Film Indonesia terbaru, "Bonnie", mencoba menjelajahi genre action dengan penuh ambisi, tapi sayangnya, nggak mampu sepenuhnya memenuhi ekspektasi. Disutradarai oleh Agus H Mawardy, film ini sudah tayang di bioskop-bioskop Indonesia sejak 29 Februari 2024.
Film Bonnie mengisahkan perjalanan remaja perempuan bernama Bonnie (diperankan Livi Ciananta), yang memiliki keahlian bela diri luar biasa. Bonnie menghadapi masalah di sekolah karena sering terlibat dalam perkelahian.
Konfliknya nggak hanya berhenti di situ, karena keluarganya ternyata terlibat bentrok dengan gangster. Hal ini membuat Bonnie menjadi buruan dan menghadapi ancaman dari lawan ayahnya, Paul (diperankan oleh Max Metino).
Bonnie, sebagai karakter yang mahir bela diri, pada dasarnya membawa dinamika yang menarik ke dalam cerita. Kemampuan bela dirinya menjadi elemen sentral yang memengaruhi hubungan Bonnie dengan lingkungannya, baik di sekolah maupun dalam konflik keluarga.
Dari satu sisi, keahlian bela diri Bonnie menciptakan gambaran tentang keberanian, ketangguhan, dan kemampuan bertahan perempuan di dunia yang keras.
Hal ini menjadi inspiratif, khususnya bagi penonton perempuan, untuk melihat karakter yang mampu mengatasi berbagai rintangan dengan kekuatan fisik dan mental.
Namun, perlu diperhatikan bagaimana film menggambarkan keahlian bela diri Bonnie. Apakah aspek emosional dan intelektual karakter ini juga dieksplorasi dengan baik? Apakah kemampuan bela diri diintegrasikan secara cerdas dalam perkembangan karakternya?
Ya, pertanyaan begini bisa saja muncul, jika kemampuan bela diri Bonnie hanya diperlihatkan sebagai alat untuk menghadapi konflik fisik tanpa menggali dimensi lain dari kepribadiannya.
Ekspektasiku sejak awal sebenarnya lumayan tinggi, dikarenakan premis tampak menjanjikan konflik yang tegang. Namun, film ini malah jadi kayak kesulitan bercerita.
Alur terasa seperti sinetron dengan kesulitan menemukan konflik yang kuat. Konfliknya, baru benar-benar terbuka ketika Paul (Max Metino) mengejar Bonnie. Namun, sayangnya, scene itu, interaksinya terlihat kaku.
Dalam aspek visual, film ini menghadirkan tampilan dengan pengambilan gambar dan warna yang terkesan jadul. Scoring film, meskipun hadir di setiap adegan, tapi nggak mampu membungkus ketegangan dengan baik.
Dialog yang digunakan terdengar biasa saja, dan sebenarnya agak kurang konsisten, terutama dalam upaya menciptakan kesan badas yang seharusnya melekat pada film aksi.
Kekurangan lainnya terletak pada repetisi adegan perkelahian tanpa henti. Adegan perkelahian seakan menjadi fokus utama tanpa menyertakan kualitas cerita yang mendukung. Bahkan, beberapa dialog terdengar terlalu baku untuk film semacam ini.
Walaupun demikian, Sutradara Agus H Mawardy yang berani mengambil risiko menjelajahi genre action di industri film Indonesia, patut diapresiasi. Meskipun "Bonnie" memiliki kekurangan, keberanian untuk memperkenalkan genre yang belum terlalu banyak dieksplorasi layak mendapatkan perhatian penonton.
Pada akhirnya, "Bonnie" memberikan kita gambaran bahwa eksplorasi genre action di Indonesia masih dalam tahap pengembangan. Meskipun nggak terlalu memuaskan diriku, skor dariku: 6/10. Pokoknya selamat menonton, ya.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS