Supeno, Menteri Pembangunan dan Pemuda yang Ditembak Mati oleh Belanda

Hayuning Ratri Hapsari | Budi Prathama
Supeno, Menteri Pembangunan dan Pemuda yang Ditembak Mati oleh Belanda
Supeno (Wikipedia)

Mendengar nama Supeno mungkin sedikit orang mengenalnya sebagai pahlawan bangsa. Padahal, kiprah dan perjuangan Supeno untuk kemerdekaan Indonesia juga amat besar.

Supeno termasuk pemuda sederhana yang diangkat menjadi Menteri Pembangunan dan Pemuda pada masa pemerintahan Soekarno, tetapi hanya sedikit orang yang mengenal sosoknya, termasuk para stafnya sendiri.

Namun, satu hal yang tak bisa dipungkiri, pada masa perang setelah memproklamirkan kemerdekaan (1945-1950), Supeno turut andil untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan.

Supeno lahir pada 12 Juli 1916, anak dari Soemarno seorang pegawai stasiun kereta api Tegal, seperti yang ditulis dalam buku "Pahlawan-Pahlawan Bangsa yang Terlupakan" karangan Johan Prasetya.

Masa pendidikan Supeno dapat bersekolah di Algemene Middelbare School (AMS) di Semarang, kemudian melanjutkan di sekolah tinggi teknik (Technische Hogeschool) di Bandung.

Namun, hanya berselang dua tahun berada di sekolah tersebut, karena pindah ke sekolah tinggi hukum (Recht Hogeschool) di Jakarta. Di kota itu, Supeno menjadi ketua asrama di Perkumpulan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI).

Karier politik Supeno diawali setelah bergabung dengan kabinet Amir Sjarifuddin II (3 Juli 1947-19 Januari 1948), namun kabinet tersebut tidak berselang lama kemudian jatuh karena adanya Perundingan Renville yang dinilai merugikan kepentingan RI pada Januari 1948. Kondisi itu pulalah, hasil Perundingan Renville terjadi unsur pro dan kontra.

Masalah lain yang menyebabkan jatuhnya kabinet tersebut dengan terjadinya dualisme TNI, yakni TNI dan TNI Bagian Masyarakat. Posisi Amir Syarifuddin pada waktu itu berpendapat bahwa tentara harus mengetahui politik, supaya ketika terjadi perang memuncak tentara dapat ambil sikap.

Akan tetapi, dualisme itu ditentang habis oleh PNI dan Masyumi yang menyebabkan kabinet tersebut jatuh.

Perpecahan pun semakin tidak dapat dihindarkan lagi, akhirnya kelompok Amir Syarifuddin terpecah menjadi Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang terdiri dari organisasi-organisasi dan partai-partai kiri yang melakukan oposisi di bawah pemerintahan Amir Syarifuddin, dan Gerakan Revolusi Rakyat (GRR) di bawah pimpinan Dr. Muwardi.

Supeno waktu itu memisahkan dari kubu Amir Syarifuddin karena perbedaan pandangan politik. Kemudian ia diangkat menjadi Menteri Pembangunan dan Pemuda pada kabinet yang dipimpin Muhammad Hatta.

Kondisi itu membuat golongan kiri mengecam Supeno dan menganggapnya sebagai pengkhianat. Akan tetapi, Supeno dengan tegas mengatakan bahwa ia masuk kabinet atas kesadaran politik pribadi dan tidak mewakili golongan kiri.

Pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan Agresi Militer II. Belanda pun menyerang dan menduduki Yogyakarta, beberapa pemimpin negara ditangkap, termasuk Soekarno dan Muhammad Hatta yang juga diasingkan ke luar pulau Jawa.

Sementara, Supeno bersama beberapa menteri lainnya mengungsi ke luar kota dan bergabung dengan Angkatan Perang dalam perlawanan gerilya.

Pada 24 Februari 1949, Belanda menangkap Supeno dan langsung menembak mati di tempat yang sama. Setahun setelahnya, jenazah Supeno dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta. Ia dianugerahi gelar pahlawan nasional sesuai SK Presiden RI No.039/TK/Tahun 1970 tanggal 13 Juli 1970.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak