Museum Afandi: Menelusuri Sang Mestro Seni yang Mendunia

Hikmawan Firdaus | Razha Nurfathan Hakim
Museum Afandi: Menelusuri Sang Mestro Seni yang Mendunia
Foto Afandi Berserta Istrinya.(Dokumen Pribadi/Razha Nurfathan Hakim)

Dari luar, Museum Affandi  tampak seperti bangunan sederhana tetapi penuh perhitungan seni, adanya ukiran wajah yang diletakkan pada dinding museum membuatnya nampak unik. Begitu melangkah masuk, dunia lukisan Affandi yang kaya akan kisah hidup dan bentuk ekspresi yang ia tuangkan menggetarkan jiwa pun terbentang luas.

Museum ini bukan hanya sekadar galeri lukisan, melainkan persembahan yang menggambarkan perjalanan seorang maestro seni rupa. Museum Affandi didirikan pada tahun 1962, didirikan dan dikelola secara pribadi hingga menjadi museum yang dilindungi pemerintah.

Saat ini museum Affandi sudah mempunyai tiga galeri dengan bentuk lukisan yang berbeda-beda. Galeri pertama terdapat mobil kuning dengan hint hijau neon yang cukup menarik perhatian, Affandi sendiri menyukai lukisan bergaya naturalis dengan tema self portrait menjadi salah satu karyanya yang sangat terkenal. Pada galeri pertamana ini banyak menunjukkan wajahnya dan keluarga Affandy sendiri. Galeri kedua, kita bisa menemui lukisan-lukisan dari pelukis teman-teman Affandi lainnya. Terakhir pada galeri ketiga yang bangunannya paling menarik terdapat dua lantai, dilantai pertama biasanya difungksikan sebagai tempat pameran.

Affandi sendiri menjadi  seseorang yang memahami arti kesulitan hidup, Affandi menemukan keindahan dalam kesederhanaan, mengekspresikannya dalam lukisan-lukisan naturalis yang kemudian berkembang menjadi ekspresionisme di tahun 1952. Tanda matahari, tangan, dan kaki menjadi ciri khas bagi Affandi dalam mengartikan sebuah lukisan yang bermakna. Kata Affandi “tanpa matahari saya tidak bisa hidup, saya tidak melukis dengan otak tapi naluri dengan tangan, kaki saya gunakan untuk selalu melangkah”.

Ada salah satu karya yang menarik perhatian pada galeri pertama museum Affandi, di balik keindahan karya-karya yang terpampang, terdapat cerita pahit tentang perang dan kekejaman manusia. Lukisan "Burung Mati di Tangan Ku" menjadi lambang kepedihan atas kejahatan yang dilakukan manusia pada alam. Kejadian di mana burung jatuh ditangannya, mati akibat ulah manusia, membangkitkan rasa prihatin dan menjadi titik balik dalam ekspresi lukisannya. Tak hanya tentang kesedihan dan kepedihan, Affandi juga mengekspresikan kegembiraan dan kehidupan sehari-hari. Potret diri dan objek-objek sekitarnya menjadi bagian penting dalam karyanya. Melalui cermin, dirinya sendiri menjadi subjek yang mudah diabadikan, sementara pemandangan di tempat-tempat yang ia kunjungi menjadi inspirasi nyata yang tertuang dalam kanvasnya.

Apresiasi yang diberikan oleh negara kepada Afandi

salah satu tanda kehormatan yang diberikan kepada beliau oleh Presiden Republik Indonesia Dr. H Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2010 di istana presiden.(Dokumen Pribadi/Razha Nurfathan Hakim)
Salah satu tanda kehormatan yang diberikan kepada beliau oleh Presiden Republik Indonesia Dr. H Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2010 di istana presiden.(Dokumen Pribadi/Razha Nurfathan Hakim)

Affandi sering kali mendapatkan undangan dari luar negeri untuk memamerkan lukisannya dan ketikan ia kembali ke tanah air tidak hanya berarti kembalinya Affandi, tetapi juga kembalinya seorang pahlawan seni yang dihormati. Panggilan dari Presiden Soeharto dan mendapat penghargaan berupa Bintang Jasa Utama adalah simbol dari apresiasi negara terhadap kontribusi luar biasa yang telah diberikan Affandi. Ini menandai kehadiran Affandi sebagai seorang seniman besar yang bukan hanya mengukir keindahan dalam karya seninya, tetapi juga menjadi inspirasi bagi generasi masa depan. Hingga pada masa kepresidenan Susilo Bambang Yudoyono, Affandi tetap diakui atas kontribusinya yang luar biasa dalam dunia seni rupa. Penghargaan dari berbagai kepala negara ini bukan hanya sekadar simbol penghormatan, tetapi juga pengakuan atas keistimewaan karya-karyanya yang menembus batas-batas budaya dan menciptakan jembatan antarbangsa melalui seni.

Karya-karya monumentalnya tidak hanya diakui di dalam negeri, tetapi juga mendapat penghargaan dari berbagai negara di Eropa. “Bahkan ketika itu pada tahun 1977 karya Afandi berhasil terjual dengan harga $1.000.000, padahal ketika 1970 lukisan Afandi hanya berkisar di angka Rp. 500.000”. Ujar Hudan Fachri selaku pengelola museum.

Hingga saat ini, lukisan dari Affandi masih menjadi lukisan yang sangat bernilai tinggi. Dedi selaku pemandu museum menambahkan, penghormatan untuk Affandi masih tetap dilakukan setiap tahun dengan mengadakan doa bersama dengan memanggil anak yatim untuk membacakan yasin dipinggir makam dengan untuk mendoakan alm. Afandi dan istrinya.

“Saya sangat senang mengunjungi museum ini. Koleksi seni lukisnya benar-benar menggambarkan kehidupan dan budaya Indonesia banget. Saya juga terkesan dengan suasana museum yang tenang dan nyaman.” Ujar Pandu, salah satu pengunjung museum Affandi.

Jadi, jika mencari pengalaman yang memikat di dunia seni, jangan lewatkan kesempatan mengunjungi Affandi Museum di Yogyakarta. Nikmati keindahan­ karya seni Affandi dan rasakan keajaiban yang tersembunyi dibalik setiap goresan kuasnya.

Artikel ini merupakan hasil dari liputan pribadi-21 November 2023 pukul 14.53 WIB-Papringan Caturtunggal, Sleman, DIY Hudan Fachri (Pengelola Museum)

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak