Film Sujud Terakhir Bapak merupakan adaptasi dari novel karya Penulis Alfian N. Budiarto, yang sudah tayang di Klik Film sejak 10 April 2024. Film ini disutradarai oleh Reka Wijaya, dan dibintangi oleh Indro Warkop, Rey Mbayang, Shenina Cinnamon, Aulia Sarah, Alessia Cestaro, Maisha Kanna, dan para pemeran pendukung lainnya. "Sujud Terakhir Bapak" menjadi salah satu film yang mengusung tema ‘pentingnya keluarga dalam kehidupan’.
Pada dasarnya, kisahnya berpusat pada Pak Pras (Indro Warkop) yang menjalani kehidupan bahagia bersama istrinya, Marlina (Aulia Sarah), dan dua anak mereka yang sedang beranjak dewasa, Redam (Rey Mbayang) dan Cemara (Maisha Kanna). Sebagai seorang Muslim yang taat, Pak Pras menjadi panutan dan pemimpin yang baik bagi keluarganya.
Nah, Redam yang sedang mencari pekerjaan, ternyata menjalin hubungan serius dengan Andaru (Shenina Cinnamon), sosok gadis Kristen. Ketika Redam mengunjungi rumah Andaru, hubungan mereka ditolak keras oleh ibu Andaru, Yohana (Alessia Cestaro), karena perbedaan agama. Redam agak penasaran karena ibunya Andaru tahu Redam seorang muslim. Kok bisa ya?
Nah, suatu ketika Marlina menemukan nota pembelian baju yang nggak dikenalnya di laci suaminya, Pak Pras, yang memicu pertengkaran di depan Redam dan Cemara. Keesokan paginya, saat sedang melaksanakan salat subuh, Pak Pras meninggal dalam sujud di depan keluarganya. Kejutan di tengah pemakaman yang bikin Redam sekeluarga kaget ialah saat melihat Yohana dan Andaru datang melayat.
Ulasan:
Scene menyedihkan dalam film "Sujud Terakhir Bapak" benar-benar bikin mataku berkaca-kaca. Momen ketika Pak Pras ada kesalahpahaman dengan istrinya, cukup bikin aku kesal. Namun, ketika Pak Pras meninggal saat shalat subuh, itulah satu-satunya adegan paling mengharukan dalam film ini. Musik latarnya yang melankolis semakin menambah nuansa sedih, bikin hatiku terasa mellow.
Adegan kematian Pak Pras di kala sujud salat subuh, seolah-olah menggambarkan hal-hal baik yang sudah Pak Pras lakukan sepanjang hidupnya. Akan tetapi, pertanyaan itu nggak begitu saja diungkap, dan ini satu-satunya alasan diriku mau nonton sampai akhir.
Namun, aku harus jujur, ada beberapa elemen dalam cerita yang terasa terlalu dibuat-buat dan sulit aku terima. Salah satu hal paling mengganggu diriku adalah kebetulan yang sangat nggak masuk akal antara Redam dan Andaru. Dari jutaan manusia di dunia ini, bagaimana bisa Redam menjalin hubungan dengan Andaru, yang ternyata ibunya Andaru memiliki keterkaitan yang sangat kebetulan dengan masa lalu ayah kandung Redam (Pak Pras)? Wow!
Jujurly, aku nggak mempermasalahkan plot yang mengangkat tema perbedaan agama, karena ini adalah isu yang relevan dan penting untuk dibahas. Namun, yang menjadi masalah adalah cara cerita ini disusun. Pertemuan dan hubungan antara Redam dan Andaru terasa terlalu kebetulan, apalagi dengan latar belakang ibu Andaru yang memiliki sejarah kisah dengan Pak Pras. Rasanya sulit dipercaya bahwa semua ini bisa terjadi begitu saja tanpa kesengajaan yang berlebihan dari penulis cerita. Kebetulan yang dibuat-buat ini membuat alur cerita terasa kurang alami dan maksa.
Film ini mencoba membangun lapisan misteri terkait Pak Pras, yang dibuka selapis demi selapis seiring berjalannya cerita. Namun, masalahnya adalah durasi film yang terasa terlalu pendek untuk mengembangkan semua elemen plot dengan baik. Dengan durasi hanya sejam lebih dikit, film ini terasa prematur dan terburu-buru dalam menyampaikan ceritanya. Padahal, dengan waktu yang lebih panjang, penonton bisa diajak lebih mendalami karakter dan konflik yang ada, sehingga cerita bisa terasa lebih matang dan nggak terburu-buru.
Belum lagi soal pengungkapan kebenarannya. Bisa mudah sekali, hanya dengan sepucuk surat dan semuanya terbongkar. Ah, kenapa harus semudah itu? Mungkin karena aku sudah berekspektasi terlalu tinggi, jadinya kecewa begini.
Namun, penampilan Indro Warkop dan Shenina Cinnamon, keduanya berhasil memberikan penampilan yang oke dan menghidupkan karakter mereka dengan baik. Indro Warkop mampu menampilkan sosok ayah yang penuh kasih dan kebijaksanaan, sementara Shenina Cinnamon berhasil mencuri perhatianku dengan performanya. Sayangnya, Rey Mbayang sebagai Redam, kurang berhasil mencuri perhatianku. Padahal, sebagai salah satu tokoh utama, peran Redam seharusnya bisa lebih kuat dan menarik.
Gitu, deh. Pada dasarnya "Sujud Terakhir Bapak" memiliki potensi besar dengan tema yang mendalam dan relevan. Namun, sayangnya eksekusinya terasa kurang maksimal. Momen-momen emosional yang kuat seperti kematian Pak Pras saat shalat subuh memang menjadi sorotan, tapi banyak aspek lain yang terasa kurang matang. Kebetulan yang dibuat-buat dan durasi yang terlalu pendek menjadi kelemahan utama film ini.
Bagiku, film ini tampaknya bisa menjadi lebih baik jika diberikan waktu yang cukup untuk mengembangkan plot dan karakter-karakternya. Dengan durasi yang lebih panjang, penonton bisa lebih memahami latar belakang dan motivasi setiap karakter, serta merasakan perjalanan emosional mereka dengan lebih baik. Selain itu, mengurangi ‘kebetulan’ yang terlalu dipaksakan akan membuat cerita terasa lebih natural.
Meskipun begitu, "Sujud Terakhir Bapak" tetap memiliki momen-momen yang mengharukan dan bisa menyentuh hati penontonnya. Skor dariku yang notabene bukan pembaca novelnya adalah: 6/10. Ini subjektif ya. Barangkali versi novel jauh lebih baik dari film. Semoga saja suatu saat aku bisa membacanya. Kamu sudah nonton filmnya belum? Buruan ditonton, mungkin kita bakal berbeda pendapat. Ups.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.