Acara dan Momen di Desa Seppong, Patut Dibiasakan

Hikmawan Firdaus | Budi Prathama
Acara dan Momen di Desa Seppong, Patut Dibiasakan
Foto kumpul bersama kawan. (Dok.pribadi/@budi.prathama)

Sekitar jam 11.00 Waktu Indonesia Tengah (WITA), kami 4 orang berangkat dari Camba (Majene) menuju Sendana. Saya pribadi, Salmiati, Amir, dan Sadli, berangkat ke rumah Irmawati yang juga salah satu teman KKN pada saat di desa Pamboborang, sekarang ia tinggal di desa Seppong, Sendana. Kami berangkat menggunakan kendaraan motor roda dua, dengan laju tidak terlalu kencang.

Sebelumnya, kami tidak pernah ke tempat itu, hanya saja penyampaian lokasinya sudah tertuliskan di grup WhatsApp kami, itulah panduan kami menuju ke rumah Irmawati. Syukurlah, kami tak menemui kendala dan segera cepat menemukan rumahnya.

Perjalanan yang tak terlalu melelahkan, dan alhamdulillah kami dapat sampai ke rumah tujuan dengan selamat. Terlihat suasana kampung tampak indah, deretan rumah-rumah tersusun rapi yang memanjang, sehingga salah satu teman dari kami berkata bahwa tempat itu sangat sesuai dengan jiwanya.

Sesampai di rumah Irmawati, telah tersaji hidangan yang siap berperang dengan perut kami kalau itu, waktunya sangat tepat dan momennya dapat. Entah kenapa, kami merasa sangat puas dan terjamu istimewa. Makanan dan jenisnya yang banyak rupa, membuat kami merasa mundur untuk terus menyantap makanan yang sudah disiapkan, ternyata perut tak mampu lagi bertempur.

Mungkin suatu bentuk aksi balas dendam, wacana yang sempat tertunda, namun kala itu dibalas dengan tanpa tanya dan tanpa komentar, kami merasa puas dan menikmati apa yang telah tersedia. Tak lama kami di rumah Irmawati, menyusul pemuda teman kami juga yang tak kala ngaco saat kami berkumpul, sapaannya kadang Alex dan kadang pula Tiara, namun sebenarnya nama lengkap beliau adalah Hamzah. Di samping itu, tak lama kemudian juga disusul kawan Ismail dan Hamdani.

Kami berjalan dan mengelilingi kampung itu, salah satu dari kami yakni Sadli, bereaksi dengan mencari titik-titik pemasangan Wifi yang bisa ditempati untuk menangkap jaringan, hingga kami pun menanjak gunung sedikit untuk mengetes aksi-aksinya itu. Kata Sadli, kalau semisal berhasil memasukkan WiFi di kampung itu, tentu berpotensi besar untuk dapat menambah pundi-pundi rupiah.

Sama seperti suasana kampung pada umumnya, kampung desa Seppong juga tak kalah menarik dengan kampung-kampung yang lain. Di samping rumah juga terdapat aliran sungai yang bersumber dari pegunungan. Di sepanjang jalan juga terlihat banyak pohon kelapa yang berdiri kokoh dan subur, dan mungkin masyarakat yang tinggal di daerah itu salah satu penghasilannya bersumber dari kelapa. Namun menurut analisis saya, tempat itu mayoritas warganya bekerja sebagai petani.

Tanpa terasa waktu yang telah kamu lalui untuk berbincang dengan iringan canda dan tawa. Ternyata waktunya telah mengingatkan kami untuk segera balik dari rumah Irmawati. Sekitar pukul 5 sore, kami melanjutkan perjalanan untuk arah pulang, dan rejeki kembali menempel dan kami singgah di daerah Somba, rumah temannya Salmiati, namanya saya tidak tahu terlalu tahu persis.

Lagi-lagi kami dihidangkan makanan, memang beruntung kala itu rejeki selalu berdatangan, dan sembari memperkuat silaturahmi kami. Sekitar jam 10 malam, kami baru bisa balik pulang menuju Majene kota.

Acara kumpul, silaturahmi, dan membuat acara bisa menjadi hal yang patut untuk dilestarikan. Selain dapat banyak belajar hal tentang sesuatu, juga dapat menjadi momen untuk mengurangi stres dan kepusingan. Entah sampai kapan dan kapan lagi acara akan diadakan, namun yang terpenting sebenarnya bahwa momen demikian akan tetap membekas dalam pikiran maupun melalui karya sastra seperti yang bisa dibaca sekarang ini, sekian dan terimakasih semua. 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak