Ulasan Novel 'A Moment to Decide', Belajar Bijak Menentukan Pilihan

Hernawan | Fathorrozi 🖊️
Ulasan Novel 'A Moment to Decide', Belajar Bijak Menentukan Pilihan
Buku A Moment to Decide (Dok. Pribadi/Fathorrozi)

Asyik dan memukau. Inilah kesan pertama saya saat membaca novel Islami berjudul A Moment to Decide ini. Mulanya agak ragu membacanya sampai tuntas, sebab sampulnya yang berjudul bahasa Inggris seolah mendeskripsikan banyak percakapan dan istilah asing yang berserakan dalam novel ini.

Ternyata tidak demikian. Novel ini sungguh sama sekali tidak serumit yang ada dalam pikiran pertama saya. Dari lembar pertama saja, pembaca akan digiring ke deretan kisah selanjutnya. Pembuka kisahnya menawan dan membuat pembaca penasaran ingin menuntaskan kisah hingga ke "tetes" terakhir.

Novel ini tentang pria mualaf asal Seoul, Korea Selatan yang bekerja di perusahaan elektronik multinasional sebagai staf marketing di Indonesia. Pria tersebut bernama Lee Joo Hown. Ia pindah ke Indonesia berkat usul salah satu imam masjid di Seoul yang mengatakan bahwa di Indonesia setiap tiba waktu salat selalu terdengar suara azan dari pengeras suara masjid. Maksud pindahnya ke Indonesia juga lantaran keinginannya untuk mendalami ajaran agama Islam.

Atas saran Rudi, office boy yang sekaligus teman di musala dekat perusahaan, Joo Hown belajar Islam di sebuah pesantren di Bogor setiap hari Minggu. Ia belajar kepada Ustaz Agus, kenalan Rudi dan kepada Ustaz Ahmad.

Dalam perjalanan pertama kalinya menuju pesantren, di gang kecil, Joo Hown nyaris menabrak seorang santri yang lari terburu-buru. Karena terkejut, santri berjilbab dan bergamis putih tersebut terjatuh. Barang-barangnya yang dibawa berserakan di aspal. Ia berjongkok merapikan barang-barangnya. Joo Hown juga mendekat dan ikut membantu.

Bukan pertama kali Joo Hown melihat gadis berjilbab, tetapi tidak seindah ini. Wajahnya begitu mungil, putih dan berseri. Beberapa detik lamanya jantung Joo Hown berdebar lembut dan berirama. Sejak pandangan pertama itu Joo Hown sudah tak kuasa menaklukkan hatinya.

Sampai di asrama, santri cantik bernama Riana itu menceritakan kepada kedua temannya, bahwa baru saja ia bersitatap dengan artis Korea yang sangat tampan dan fasih berbahasa Indonesia.

Setelah beberapa pertemuan Joo Hown belajar Islam kepada Ustaz Ahmad, ia disarankan untuk segera mencari pasangan agar tidak sepi menjalani hidup. Ustaz Ahmad pun menyodori sembilan foto santri putri dan ustazah untuk dipilih Joo Hown sebagai calon istrinya. Dan ia memilih foto kesembilan yang ternyata adalah Riana putri dari Ustaz Ahmad sendiri. Riana adalah santri cantik yang pertama kali berjumpa dengan Joo Hown di sebuah gang pesantren itu.

Sebagai anak yang patuh kepada orangtua, Riana bersedia dilamar Joo Hown meski ia sendiri merasa belum waktunya menjalani pernikahan. Ia menerima tawaran ayahnya untuk dilamar pria asal Korea, sebab ia tidak ingin menyakiti hati ayahnya. Maka, meski tidak tahu terhadap wajah calon tunangannya, Riana tidak menolak. Ia pasrah kepada keputusan kedua orangtuanya.

Sebab penasaran yang membuncah, kedua teman Riana mengambil gambar Joo Hown saat belajar agama di masjid. Keduanya lalu menyimpulkan bahwa Joo Hown bertubuh pendek, gemuk, tua dan bermata sipit. Padahal yang dipotret oleh kedua temannya itu adalah pria asal Cina yang juga belajar agama kepada Ustaz Ahmad. Riana yang diberi tahu foto tersebut mendadak pingsan. Ia yang cantik, manis dan masih muda sangat ingin mendapatkan calon suami yang tampan dan tinggi tegap sesuai harapan.

Dan begitulah seterusnya. Riana larut dalam kesalahpahaman yang terus menerus tentang sosok Joo Hown. Bahkan, saat ibunya menyodorkan foto Joo Hown yang asli, Riana langsung menyobeknya di luar sepengetahuan ibunya, tanpa melihat foto itu terlebih dulu. Saat mengetahui bahwa Joo Hown itu ternyata pria Korea yang pertama kali berjumpa dengannya di gang pesantren, sontak hati Riana berbunga-bunga dan ceria.

Kisah ini mengandung hikmah agar kita tidak serta-merta menilai orang menurut penilaian "mata sebelah", lebih-lebih penilaian orang lain yang belum pasti kejelasannya. Dengan begitu, kita selayaknya telusuri lebih dulu, lihat dengan mata sendiri dan dengar dari telinga sendiri. Jika telah menemukan kejelasan, baru dapat melanjutkan tindakan dan tahapan berikutnya.

--------------------------------

Identitas Buku

Judul: A Moment to Decide

Penulis: Dian Dhie

Penerbit: Indiva

Cetakan: I, Oktober 2018

Tebal: 288 halaman

ISBN: 978-602-5701-08-5

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak