Ketika Mas Gagah Pergi (KMGP) adalah cerita karya Helvy Tiana Rosa. Mula-mula dimuat dibuat sebagai tugas perkuliahan Ismail Marahimin, 1992. Kemudian diterbitkan di majalah Annida, 1993.
Tak dikira, cerpen ini meledak. Melambungkan nama Helvy Tiana Rosa di kalangan remaja pencinta fiksi islami sekaligus meroketkan tiras majalah Annida.
Ketika akhirnya, diterbitkan dalam bentuk buku bersama cerita-cerita lain, tahun 1997, Ketika Mas Gagah Pergi kembali menorehkan capaian luar biasa. Bukunya terjual 10.000 eksemplar bahkan sebelum selesai cetak.
Ketika Mas Gagah Pergi menceritakan Gagah, mahasiswa Universitas Indonesia semester akhir. Dia sangat dicintai adik perempuan semata wayang dan ibunya. Dia juga menjadi idola bagi remaja putri di sekeliling keluarga mereka. Sebab Gagah tidak hanya memilih paras menawan, postur tinggi gagah, tapi juga cerdas dan supel.
Banyak gadis mengerubutinya. Mencoba menarik simpatinya. Berharap dipacari oleh kakak Gita. Tapi, Gagah bergeming. Dia memilih berteman dengan siapa saja.
Suatu ketika, sepulang dari KKN, Gagah berubah. Dia jadi lebih alim dan kalem. Lingkaran pertemanannya juga berubah. Dia tidak lagi suka kongkow-kongkow di kafe bersama anak-anak muda gaul.
Sebaliknya, dia lebih sering menghabiskan waktu untuk mengaji bersama pemuda-pemuda masjid.
Yang membuat Gita geram, Gagah emoh salaman dan berduaan dengan gadis-gadis populer di sekeliling mereka. Apa sesungguhnya yang terjadi?
Gita sedih. Dia merasa kehilangan abang kesayangan sekaligus kakak kebanggaan. Sampai suatu ketika, Gagah mengajak Gita ke sebuah acara pengajian.
Di tempat itulah persepsi Gita soal abangnya berubah. Gagah tak seaneh yang dia pikirkan. Dia percaya Gagah justru berubah lebih baik, lebih peduli, dan yang jelas, makin taat beragama.
Kendati mulai menaruh simpati kepada kakaknya, Gita belum merasa perlu untuk berhijrah, menuruti jalan sang abang.
Lalu lewat serangkaian diskusi dan obrolan panjang dengan Nadia Hayuningtyas, gadis muda yang kuliah di Amerika Serikat dan justru memutuskan mengenakan jilbab semasa menimba ilmu di sana, Gita merasa terketuk pintu nuraninya.
Gita ingin berubah lebih baik. Dia ingin jadi muslimah yang semakin cinta dan taat pada Sang Maha Pengasih.
Namun di saat Gita memulai langkah pertama hijrah, musibah tragis melantakkan nasib keluarga mereka.
Sebagaimana pengantar Ismail Marahimin dalam buku ini, Ketika Mas Gagah Pergi dan cerita-cerita lain menyuguhkan imajinasi dan kreativitas pengarang yang sangat luar biasa. Cerita-cerita dalam buku ini, enak dibaca dengan muatan keislaman yang pekat namun tidak intimidatif dan tidak menggurui. Buku ini amat layak dibaca dan diresapi, terutama oleh kalangan muda.
Buku ini pula yang kemudian menjadi penghela gerbong kereta bagi cerita-cerita bermuatan islami bagi kaum muda.