Seri "KANCIL" merupakan serial cerita anak terbitan Gramedia Pustaka Utama yang bertujuan mengembangkan minat baca dan memperkaya alam pikiran anak-anak.
Pada seri Kancil berjudul Dewa Mabuk, ceritanya ditulis dengan apik oleh Arswendo Atmowiloto, seorang penulis dan jurnalis yang karya-karyanya banyak diminati semasa hidupnya.Dewa Mabuk bercerita tentang sebuah keluarga dengan empat orang anak, Bonang, Arimbi, Soni, dan Pram. Adapun sudut pandang penceritaan melalui tokoh Arimbi.
Keempat bersaudara tersebut memiliki ayah dengan sifat keras dan disiplin. Piring makan mereka harus bersih, tak boleh ada makanan tersisa. Saat makan, gigi tidak boleh menyentuh sendok sehingga menimbulkan bunyi, tidak boleh mandi di sungai, dan banyak aturan lainnya. Jika mereka melanggar, maka harus siap menerima hukuman.
Namun, aturan paling utama adalah mereka dilarang bergaul dengan tetangga mereka, seorang lelaki tua yang dijuluki Dewa Mabuk. Lelaki berbahaya yang gemar mabuk dan pernah membantai anjing-anjing di kampung menggunakan pedang.
“Aku pernah menggigil melihat ia berkelahi dikeroyok anjing. Tetapi peristiwanya bukan itu saja. Pemabuk itu pernah menghajar seseorang yang masuk ke dalam rumahnya. Menghajar dengan pedangnya. Hingga korbannya tak pernah bangun lagi. Ketika dilemparkan ke luar pagar tak bisa bangkit lagi.” (Hal. 44)
Novel Dewa Mabuk penuh kenakalan khas anak-anak. Segala aturan sang ayah kadangkala ditentang Arimbi dan saudara-saudaranya. Dengan segala kecerdikannya, mereka berusaha mengakali sang ayah, seperti mandi di sungai, tidak tidur siang, bahkan mandi tanpa menggunakan sabun.
Lucunya, sepandai apa pun Arimbi dan saudara-saudaranya berulah dan menyembunyikannya dari ayah mereka, tetapi sang ayah akan selalu mengetahui perbuatan mereka. Sampai Arimbi berpikir, jika sang ayah memiliki mata-mata yang mengawasi tindak tanduk mereka.
Kemisteriusan tetangga Arimbi, sang Dewa Mabuk, menjadi poin penting dalam cerita. Isu yang berkembang tentang lelaki tua pemabuk yang hanya makan bangkai tikus atau anjing (karena tak pernah terlihat keluar rumah), rumahnya yang angker karena dikerumuni semak belukar, teriakan-teriakannya di malam hari, membuat sosok Dewa Mabuk begitu ditakuti dan menebar aura mistis.
Padahal sang Dewa Mabuk ternyata tak seburuk yang digambarkan orangtua Arimbi dan orang-orang di kampungnya. Lelaki tua itu bahkan pernah menolong Arimbi dan dua saudaranya yang lain, saat tanggul di kampung mereka ambrol saat banjir.
Membaca novel Dewa Mabuk niscaya banyak pelajaran moral yang bisa diambil. Salah satunya mengajarkan anak-anak untuk lebih kritis dan tak mentah-mentah menerima informasi yang diberikan. Apalagi jika informasi itu hanya cerita yang berkembang dari mulut ke mulut tanpa bisa dibuktikan kebenarannya.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.