Kita tentu tahu bahwa Nabi Muhammad saw adalah manusia sempurna yang berkepribadian mulia. Sosoknya menjadi rahmat bagi semesta alam. Oleh karenanya, sudah menjadi keniscayaan bagi kita selaku umat Islam, untuk mencontoh segala perilaku terpuji ‘manusia utama’ yang menjadi utusan (rasul) sekaligus kekasih Tuhan tersebut.
Dalam buku ‘Muhammadku Sayangku’ (ini merupakan buku seri kedua) yang ditulis oleh Edi AH Iyubenu, kita akan disuguhi beberapa kisah menarik tentang seputar kehidupan Rasulullah saw bersama keluarga tercinta dan juga para sahabatnya. Kisah-kisah dalam buku ini diharapkan dapat membuat kita lebih mencintai Kanjeng Nabi dan berupaya meneladani apa-apa yang sudah beliau contohkan dalam kehidupan sehari-hari.
Sifat welas asih terhadap sesama menjadi ciri khas Kanjeng Nabi. Bahkan terhadap orang-orang nonmuslim beliau begitu menghormati dan menyayangi. Beliau tak melarang kita bergaul dengan orang-orang yang berbeda keyakinan, bahkan beliau juga membolehkan kita bekerja sama dengan mereka. Dengan catatan selama kerja sama tersebut bernilai positif dan tak saling merugikan.
Ada satu kisah inspiratif dalam buku ‘Muhammadku Sayangku’ yang dapat dijadikan sebagai dalil bahwa Rasulullah Saw tak melarang umat Islam bekerja sama dengan orang nonmuslim. Suatu hari, beliau ingin bertemu kedua cucunya, Hasan dan Husein. Sayangnya, beliau tak mendapati kedua cucu tersayangnya tersebut di rumah mereka. Di sana hanya ada Fathimah yang menjelaskan bahwa kedua putranya sedang ikut ayahnya, Ali bin Abi Thalib, yang sedang bekerja di sebuah kebun kurma.
Akhirnya, beliau pun segera menuju tempat menantunya bekerja, yakni di kebun kurma milik seorang Yahudi. Pekerjaan Ali bin Abi Thalib di kebun tersebut adalah menimba air. Sebagai imbalan, ia akan mendapat satu butir kurma untuk setiap timbaan air. Tak jauh dari tempat itu, Hasan dan Husein tampak sedang bermain-main dengan bibir berlepotan kurma hasil kerja ayahnya.
Rasulullah Saw lantas meminta Ali agar segera pulang supaya kedua cucunya tak kepanasan. Namun Ali memohon izin untuk menimba air beberapa kali lagi, agar ia mendapat imbalan kurma yang akan dibawa pulang untuk istrinya. Rasulullah pun menyetujui, lalu duduk di tepi kebun itu sambil mengawasi kedua cucunya yang sedang bermain dengan riang gembira.
Selain memiliki sifat penyayang, Rasulullah Saw juga memiliki sifat pemaaf yang begitu luar biasa dan mestinya selalu berusaha kita teladani. Dalam buku terbitan Diva Press ini diuraikan, dulu ketika Rasulullah diusir dari Thaif dengan sangat kasar, dilempari batu, bersama Zaid bin Haritsah, malaikat penjaga gunung-gunung menawari kepada beliau untuk melemparkan gunung-gunung kepada kaum Thaif, namun jawaban beliau justru begitu mencengangkan.
Alih-alih membalas kekejaman yang dilakukan kaum Thaif, beliau justru tak pernah menyimpan dendam pada mereka. Kepada malaikat, beliau melarang melakukan hal tersebut (melemparkan gunung-gunung kepada kaum Thaif yang telah berlaku aniaya). Dengan tutur kata yang lembut beliau justru berkata, “Janganlah, Malaikat, mungkin saja kelak dari sulbi (keturunan) mereka ada orang yang beriman kepadaku” (halaman 61).
Betapa perilaku mulia Rasulullah begitu meneduhkan dan membawa kedamaian bagi seluruh alam raya ini. Tak sekali pun beliau menyuruh umatnya untuk melakukan tindakan yang tak terpuji seperti menyakiti orang lain, membalaskan dendam, mencaci, mencela, dan sederet sifat tercela lainnya.