"Jangan lupa besok malam," ucap Doni kepada Lila dari ujung gang.
"Iya sayang," sahut Lila kegirangan.
Sudah hampir dua bulan sejoli itu berhubungan dalam gelap. Doni yang dikenal bermental ciut itu hanya berani mengantarnya sampai di mulut gang. Entah kemana saja perginya, setiap malam mereka pasti keluyuran. Tanpa alasan yang jelas, tidak hanya warga sekitar, bahkan sekeliling kota merasa risih dengan kehadiran dua sejoli ini.
Pernah keduanya hampir dikeroyok masa, karena dituduh menguntit di sebuah minimarket. Untungnya ayah Doni yang merupakan saudagar kaya raya berhasil membebaskan keduanya dari jeratan penjara.
"Harta memang segalanya," Ucap Doni usai terbebas dari segala dakwaan.
Malam itu Doni kembali menjemput Lila di depan gang. Keduanya sama-sama memakai pakaian serba hitam, masih belum pasti kemana perginya. Seperti biasa mereka menuju warteg kecil di pinggiran kota, bukan untuk makan, tanpa permisi mereka langsung menuju dapur.
"Segini dulu, lagi banyak yang pesen," Ucap bapak setengah baya, si pemilik warteg.
"Gak masalah, udah cukup ini," Jawab Doni.
Tak lama setelah itu keduanya langsung menuju loteng warteg, di sanalah komunitasnya berkumpul, serba hitam. Musik dugem keras menggema, ruang terbuka itu seakan surga bagi keduanya.
Asap mengebul dimana-mana, melayang seakan gravitasi tak lagi mampu menarik keduanya. Alunan musik dugem membuat hentakan kaki selaras dengan imajinasi, melayang, asap mengepul, dihirup nikmat seluruh manusia di loteng itu.
Selesai dari loteng, keduanya kembali ke jalanan, bukan untuk pulang, tapi melanjutkan perjalanan. Bersama komunitasnya mereka langsung menuju tempat-tempat sepi di pinggiran kota.
Diwarnai cipika-cipiki, bau khas bakaran tadi masih mereka nikmati. Sambil bernyanyi-nyanyi ria, segerombolan itu terhenti di sebelah gerobak kecil pinggir jalan. Si pemilik gerobak yang tengah tertidur pulas pun kaget bukan main. Segerombolan serba hitam dengan pakaian nyentrik itu tiba-tiba mengerubunginya.
"Ada apa ini?," Bapak itu kebingungan.
Tanpa banyak berbicara, salah satu anggota komunitas langsung memberi bapak itu keharuman yang tengah mereka rasakan juga.
"Wah, enak banget ini, kebetulan sudah lama bapak gak pernah ngerasain lagi, gak bisa beli, gratis kan ini?," Ucap bapak itu kegirangan.
"Iya Pak gratis," Jawab Doni, dengan pakaian paling nyentrik diantara yang lainnya.
Tak berlama-lama, segerombolan itu pun kembali menyusuri pinggiran kota, meninggalkan bapak gerobak tadi yang tengah menikmati aroma harum yang mungkin membuat pikirannya menjadi lebih tenang. Karena anak saudagar Doni selalu ada di barisan paling depan, tentu saja dengan Lila di sampingnya.
Setelah berjalan agak jauh dari bapak tadi, mereka sampai di sebuah gubuk terpal, di pinggir tempat pembuangan sampah. Seorang anak tampak berlari ketakutan melihat segerombolan ini masuk ke dalam gubuk. Tampak seorang bapak paruh baya mencoba menenangkan.
Seorang anak perempuan justru tampak berlari menghampiri Doni dengan wajah riang seraya berkata, "Yey, pasti mau bagi-bagi sate lagi, ya kan?"
Aroma makanan khas Indonesia yang satu ini memang sangat menggugah, bahkan anak berusia delapan tahun sudah bisa mengenali hanya dari baunya saja. Aromanya yang khas, terkadang sampai berhasil membuat orang yang hendak menyantapnya berasa terbang dhanya dengan membayangkan gurihnya makanan tersebut saat dikunyah di mulut.
Doni dan segerombolan manusia bergaya punk modern itu pun hanya bisa tersenyum dan mengangguk kepada pertanyaan anak tersebut.