Humankind: Paradigma dan Realitas Baru Bahwa Manusia Pada Kodratnya Baik

Sekar Anindyah Lamase | Ragil Kristya Aji
Humankind: Paradigma dan Realitas Baru Bahwa Manusia Pada Kodratnya Baik
Buku Humankid: Sejarah Penuh Harapan karya Rutger Bregmen (Ipusnas)

Ketika kali pertama membaca buku ini, pembaca akan segera disuguhkan satu pertanyaan besar yang akan menarik perhatian pembaca untuk menyelam ke dalam seluruh bahasan buku ini.

Berangkat dari satu pertanyaan dasar itu, adalah benang merah yang merangkum sejarah umat manusia semenjak keberadaanya di muka bumi hingga ke masa mutakhir di abad 21. Itu adalah tentang satu soal yang akan diajukan oleh penulisnya: apakah pada dasarnya manusia adalah jahat?

Humankind, buku yang dikarang oleh Rutger Bregman pada 2019 itu—telah diterbitkan dalam banyak versi bahasa—juga telah diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama pada 2020 lalu. Bersampul dalam warna putih dan oranye,  membuatnya nampak tegas sebagai pembungkus 443 halaman isi bukunya.

Lewat kitabnya ini, Rutger Bregman ingin menawarkan suatu paradigma baru, sekaligus mencita-citakan paradigma-shift umat manusia dari yang sebelumnya pernah diyakini: pada kodratnya umat manusia tidaklah jahat, akan tetapi welas asih dan baik. Lalu mengapa?

Lewat sodoran bukti-bukti saintifik yang dipelajarinya selama puluhan tahun, ia ingin merumuskan suatu antitesis dari keyakinan umum yang telah lama kita percayai.

Keyakinan yang mendasari banyak perkembangan pandangan besar dan berpengaruh pada sikap hidup kita dalam memberi persepsi dan menjalin hubungan dengan manusia lain: hasrat dominasi, egoisme,  skeptik, hingga mempengaruhi persepsi dalam memandang diri sendiri sebagai makhluk yang menyukai konflik dan peperangan.  Pendeknya, Rutger Bregman ingin menjungkirbalikkan pandangan bahwa manusia bunkanlah terlahir sebagai makhluk dalam kodrat yang selama ini diyakini.

Rutger Bregman dengan kehati-hatiannya seakan ingin merobohkan pandangan kita terhadap realitas lama kita. Namun tidak berhenti di situ, ia lantas menawarkan satu paradigma yang benar-benar baru. Yakni sebuah cara pandangan untuk memandang manusia terlahir dengan kodratnya yang welas asih, penuh kasih dan baik. Melalui apa penulisnya ingin mengatakan demikian?

Tentunya, ia menyodorkan pendapat ini bukan dengan omong kosong. Ia menjelasakan pendapatnya  berbekal dengan bukti-bukti saintifik, serta  dalam beberapa hal ia juga hendak membongkar bukti-bukti yang selama ini kadung dipercayai sebagai yang saintifik—yang produknya untuk melabeli manusia sebagai makhluk yang jahat—akan tetapi pada kebenarannya adalah riset yang manipulatif dan bohong! Kedengaran provokatif, ya? Tetapi itulah usaha penulisnya.

Ketika menyimak bagian lain buku ini, pembaca akan diajak untuk menilik lagi arsip riset masa lalu, bukti arkeologis dan dokumen-dokumen yang seakan di masa sebelumnya dianggap sebagai rahasia.

Saya yakin Anda akan dibuat kagum dengan ketekunan penulisnya dalam menggabungkan kepingan-keping bukti itu menjadi satu argumen yang kuat untuk membantah cara pandang kita yang lama.

Sekali waktu penulisnya menyusun bukti-bukti prasejarah dari sumber masa silam Afrika, di waktu lain ia menghubungkannya dengan arsip lain dari satu pemukiman penduduk di Amerika modern; membuat pembaca seakan diajak pergi ke masa lalu dan masa kini dalam sekedipan mata—dengan duduk dan membaca saja!

Oh iya, ada satu hal yang menarik di salah satu bagian buku ini. Jika Anda juga membaca Homo Sapiens karya Harari, Anda akan segera menemukan bantahan Rurger Bregman terhadap argumen Yuva bahwa spesies selain Sapiens punah karena genosida dan perang. Menurutnya tidak!

Rutger meyakini spesies selain sapiens gagal menjadi kehidupan yang langgeng karena punah terhadap pengaruh iklim dan hukum alam; pada bagian ini Rutger Bregman mengajukan salah satu bukti lewat tengkorak-tengkorak arkeologis non-sapiens yang rusak karena paruh burung pemangsa besar! Menariknya, Yuval Noah Harari juga memberikan suatu ulasan untuk bantahan yang diajukan oleh Rutger Bregman terhadapnya. Apa yang dikatakannya?

Mari kita simak respon Harari: “Humankind menantang saya dan membuat saya memandang umat manusia dari cara pandang yang sama sekali baru”, tulisnya, yang dikutip di dalam sampul depan buku ini. Sekali lagi, buku ini memang mindblowning!

Lebih daripada Anda akan diajak untuk menyelami dokumen dan bukti-bukti, Anda akan menyimak narasi-narasi menarik Rutger Bregman mengenai bagaimana pandangan lama ini bisa membentuk kita. Dari sana pembaca akan menemukan penjelasan yang subtil tentang bagaimana efek plasebo yang sangat powerfull itu bekerja, sebagaimana efek nosebo menciptakan realitas di sekitar kita, bagaimana beberapa rekayasa riset di masa lalu akhirnya menemui kebenarannya dan bagaimana tokoh-tokoh macheavilian masa lalu menguasai psikologi sosial untuk pada akhirnya mengendalikan pandangan kita. Lagi-lagi hal itu diutarakannya untuk meyakinkan kita bahwa manusia bukanlah makhluk yang selama ini kita persepsikan sebagai yang  jahat, bengis dan suka berperang.

Tentu, Rutger Bregman mengabarkan semua hal itu kepada kita dengan satu cita-cita mulianya: ia ingin manusia memandang dirinya sendiri dan manusia lain sebagai makhluk yang pada kodratnya penuh cinta dan welas asih. Dan karena itu menjadikan buku ini sangat menarik dan layak untuk direkomendasikan.

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak