Meratapi Malam

Hernawan | Rico Andreano
Meratapi Malam
Ilustrasi malam (pixabay).

Di balik jendela dalam suasana sangat hening dan dingin berhembus angin malam dengan kencangnya. Terduduk merenung di kursi kamar menatap sang purnama memancarkan  warna putih yang sangat elok dipandang.

Merenung segala kehidupan mulai pagi hingga malam. Dalam jiwa yang sangat sedih atas segala kesia-siaan waktu yang terbuang.

Tiada arti kata sesal di belakang. Hanyalah sebuah penyesalan yang tanpa guna yang sekarang ku hadapi. Terbius dalam candu gadget yang selalu kupeluk sepanjang hari dari pagi hingga malam. Waktu bagiku terasa tak ada artinya bagiku.

Begitu bodohnya dengan segala kekonyolan yang kulakukan. Terbuanglah segala waktu senggang yang seharusnya bisa aku manfaatkan dengan bijak. Dengan teganya seakan aku membunuh waktu yang ada di hadapanku.

Sangat dangkal aku saat menganggap remeh sebuah waktu. Waktu terus berputar semakin cepat. Sementara aku masih berkutat dalam segala tatapan pada gadget.

Mulai bangun pagi berkutat dengan tatapan pada gadget. Di kala waktu bangun sore hingga menjelang masih berkutat dalam tatapan gadget.

Gadget yang seharusnya bisa aku memanfaatkan dalam mengisi kegiatan yang sangat bisa kuhasilkan segala pundi-pundi uang yang begitu berharga bagiku. Namun segala alam media sosial yang penuh fana takkan kekal dalam kehidupan yang nyata.

Kini dalam meratapi malam hanyalah sesal dan sesal yang kualami sekarang. Begitu bebalnya aku tidak pernah menganggap waktu sangat berharga. Bagai pepatah berkata waktu adalah uang.

Rasa galau yang berkecamuk di batin takkan menghilang kian tertancap selalu. Aku pun takkan bisa istirahat dalam kebimbangan yang merangkul ragaku sepanjang malam.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak