Dari sekian banyak pesawat yang pernah dioperasikan oleh pihak TNI-AU atau yang dulunya merupakan AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia), mungkin pesawat ‘Cureng’ merupakan satu dari sekian banyak pesawat yang memiliki rekam jejak sejarah besar bagi dunia penerbangan Indonesia.
Pesawat yang sejatinya merupakan buatan Jepang yang kemudian dirampas oleh pihak Indonesia ini memang sangat penting dalam sejarah penerbangan militer di Indonesia, khususnya dalam membentuk calon-calon pilot AURI atau TKR (Tentara Keamanan Rakyat) kala itu.
Pesawat yang cukup ikonik ini memiliki segudang fakta menarik jika ditelusuri dalam sejarah dinasnya, baik bagi pihak Angkatan Laut Kekaisaran Jepang sebagai pengguna pertamanya maupun bagi pihak TKR yang dipergunakan untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari serangan Belanda pada masa revolusi.
1. Pernah Digunakan Sebagai Pesawat 'Kamikaze'
Pesawat Cureng ini sendiri selain berfungsi sebagai pesawat latih juga dipergunakan sebagai pesawat serang bunuh diri atau lazim dikenal dengan pesawat ‘Kamikaze’. Hal ini dipergunakan oleg pihak Angkatan Laut Kekaisaran Jepang dalam memasuki akhir-akhir masa perang pasifik di tahun 1945.
Dilansir dari wikipedia.org, Pesawat yang dijuluki sebagai “Red Dragonfly” atau “Si Capung Merah” ini pernah menenggelamkan sebuah kapal destroyer Amerika Serikat USS Callaghan pada 28 Juli 1945.
Divisi yang bertanggungjawab dalam dalam peristiwa tersebut adalah Kamikaze Special Attack Corps 3rd Ryuko Squadron. Tercatat peristiwa tersebut merupakan penenggelaman kapal dengan taktik kamikaze terakhir yang tercatat dalam sejarah Perang Dunia II.
2. Diproduksi dalam Jumlah Sangat Banyak
Pesawat yang sejatinyang memiliki kode penyebutan ‘Willow’ bagi blok sekutu kala itu diproduksi dalam jumlah yang cukup banyak.
Dilansir dari tni-au.mil.id, pesawat ini diproduksi sebanyak 5.591 buah, sedangkan melalui data yang disebut oleh Wikipedia.org, pesawat ini diproduksi dan dioperasikan oleh pihak Angkatan Laut Kekaisaran Jepang sebanyak 5.770 unit.
Selain itu, pesawat ini juga memiliki versi floatplane atau pesawat amfibi yang dikenal dengan varian K5Y2 dan K5Y3 yang ditenagai oleh mesin tunggal Hitachi Amakaze 11 dan 21 yang mampu menggerakkan pesawat latih dua kursi ini dengan kecepatan sekitar 200 km/jam.
Meskipun tidak memiliki kecepatan yang tinggi, akan tetapi pesawat ini terkenal cukup lincah dalam bermanuver di udara.
3. Kenyang Pengalaman dalam Dinas Penerbangan Militer Indonesia
Pesawat ini juga memiliki pengalaman tempur yang cukup banyak dalam sejarah penerbangan militer bagi Indonesia. Meskipun sejatinya digunakan sebagai pesawat latih, akan tetapi pesawat ini ternyata seringkali turun dalam medan pertempuran di Indonesia.
Misi pertempuran yang paling membekas dalam dinas militer angkatan udara Indonesia saat itu tentunya adalah pemboman tangsi-tangsi Belanda yang berada di Salatiga dan Ambarawa.
Dilansir dari tni-au.mil.id, saat itu dua pesawat Cureng yang diterbangkan oleh Kadet Suharnoko Harbani dan Kadet Sutardjo Sigit melakukan pemboman ke markas Belanda pada tanggal 29 Juli 1947.
Peristiwa ini selain menandai misi pemboman pertama yang dilakukan oleh pihak Indonesia, juga membuat Belanda kaget karena misi tersebut dianggap misi bunuh diri.
Belum lagi Belanda yang juga diperkuat pesawat P-40 ‘Kittyhawk’ yang secara kekuatan sangat unggul daripada pesawat Yokosuka K5Y ‘Cureng’ yang dioperasikan Indonesia kala itu.
Selain itu, pesawat Cureng ini juga pernah digunakan untuk menumpas gerakan PKI Musso di tahun 1948. Saat itu Kadet Udara I Aryono melakukan misi pemboman di atas langit Purwodadi dalam penumpasan gerakan PKI.
Pesawat ini juga digunakan untuk menjatuhkan logistik semacam obat-obatan dan bahan makanan bagi pihak militer di daerah terpencil
Nah, itulah sedikit kisah pengoperasian pesawat Yokosuka K5Y ‘Cureng’ yang merupakan satu dari sekian banyak pesawat yang pernah dioperasikan oleh pihak militer Indonesia pada saat perang Kemerdekaan.