Aku terbangun di bawah teriknya sinar matahari. Masih sedikit pusing dan entah apa yang terjadi padaku sebelumnya. Ketika nyawaku sudah kembali kepadaku sepenuhnya, aku mulai menyadari dimana aku terbangun. Aku terbangun di tengah jalan raya yang sepi oleh kendaraan. Di sepanjang jalan, terhampar rumah warga yang tampaknya kosong. Dimana aku berada?
“Aduh....” Aku mencoba untuk berdiri tetapi kepalaku terlalu pusing untuk ditegakkan.
“Anda tidak apa-apa?” Seorang lelaki yang tiba-tiba menolongku untuk berdiri. “Mari saya bantu.” Dia merangkulku dari belakang untuk membantuku berdiri.
“Iya saya tidak apa-apa. Terima kasih.” Jawabku dengan letih yang mulai berdiri dengan bantuannya.
Tidak begitu jelas wajahnya. Dalam penglihatanku wajahnya sangat buram. Dekapannyapun sangat kuat dan sangat keras seperti bukan tangan manusia. Seakan-akan aku tak akan terjatuh bila ada di pelukannya. Aku tidak tahu ia ingin membawaku kemana. Kepalaku terlalu pusing untuk memikirkan ini semua. Tiba-tiba saja aku dibawa masuk ke sebuah ruangan. Tampak seperti restaurant tapi entahlah, penglihatanku masih kabur.
“Kau tunggu disini dulu ya,” Dia mendudukkanku. “Aku akan mengambilkan minum untukmu.”
“Iya terima kasih.”
Okay, sebaiknya memang istirahat yang aku butuhkan untuk memulihkan kepala dan penglihatanku. Saat aku menengok ke arah sebuah meja panjang seperti kasir, ada banyak orang yang sedang berdiskusi. Tidak begitu jelas setiap wajah orang disana. Aku kembali menunduk untuk memejamkan mata sekejab.
“Ini minumanmu,” Pria itu menaruh gelas dia atas meja tempatku berada. “Saya kesana sebentar ya.”
Saat aku membuka mata dan melihat gelas, akhirnya penglihatanku telah jelas kembali walaupun kepalaku masih terasa sakit. Saat aku ingin minum, tampaknya ada yang aneh dengan minuman ini. Saat aku perhatikan lebih detail, ternyata itu seperti sebuah keramik yang dilelehkan. Kenapa ini? Kenapa mereka menyuguhkanku minuman seperti ini?
“Pok, pok, pok...” Suara tepukan tangan membuatku menoleh ke arah sumber suara. Saat aku menengok, aku kaget setengah mati. Astaga!!! Sebuah manekin?
“Selamat kepada nona yang telah menjadi pelanggan pertama kami. Kami sangat mengapresiasikan kedatangan nona ke toko baru kami. Kami sengaja membuat sambutan ini dengan sangat meriah. Dan kami pikir nona itu pantas mendapatkan sambutan ini,” Kata salah satu pria yang ada disana.
“Tunggu, tunggu. Apa-apaan ini? Kalian ini sebuah manekin?” Kataku dengan berdiri yang gemetar karena ketakutan.
“Manekin? Apa itu manekin?” Pria yang membawaku kemari pun ikut bicara.
“Jadi kalian tidak tahu manekin? Kalianlah yang manekin. Sebuah patung yang terbuat dari keramik. Sebuah patung. Dan patung itu tidak mungkin bisa bergerak, apalagi berbicara. Tapi ini? Kalian? Harusnya kalian ini tidak bisa berbicara.”
“Anda ini bicara apa sih? Nona ini sama seperti kami. Sama-sama makhluk hidup.”
“Makhluk hidup? Kalian itu benda mati. Sebuah benda yang harusnya tidak bisa bergerak, apalagi berbicara. Sebenarnya saya ada dimana sih? Kalian tahu, kalian membuat saya takut. Mending saya pergi dari sini.”
Akupun menatap wajah orang-orang menyeramkan itu sejenak. Mereka tampak kebingungan dengan perkataanku. Lalu aku langsung keluar dari ruangan itu. Berjalan dengan cepat ke arah jalan raya. Saat sudah beberapa jauh aku meninggalkan toko itu, tiba-tiba terdengar suara dari belakangku.
“Nona tunggu..... Anda harus membayar dulu untuk minuman yang telah kami buat,” Teriak salah satu dari pria itu.
Aku menoleh ke belakang, “Hah? Bayar? Bener-bener gila mereka. Hey... Saya tidak akan membayarnya, paham!!!” Teriakku kepada mereka.
Tanpa basa-basi mereka langsung mengejarku secara beramai-ramai. Langsung saja aku juga menghindar dari kejaran mereka. Aku lari sekencang-kencangnya tanpa menengok ke belakang. Entah ke arah mana aku berlari, yang terpenting aku dapat lepas dari kejaran mereka.
“Huh...huh.... Sambutan apanya. Aku tidak butuh sambutan seperti itu, huh.... apalagi.... disambut sama mereka, huh.... Bisa mati berdiri aku disana.” Aku ngedumal sambil berlari sehingga nafasku tersendat-sendat.
Sepertinya aku sudah cukup jauh berlari dan mereka juga sudah tidak terlihat lagi batang hidungnya. Huh..... Akhirnya aku bisa kabur dari kejaran mereka. Astaga.... Dimana aku ini? Aku melihat sekitar dengan terheran-heran. Aku mulai menelusuri tempat itu sambil waspada. Saat sudah cukup jauh aku berjalan, akupun memutuskan untuk istirahat sebentar di bawah pohon rindang yang ada di pinggir jalan.
Disana aku merenung dari awal pertama kali aku datang ke tempat yang aneh ini. Aku berfikir, di bumi tidak mungkin ada tempat seperti ini. Tempat ini benar-benar membuat aku takut. Aku harus segera bergegas untuk mencari jalan keluar dari tempat ini. Akupun bangun dari istirahat dan melanjutkan perjalanan. Saat aku sedang berjalan di tengah jalan yang sepi lenggang, tiba-tiba saja kepalaku kembali sakit dan aku berhenti sejenak di jalanan itu. Tak lama kemudian aku melihat dengan samar mobil yang melaju di depanku. Semakin mendekat, semakin mendekat, dan ......
“Aaaa.....” Aku teriak sambil menunduk di tempat itu juga.
Dengan rasa syukur mobil itu berhenti dan tidak menabrakku. Aku langsung berdiri dengan rasa lega. Pengemudi itu lalu keluar dari mobilnya. Tak disangka-sangka, yang keluar ternyata sama.
“Anda tidak apa-apa? Aduh nona saya sungguh minta maaf.”
“Hah? Manekin lagi? Perempuan?” Ternyata pengemudi itu sebuah manekin dan kali ini dia perempuan.
“Manekin? Ya sudah, ayo nona mari saya bantu,” Dia mengulurkan tangannya.
“Tidak usah,” Aku melempar uluran tangannya. “Saya gak butuh bantuan dari makhluk seperti kamu.” Aku langsung lari meninggalkan manekin perempuan itu dengan rasa panik.
Saat aku lari, tiba-tiba di depanku sudah ada segerombolan makhluk yang sama yaitu manekin yang menghadang jalanku. Mereka tampak sangat marah. Aku berdiam diri menyaksikan manekin-manekin itu mulai berjalan mendekatiku. Aku menatapnya dengan penuh tatapan takut. Saat mereka mulai berada di depanku, kakiku semakin gemetar tidak karuan.
“Hei nona. Anda ini memang orang yang tidak bertanggung jawab sekali ya,” Kata salah satu manekin itu.
“Maksud kalian apa sih?”
“Memangnya kami tidak tahu apa yang telah anda lakukan terhadap toko itu. Anda tahu, beritanya sudah menyebar kemana-kemana.”
“Hah? Cepat sekali beritanya tersebar. Gak masuk akal,” Kataku dalam hati.
Karena aku tidak ingin menjadi amukan mereka, maka aku memutuskan untuk lari. Saat aku berbalik badan karna ingin berlari, para penjaga toko yang tadi itu sudah berada di depanku. “Datang dari mana mereka?” Ucapku terheran-heran dalam hati.
“Tangkap wanita itu!!” Kata salah satu pemilik toko itu.
“Wah bisa gawat ini,” Kataku dengan panik. Aku bingung harus melakukan apa. “Aaaa....” Aku teriak dan menunduk karena sangat sangat ketakutan. Tiba-tiba aku terbangun di sebuah tempat tidur. “Aaa... huh... huh....” Nafasku tersendat-sendat dan aku sangat berkeringat. Syukurlah ini hanya mimpi. Semua kegilaan dan kengerian ini hanya mimpi. Aku sangat lega dan aku tidak perlu khawatir lagi.
“Hei Selly, kamu sudah bangun rupanya.”
“Iya bu, Selly sudah bangun.” Senang rasanya bisa melihat ibuku kembali.
“Ya sudah, kamu sekarang mandi dan cepat turun ke bawah. Kita sarapan bersama ya.”
“Baik bu.”
Okay. Untuk melupakan mimpiku yang semalam, pagi ini aku akan berolahraga dan lari-lari kecil sedikit di daerah rumahku. Aku segera mandi, berganti baju olahraga dan dan segera turun ke bawah. Saat aku menuju ruang makan, aku kaget bercanpur bahagia. Ibu menyiapkan sarapan untukku dan untuknya banyak sekali pagi ini. Aku merasa orang yang paling bahagia di dunia ini.
“Eh Selly, kamu mau jogging? Tumben. Ayo ayo kita sarapan dulu.”
“Iya nih bu. Tapi kok makanannya banyak sekali? Perasaan Selly tidak sedang berulang tahun hari ini,” Kataku sambil duduk dan mulai mengambil makanan.
“Ibu sengaja membuat sambutan dengan cara seperti ini untuk menyambut kamu karena kamu sudah bisa bangun pagi dengan sendirinya. Terimalah sambutan ini. Kamu pantas mendapatkan sambutan ini sayang,” Kata ibu sambil memegang daguku.
“Pasti ibu pasti. Terima kasih ya bu. Selly sayang ibu,” Aku memeluk ibuku dengan penuh rasa terima kasih. Kamipun segera menyantap sarapan yang super mewah ini.
Selepas sarapan, aku segera keluar rumah untuk jogging. Wah..... Udara di pagi hari memang sungguh menyegarkan. Jalananpun sudah dipenuhi oleh manusia-manusia yang melakukan segala aktivitasnya. Beruntunglah aku dapat melihat manusia sungguhan kembali. Setelah cukup lama aku berlari, aku memutuskan untuk mampir ke toko dan membeli minuman segar.
Aku meminumnya di kursi yang tersedia di sepanjang trotoar jalan. Saat aku sedang duduk dan meminum minumanku, aku melihat orang-orang yang sedang berkumpul di seberang jalan sana. Karena penasaran, aku segera menghampiri kumpulan orang-orang itu dan melihat apa yang terjadi disana.
“Permisi, permisi..” Aku menyingkirkan orang-orang untuk melihat apa yang terjadi.
Saat aku melihat, rupanya ada korban kecelakaan. Aku perhatikan dari bentuk tubuhnya sangat tidak asing bagiku. Saat aku melihat wajahnya, hah? Manekin? Sebuah manekin yang mengalami kecelakaan yang wajahnya telah pecah. Ini tidak mungkin. Kenapa ada manekin lagi disini? Dan kenapa orang-orang berusaha menolongnya? Diakan memang benda mati dan memang sudah mati.
Akhirnya aku memutuskan untuk mundur ke belakang dengan wajah penuh ketakutan dan kebingungan. Di sampingku berdiri, terdapat orang yang sedang membawa tongkat baseball. Langsung saja aku ambil tongkat itu. Segera aku menghampiri manekin yang kecelakaan itu, lalu aku menghantamkan tongkat ke wajah manekin itu sampai kepalanya hancur berantakan. Aku terus saja menghantamkan tongkat ke wajahnya. Tapi, tiba-tiba saja orang-orang berusaha menghalangi tindakanku dan menyuruhku berhenti.
“Lepaskan! Lepaskan aku! Biarkan aku menghajar manekin itu!” Aku berusaha melepaskan diri dari seorang bapak-bapak yang memegangiku.
“Hei. Anda suda sudah gila hah? Dia itu manusia bukan manekin. Sekarang dia mati gara-gara anda.”
“Manusia? Dia itu manekin. Coba bapak lihat sendi--” Saat aku menengok ke arah korban kecelakaan itu, perkataanku terpotong melihat bahwa yang aku pukul itu seorang manusia sungguhan.
Aku melempar tongkat yang penuh darah itu ke jalan. Lalu aku melihat orang-orang yang menatapku dengan sinis. Ada apa denganku? Kenapa manekin itu masih ada di bayanganku? Sekarang aku adalah seorang pembunuh. Air mataku mulai menetes dengan tiba-tiba. Tak lama kemudian, polisi datang dan langsung menodongkan pistol-pistol mereka ke arahku. Sungguh aku tidak mau ditangkap polisi. Akhirnya aku memutuskan untuk lari dari polisi-polisi itu.
Saat aku lari, pikiranku entah kemana dan aku juga menangis disana. Polisi masih mengejarku di belakang. Saat aku ingin menyeberang, aku tidak melihat kanan dan kiri jalan. Tiba-tiba, ada sebuah mobil yang melaju kencang dari arah kiriku. “Aaaa....” Mobil itu menabrakku. Aku terpental ke atas mobil dan akhirnya aku jatuh di belakang mobil itu. Aku merasakan sakit yang sangat luar biasa pada tubuhku. Tapi tidak apa-apa. Setidaknya, aku bisa menebus kesalahanku pada orang itu. Aku mulai memejamkamkan mata secara perlahan dan seketika dunia menjadi gelap.