Review Film The Zone of Interest, Pemenang Oscar Best International Feature

Hernawan | Athar Farha
Review Film The Zone of Interest, Pemenang Oscar Best International Feature
Foto Film The Zone of Interest (IMDb)

"The Zone of Interest", film arahan Jonathan Glazer dari rumah produksi A24, dengan pemeran utama Christian Friedel sebagai Rudolf Hoss dan Sandra Huller sebagai Hedwig Hoss, menjadi perbincangan hangat saat meraih piala Oscar 2024 dalam kategori Best International Feature dan Best Sound. Dengan durasi sekitar 1 jam 45 menit, film ini sudah bisa ditonton di bioskop tertentu di Indonesia sejak 6 Maret 2024. 

Film "The Zone of Interest" didasarkan pada novel terbitan tahun 2014 dengan judul yang sama karya Martin Amis. Kisahnya berlatar belakang di Auschwitz selama periode Holocaust dan fokus pada kehidupan sehari-hari Rudolf dan Hedwig Hoss, seorang komandan SS di Auschwitz, dan keluarganya. Yang ternyata, mereka hidup bahagia, seolah-olah nggak terjadi apa-apa di sebelah ‘kamp konsentrasi’.

Ulasan: 

"The Zone of Interest" menghadapi tema yang sangat sensitif dengan mengeksplorasi kehidupan sehari-hari keluarga seorang komandan di Auschwitz selama masa Holocaust. 

Holocaust adalah pembantaian yang sistematis oleh rezim Nazi Jerman selama Perang Dunia II, di mana orang-orang Yahudi saat itu dibantai. Selain Yahudi, target Holocaust juga mencakup kelompok lain seperti Romani, orang dengan disabilitas, dan kelompok etnis lainnya. Ini merupakan tragedi besar dalam sejarah yang mengekspos kekejaman dan kebijakan diskriminatif Nazi.

Penggambaran dalam Film The Zone of Interest menciptakan ketegangan, antara kehidupan yang tampak biasa dan kekejaman yang terjadi di kamp konsentrasi (tempat pembantaian manusia yang terletak di dekat rumah sang komandan). Dengan fokus pada kehidupan keluarga Hoss, film ini menghadirkan sebuah rumah tangga yang tampak konvensional di tengah-tengah kejahatan yang sistematis. 

Glazer dengan lihai menunjukkan kehidupan sehari-hari Rudolf dan Hedwig Hoss beserta lima anak mereka yang tampaknya normal. Namun, menjadi sangat disturbing bagi penonton akibat musiknya yang terdengar sangat mengganggu pikiran, juga oleh karena 'latar belakang' kamp konsentrasi yang terlihat melalui kawat berduri di halaman rumah mereka. 

Pendekatan itu menciptakan ketidaknyamanan tersendiri buatku untuk mengikuti karakter yang sejauh ini dianggap sebagai tokoh antagonis dalam sejarah. 

Keputusan Glazer untuk nggak menjelaskan secara langsung ideologi Nazi, terpancar dari scene Rudolf dan Hedwig yang nggak berkata-kata secara eksplisit tentang keyakinan mereka, melainkan memperagakan dan mewakili ideologi tersebut melalui tindakan mereka sehari-hari. Ini memberikan gambaran tentang bagaimana kejahatan bisa menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari tanpa retorika yang menggelegar.

Alurnya cenderung lambat, itu membuat "The Zone of Interest" bisa menjadi ujian kesabaran dan tantangan tersendiri untuk nonton sampai akhir. Keputusan sutradara untuk memilih tempo yang lambat mungkin bertujuan menciptakan kedalaman emosional dan atmosfer yang intens. Namun, pengorbanan kesabaran penonton adalah pertimbangan yang penting, dan nggak semua orang memiliki toleransi yang sama terhadap tempo yang lambat. Ini bisa menjadi siksaan bagi penonton yang mencari pengalaman lebih dinamis atau cepat. 

Meskipun film ini mendapat kritik karena dianggap terlalu tegas dan jelas, pendekatan unik Glazer untuk mengeksplorasi tema sensitif ini berhasil memberikan pemahaman yang mendalam, tentang bagaimana kekejaman bisa meresap ke dalam kehidupan sehari-hari tanpa perlu dijelaskan secara eksplisit. Skor dariku: 8/10. Mau nonton film ini? Pokoknya jangan dalam keadaan lelah, ya. 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak