbulkan efek samping lain, yaitu masalah pernapasan melalui uap berbahaya yang terhirup dalam jangka waktu lama. 

Uap berbahaya ini bisa menyebabkan sakit kepala, pusing, vertigo, mual, muntah, penglihatan kabur, kejang-kejang, serta masalah kulit seperti iritasi dan memicu alergi pada orang yang sensitif.

Cara Modis dan Sehat dalam Memakai Baju Bekas

Ilustrasi Pakaian (Pexels/Pixabay)
Ilustrasi Pakaian (Pexels/Pixabay)

Arini menyarankan cara untuk meminimalisir risiko infeksi akibat baju bekas. Salah satunya adalah dengan mencucinya menggunakan air mendidih.

Suhu yang tinggi bisa membunuh berbagai organisme patogen. Namun dampak buruknya, panas juga bisa merusak berbagai warna dan bahan pakaian tertentu.

Sementara untuk menanggulangi jamur, cucilah baju putihmu dengan cairan pemutih pakaian yang mengandung zat aktif sodium hypochlorite. Sementara untuk pakaian bekas yang berwarna, kamu bisa menggunakan zat karbol.

Caranya adalah dengan mencampur dua liter air dengan tiga tutup botol cairan pemutih pakaian. Kemudian rendam selama 15 menit.

Sementara untuk baju berwarna, campurkan dua liter air dengan empat tutup botol karbol. Lalu rendam selama dua jam. Kemudian baju bisa dibilas dan dicuci seperti biasa dengan menggunakan deterjen. 

Di sisi lain, untuk menghadapi scabies, Arini menyarankan untuk menggunakan deterjen anti-tungau dan air panas. Proses mencuci ini bisa dilakukan dengan mesin cuci. Lalu dikeringkan dengan pemanas yang paling panas.

Jika tidak, kamu bisa menyetrikanya dengan tingkat panas yang paling tinggi. Hair dryer atau dry cleaning juga bisa menjadi opsi pengering yang lain jika metode sebelumnya tidak bisa diterapkan. 

Tips Memilih Baju Bekas yang Aman dan Nyaman

Ilustrasi Baju Bekas (Pexels/cottonbro studio)
Ilustrasi Baju Bekas (Pexels/cottonbro studio)

1. Kebersihan Toko

Kebersihan toko adalah hal utama yang harus diperhatikan saat ingin membeli baju bekas. Jika bisa, mengetahui pemilik baju bekas sebelumnya juga membantu untuk mengetahui tingkat kebersihan pakaian yang akan kita beli.  

2. Cek Noda

Kemudian, cek noda seperti kotoran, bercak darah, dan sebagainya. Hal ini akan membantumu untuk memutuskan dalam pembelian. Selain itu, pastikan baju bekasmu sudah dicuci, ya. Pasalnya, agen infeksi bisa menempel di baju yang belum dicuci. 

3. Jangan Membeli Produk Fashion Ini

Usahakan jangan membeli pakaian dalam, handuk, selimut, sprei, dan topi bekas. Karena barang jenis ini berpotensi lebih berisiko lebih besar menjadi media penularan penyakit.

4. Perhatikan Ukuran 

Lalu, pilihlah pakaian yang ukurannya pas di badan. Ukuran yang terlalu ketat akan menimbulkan keringat, sehingga menyebabkan kelembapan sebagai media pertumbuhan jamur.

Terlebih pada orang yang mengalami dermatitis atopik, Arini menganjurkan lebih teliti dalam memilih kain. Hal ini karena bahan yang tidak menyerap keringat, tidak bebas dari bahan alergi seperti tungau, debu, bulu binatang, serbuk sari, bahan tidak bebas disinfektan, dan berbahan wol bisa menyebabkan iritasi kulit. 

Edukasi dan Kampenye Circular Fashion

Fashion item yang sebaiknya dihindari saat musim hujan
Fashion item yang sebaiknya dihindari saat musim hujan

Banyak masyarakat termasuk saya yang belum memahami lebih dalam tentang fast fashion. Maka, edukasi mengenai hal ini perlu lebih digalakkan lagi.

Dengan edukasi yang baik, masyarakat sebagai konsumen utama produk fashion bisa memahami cara pemisahan jenis sampah dan dampaknya bagi lingkungan. Seperti yang disebutkan di awal, baju yang tidak dipilah dengan baik akan menyebabkan bertambah banyaknya pakaian yang tidak didaur ulang.

Maka dari itu, perlu edukasi agar masyarakat ikut berkontribusi mengurangi jumlah limbah dan meningkatkan kesadaran untuk mengurangi gaya hidup konsumtif. Belilah pakaian seperlunya saja dan hindari mengikuti trend fashion yang singkat.

Di sisi lain, diperlukan sinergi dari produsen garmen untuk mengurangi jumlah dan bahan pakaian yang diproduksi agar tidak berakhir menjadi limbah. Selain itu, gunakanlah bahan pakaian yang eco-friendly agar tidak memperparah jumlah limbah tekstil di lingkungan.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak