Jiwa Terbungkus Kegelapan

Munirah | Rico Andreano Fahreza
Jiwa Terbungkus Kegelapan
Ilustrasi Kegelapan. (Pixabay.com)

Jiwa yang bertengger pada diriku dengan segala kesempurnaan yang telah diberikab oleh Sang Pencipta. Tanpa ada satupun yang mengalami tuna pada diriku. Segala langkah yang kutempuh berjalan lempang tanpa berkelok-kelok.

Sebuah langkah yang begitu sempurna kurasakan selalu. Kemolekan langkahku dengan kebesaran hadiah terindah yang dihantarkan oleh-Nya.

Namun pada akhirnya terjerembab dalam kebodohan yang amat memalukan dalam hidupku yang begitu sempurna. Kebodohan yang sangat gelap gulita merasuk pada jiwa.

Dengan bangganya aku melakukan upaya licik merampok tanah milik petani jelata. Petani jelata hanyut dalam tangisan penuh rasa pilu.

Kelicikan yang bertengger pada diriku dengan garangnya membabat habis seluruh hasil tani yang mereka miliki. Tanpa ada rasa dosa hanyalah sebuah kegirangan yang amat kunikmati. Kunikmati segala hasil tani yang kubeli sangat murah.

Prajtek ijon kujalani dengan pekerjaan sebagai tengkulak. Ya aku juga seorang pengembang griya. Pengembang griya berperangai layaknya seorang agamis dilihat orang lain. Agamis hanya pemoles buruk rupa sifatku. 

Namun itu semua hanyalah menyimpan kedok jiwaku yang terbungkus kegelapan kelicikan. Membeli sebidang tanah petani dengan harga amat murah. Menghancurkan seluruh lahan pertanian untuk kusihir menjadi griya-griya yang terbentang luas nan agung.

Dahulu langkahku yang berjalan lurus agamis membersamai hidupku. Namun itu semua telah berubah sekarang dengan berbelok langkah bertingkah lancang yang melawan perintah Tuhan. Lenyaplah jiwa suciku yang berbalut kegelapan penuh kelicikan

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak