Pada masa-masa awal kemerdekaan hingga pasca pengakuan kedaulatan oleh Belanda, Indonesia sedang giat melakukan pembangunan beragam infrastruktur guna menunjang pembangunan nasional. Salah satu kegiatan yang menunjang kegiatan pembangunan nasional kala itu adalah lini transportasi, khususnya transportasi udara. Pada dekade 1950-an tentunya penerbangan sipil di Indonesia memiliki satu-satunya maskapai yang beroperasi, yakni GIA (Garuda Indonesia Airways).
Namun, ternyata dari pihak militer pada masa tersebut juga melakukan kegiatan pelayanan penerbangan sipil yang dikenal dengan nama DAUM (Djawatan/Dinas Angkutan Udara Militer). Tentunya keberadaan dinas ini menjadi salah satu tonggak sejarah penting bagi perintisan kekuatan udara dan angkut di lini militer. Seperti apakah rejak jejan dinas penerbangan tersebut? Simak ulasannya berikut ini.
Dibentuk Pada Tahun 1951
Dibentuknya DAUM (Djawatan/Dinas Angkutan Udara Militer) tidak terlepas dari kebutuhan angkutan udara di awal dekade 1950-an yang masih memiliki kekurangan. Meskipun adanya maskapai Garuda Indonesia Airways (GIA) yang menjadi maskapai penerbangan sipil kala itu, tentunya tidak serta merta dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama dari segi kendala keuangan.
BACA JUGA: Kenapa Penis Ereksi Setiap Bangun Tidur, Benarkah Terangsang?
Maka dari itu pada tanggal 21 Maret 1951, berdasarkan surat keputusan KSAU (Kepala Staff Angkatan Udara) membentuk dinas penerbangan angkut dari pihak militer yang kemudian dikenal dengan nama DAUM. Dilansir dari situs aviahistoria.com, awalnya DAUM menjadi bagian dari skuadron udara 2 yang bermarkas di Lanud Tjililitan (Halim Perdanakusuma) sebelum pada akhirnya dibentuk secara terpisah dan bermarkas di Lanud Andir (Husein Sastranegara), Bandung.
Memiliki Tugas Merekatkan Bangsa Selain Tugas Angkut Konvensional
Rekam jejak DAUM dalam persatuan antar etnis dan suku bangsa di Indonesia tentunya tidak dapat dianggap remeh. DAUM secara umum melakukan kegiatan angkutan penumpang dan barang seperti layaknya maskapai penerbangan sipil pada umumnya. Akan tetapi, yang membedakan adalahn untuk tarif penerbangan yang dilakukan dinas ini terbilang sangat murah, bahkan sesekali melakukan penerbangan angkut gratis.
Dinas penerbangan ini juga memiliki tugas lain yakni sebagai penghubung antara pemerintah pusat dengan masyarakat di daerah terisolir dan terpencil kala itu. DAUM menjadi sarana memperkenalkan nilai-nilai Pancasila dan sekaligus sebagai perekat bangsa.
Strategi yang dilakukan dengan menggunakan DAUM adalah umumnya para personilnya juga bekerja sama para petugas dari Departemen Penerangan dan PPFN (Pusat Produksi Film Negara) guna memutar film yang membangkitkan rasa nasionalisme melalui layer tancap. Hal ini tentunya sangat penting sebagai wadah persatuan bangsa Indonesia yang kala itu memang baru merdeka dan mendapat kedaulatan.
Menggunakan Pesawat Konvensional dan Amfibi Dalam Tugasnya
DAUM memang menggunaka beragam aspek dan sarana yang dirasa dapat menunjang tugas mereka. Dari segi ketersediaan pesawat, DAUM umumnya menggunakan pesawat angkut konvensional seperti Dakota DC-3 atau C-47 yang menjadi pesawat angkut andalan Indonesia pada dekade 1950-an.
Selain itu, guna memperlebar jangkauan daerah di pedalaman, DAUM juga menggunakan beberapa pesawat amfibi seperti De Havilland DHC-3 Otter yang dikenal sebagai pesawat angkut amfibi yang dapat mendarat di sungai maupun danau karena ukurannya yang tidak terlalu besar. Meskipun di era kini keberadaan DAUM telah dihapuskan, akan tetapi tugasnya masih dilakukan oleh skuadron udara 2, skuadron udara 31 dan skuadron udara 32 TNI-AU.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS