Siapa sangka lagu yang dirilis 34 tahun lalu ternyata masih relevan jika diputar di tahun 2024 ini? “Badut-Badut Jakarta” karya God Bless adalah sindiran keras terhadap ketimpangan sosial yang terjadi di Indonesia.
Menjadi salah satu lagu dari album “Semut Merah” yang keluar pada tahun 1988, harus diakui bahwa popularitas lagu ini memang tidak seterkenal lagu-lagu lainnya seperti “Rumah Kita” dan “Semut Hitam”. Berdasarkan data dari Youtube Music, lagu ini berada dalam tingkatan tiga dari bawah dalam segi jumlah pemutaran; tepat di atas lagu “Ogut Suping” dan “Suara Kita”.
Kental dengan sindiran yang terus terang, lagu berdurasi 4 menit 39 detik ini dihiasi oleh vokal dari Donny Fattah Gagola, Ian Antono, dan Jockie Surjoprajogo sebagai chorus. Tambahan warna suara ini membuat “Badut-Badut Jakarta” terasa lebih hidup berkat harmoni suara rendah dan suara tinggi.
Hentakan drum dalam karya ini terasa begitu emosional dan mentah namun memberikan iringan yang pas agar tidak menutupi pesona instrumental musik yang lain. Daya tarik utama “Badut-Badut Jakarta” adalah permainan lead guitar dan rhythm guitar yang saling balas-membalas dan muncul di saat yang tepat untuk menjaga sentimen rasa ‘bersemangat’ tetap tinggi dari awal sampai akhir lagu.
Dari segi musikalitas, bagian bridge yang panjang serta sepenuhnya dipenuhi oleh suara instrumen musik menjadi keunikan yang sudah jarang ditemukan dalam rilisan band-band tradisional dalam beberapa dekade ini. Di bagian ini pula, permainan petikan bass milik Donny Fattah mendapatkan spotlight.
Penulisan lirik “Badut-Badut Jakarta” terdiri atas diksi umum yang secara apik dikemas dalam rima A-A-A-B-B. Subjek badut yang dinyanyikan di lagu ini juga merujuk kepada dua entitas yang berbeda; badut yang ada di jalanan (rakyat) serta badut yang menduduki kursi pemerintahan.
Badut-badut di jalanan
Tumbuh di persimpangan
Hidup terjerat dilema
Kerasnya kehidupan
Masih mampu kau tertawa sambil menari
Walau hatimu uh terasa perih
Masih kau bawakan dongeng-dongeng jenaka
Walau jiwamu penuh luka, terluka
Verse pertama mewakilki jiwa-jiwa tertindas yang masih memaksakan diri untuk tersenyum terlepas dari kesusahan hidup yang mereka alami. Meskipun dalam lirik hanya merujuk ke profesi badut amatir di pinggir jalan, bagian ini juga cukup relatable untuk orang-orang yang minim kesempatan dan hidup di bawah taraf eknomi yang layak.
Ada badut-badut zaman
Dengan wajah transparan
Bermain-main kata gila dihormati
Cari posisi oh penuh ambisi
Lupakan diri sampai yang paling hakiki
Kau tak perduli, ooh ooh
Verse kedua merujuk kepada ‘badut-badut elit’ yang rela melakukan apa saja untuk mendapatkan kehormatan dan posisi. Terdengar tidak asing, bukan? Ketamakan tersebut bahkan bisa membuat seseorang kehilangan hati nurani.
Badut-badut Jakarta tertawa dan menari
Bernyanyi riang walau tanpa hati
Aaa aa aa
Chorus jenius ini berkesan karena berlaku untuk dua entitas ‘badut’ yang dibicarakan dalam dua verse sebelumnya. Mereka yang tertindas tetap menjalani hidup namun hatinya mati rasa karena sengsara; sedangkan yang satunya bersenang-senang karena ia sudah mati rasa untuk peduli pada orang lain.
Genap berusia 36 tahun, pada saat itu lagu ini diluncurkan di masa Orde Baru. Layak disebut sebagai band yang evergreen, God Bless berhasil membuktikan bahwa musiknya memang tidak lekang oleh waktu. Hanya saja, mungkin di versi tahun 2024 ini, perlu ada penambahan lirik yang menjelaskan bahwa sekumpulan ‘badut-badut Jakarta’ yang menjajah Indonesia ini adalah sebuah keluarga badut yang pindah ke Jakarta dari Solo 10 tahun lalu.
Bagaimana pendapat kalian mengenai lagu ini? Semoga sehat selalu untuk eyang-eyang anggota God Bless!