Review Film 'Injustice', Konflik Batin dan Fisik Antara Batman dan Superman

Hayuning Ratri Hapsari | Adela Puspita
Review Film 'Injustice', Konflik Batin dan Fisik Antara Batman dan Superman
Poster film Injustice (IMDb)

Setelah sukses merilis Batman: The Long Halloween Part 1 & 2, Warner Bros Animation kini menghadirkan film "Injustice" yang disutradarai oleh Matt Peters. Film "Injustice" ini diadaptasi dari video game populer dengan judul yang sama.

Sebagaimana dengan film animasi DC home video lainnya yang memiliki kualitas tinggi, apakah Injustice mampu bersaing dengan film-film sebelumnya?

Menceritakan di salah satu dimensi paralel DC yaitu Earth-22. Joker yang merasa bosan dengan permainan psikologisnya bersama Batman di Kota Gotham kini beralih perhatian ke Kota Metropolis. Ternyata, Joker memiliki rencana besar yang ditujukan kepada Superman.

Lois Lane, pacarnya yang tengah hamil berhasil diculik oleh Joker dan Harley Quinn. Dengan kejam, Joker menanam pemicu bom nuklir di tubuh Lois.

Ketika berhenti, bom tersebut akan menghancurkan Kota Metropolis. Dengan tipu daya yang licik, Joker berhasil memanipulasi Superman dan tanpa sengaja Superman malah membunuh Lois. Akibatnya, satu kota Metropolis musnah oleh ledakan bom nuklir.

Kejadian tragis ini memicu kemarahan Superman, yang kemudian bersumpah untuk membasmi segala bentuk kejahatan dengan ancaman kematian bagi para pelakunya.

Batman yang menyaksikan tindakan yang melampaui batas ini akhirnya membentuk tim untuk menghentikan niat dendam Superman.

Premisnya memang sangat menarik, terutama bagi para penggemar superhero DC. Tradisi panjang dari Batman dengan prinsip dan idealismenya yang sering kali diuji oleh Joker, telah menciptakan identitas kuat bagi sosok Batman sebagai pahlawan yang dihadapkan pada berbagai ujian.

Namun, dalam kisah ini ujian tersebut datang dari Superman, apakah Batman mampu menerima ujian ini? Inilah premis utama cerita ini, Superman memiliki karakter yang berbeda dengan Batman.

Itikad baik belum tentu menghasilkan tindakan baik, dan kini Superman kehilangan kendali dengan menggunakan kekuatannya untuk memaksakan kehendaknya.

Tindakan membunuh dianggap sebagai kode etik tertinggi oleh anggota Justice League sekarang malah menjadi bagian dari repertoar Superman.

Konflik batin dan fisik antara Batman dan Superman menjadi daya tarik utama cerita ini. Batman dikenal karena kecerdasannya, sementara Superman dikenal karena kekuatannya yang luar biasa.

Sayangnya, daya tarik premis ini tidak didukung oleh pengembangan kisah yang kokoh. Salah satu penyebabnya adalah jumlah superhero yang terlalu banyak, mirip dengan video game yang diadaptasinya. Beberapa superhero ikonik DC bahkan tampak melewati cerita tanpa memberikan kontribusi yang signifikan.

Bahkan saat sosok-sosok besar jatuh, tidak ada ikatan emosional yang kuat terjalin dengan penonton. Premis yang menarik perlahan-lahan pudar karena kurangnya pengembangan cerita yang kuat. Klimaks pun terasa kurang memuaskan, hingga menciptakan suasana antiklimaks.

Injustice menghadirkan kisah adaptasi video game superhero DC dengan pengembangan cerita yang tidak memenuhi harapan yang dijanjikan oleh premisnya. Penghargaan untuk video gamenya tercermin dalam aksi "fatality" Superman, di mana ia menghajar musuhnya dengan gaya khasnya.

Meskipun aksi secara keseluruhan memberikan hiburan yang cukup, namun kurang bermakna tanpa adanya dasar kisah yang kuat. Premis sebenarnya memiliki potensi untuk lebih menarik dan intens, terutama jika fokus ditempatkan pada konflik personal antara Batman dan Superman.

"Injustice" ternyata tidak mampu menandingi kualitas film-film animasi DC sebelumnya. Meskipun begitu, kisah film ini masih dapat dianggap lebih baik daripada sebagian besar film DCEU versi bioskopnya.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak