Seorang orator ulung dengan gagahnya menghantarkan sebuah pesan. Pesan ajakan kepada semua orang. Apakah pesan tersebut dia contohkan pada dirinya sendiri? Entahlah. Hanyalah sang orator ulung yang tahu segala perilaku dalam kehidupannya.
Sebuah pesan yang teramat panjang seakan tak ada ujungnya sama sekali. Yang terhantar begitu lantangnya terukir dengan nada-nada yang begitu menghanyutkan. Hanyalah sebuah pekikan yang menggetarkan arena podium. Demi raihan banyak apresiasi dan tepukan tangan.
Hanya retorika semu yang terkandung di balik pesan yang disampaikan. Hanyalah ide-ide tak berujung yang hanya tersurat tapi tak tersirat. Yang membuat para hadirin terbuai akan pesan yang dihantarkan oleh sang orator.
Nyaris tak ada rasa yang berisi pada pesan tersebut. Rangkaian kata-kata yang muluk-muluk terasa menggebu-gebu yang terlontar dari podium. Seakan podium dibuatnya luluh oleh orator yang ulung. Namun apakah kata-kata yang terucap bisa menjadi wujud nyata.
Tak faedah rupanya bila kata-kata begitu menancap ke kalbu yang tak berwujud berarti. Percuma bila melantunkan pesan sedemikian panjangnya yang tak berujung. Sia-sia saja bila tak ada bentuk rupa dalam kenyataan.
Pesan hanyalah sebuah pesan. Banyak pesan yang terlontar untuk memberi ajakan kepada orang lain. Namun pesan harus terkandung tauladan perilaku yang nyata kepada orang yang diberi pesan. Tak beda jauh dari pepesan kosong semata bila pesan yang terhantar tanpa sebuah tauladan perilaku yang nyata.