"Assalamualaikum, ayah pulang," sapa Dimas kepada sang anak perempuan yang tengah bermain di teras rumah.
"Yeee... Ayah pulang, ayo Yah, sini lihat nilaiku, aku dapat 100 lagi di sekolah, inget lho janji Ayah mau beliin apa," ucap Ria sembari menunjukan hasil ulangannya hari itu.
"Iya, Insyaallah," jawab Dimas lirih.
Ria adalah sosok anak yang ceria. Ia dikenal cerdas dan ramah kepada orang-orang sekitar. Di semester ini, ayahnya menjanjikannya sebuah sepeda baru sebagai hadiah untuknya jika berhasil menjadi juara kelas.
Dimas yang hanya seorang pekerja di sebuah kantor perusahaan lokal merasa sedikit bingung dengan permintaan anak tunggalnya. Gajinya yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari harus ia atur ulang agar dapat menuruti permintaan anaknya.
Setelah membaca buku untuk ujian di hari esok, Ria segera bergegas tidur di kamar kecilnya. Malam itu, Dimas benar-benar merasa bingung, karena tidak tahu harus mencari pinjaman uang kemana.
"Pinjam kemana ya, Bu, buat beli sepeda Ria," tanya Dimas kepada istrinya.
"Terserah aja mas, kan gak harus yang baru, biar harganya gak terlalu mahal," jawab sang istri lirih.
"Tapi kasian Ria, Bu, dia udah berjuang keras demi sepeda barunya, coba besok aku cari pinjaman ke teman di kantor, semoga ada yang bisa bantu," ungkap Dimas tidak ingin mengecewakan anak putrinya.
"Yaudah terserah mas, yang penting jangan sampe jadi beban pikiran," ucap istrinya menenangkan.
Pandemi kian parah. Untuk menekan lonjakan kasus Covid-19, pemerintah bertindak menetapkan lockdown di sebagian besar wilayah perkotaan di Indonesia. Adanya penetapan lockdown ini juga berpengaruh pada banyaknya pemutusan hubungan kerja di sejumlah perusahaan.
Berita di pagi hari itu benar-benar membuat hati istri Dimas tidak tenang. Di keadaan ekonomi keluarganya yang sedang kurang stabil, justru timbul berita yang membuatnya khawatir dengan kelangsungan kerja suaminya. Ia hanya bisa berdoa semoga pikiran buruknya tidak terjadi.
"Yeee, Ayah pulang, Ayah aku dapat se...," tidak seperti biasanya, Dimas kali ini justru mendorong putrinya.
"Ayah capek, gak usah berisik," bentak Dimas.
"Kamu kenapa mas?" tanya istrinya cemas.
Dimas meletakkan sebuah kertas putih di atas meja dengan keras.
"Aku di pecat sama perusahaan kerdil itu," amuk Dimas.
Siang itu, Dimas marah-marah dan beberapa kali mengatakan kata-kata kasar kepada istri dan anaknya.
"Sabar mas, insyaallah ada jalan lain," istrinya berusaha menenangkan, dengan air matanya yang deras mengalir di pipinya.
Ria yang sangat mengerti akan perasaan yang tengah dirasakan kedua orang tuanya, ikut berusaha menenangkan mereka dengan membuatkan minuman hangat. Namun, karena merasa takut melihat wajah ayahnya,ia tak sengaja menumpahkan minumannya, mengenai baju yang tengah di pakai ayahnya.
"Dasar anak tidak tau diuntung, sudah dibesarkan malah tidak sopan menumpahkan minuman," amuk Dimas.
Tanpa sadar, saat itu Dimas memukul putri kecilnya dengan sabuk kulit yang tengah dipakainya. Kata-kata kasar lainnya keluar begitu saja memaki Ria kala itu.
"Sudah mas, sudah, Ria gak salah apa-apa," ucap sang istri yang hanya dapat menarik Ria dari amukan suaminya.
Kejadian itu telah lama berlalu. Namun, semenjak kejadian itu Ria berubah menjadi anak yang tidak terbuka dengan orang tuanya. Prestasi cemerlangnya yang dulu selalu menjadi kebanggaan keluarga perlahan menurun.
Pribadi yang dulu riang telah memudar. Meskipun sudah berusaha memaafkan, namun ada sedikit hal yang belum bisa membuatnya kembali utuh semenjak hari itu, dan mungkin saat menginjak remaja bahkan dewasa, luka itu jika tidak segera disembuhkan.
Ingatlah, hanya butuh kurang dari 10 menit untuk membersihkannya, namun membutuhkan waktu yang lama untuk menyembuhkan hatinya yang terluka.