Ulasan Novel The Rest Stop, Anabul Hanya Punya Kita Hingga Akhir Hidupnya

Hernawan | Gita Fetty Utami
Ulasan Novel The Rest Stop, Anabul Hanya Punya Kita Hingga Akhir Hidupnya
Novel 'The Rest Stop' (dokpri/Gita Fetty Utami)

Sobat Yoursay punya hewan peliharaan di rumah? Jika punya, pernahkah sobat bertanya-tanya, apa pendapat hewan tersebut tentang sobat selama merawat dia? Apakah dia puas, kesal, kecewa, atau malah tidak punya perasaan apapun? Soalnya saya pribadi sering bertanya-tanya demikian kepada kucing-kucing di rumah.

Sekilas terdengar random dan tidak jelas, terutama bagi orang-orang yang memilih tidak merawat hewan di rumahnya. Tetapi rupanya pertanyaan yang saya sebutkan di atas, oleh penulis  Mijin Jung dan illustrator Jaseon Gu asal Korea Selatan,  dijadikan premis unik sebuah novel grafis berjudul ‘The Rest Stop’. Novel ini diterjemahkan oleh Dwita Rizki, dan diterbitkan Penerbit Baca pada Mei 2024.

Sebagai seorang yang mendaku sebagai cat lover tentunya saya tak mau ketinggalan, dong, membaca novel yang diberi sub judul ‘Anabul Hanya Punya Kita Hingga Akhir Hidupnya’. Dalam sekali duduk saya langsung menamatkan membacanya. Selain karena novelnya hanya setebal 58 halaman, ceritanya pun ringan. 

Dikisahkan ada sebuah rumah mungil di dalam hutan, yang ditinggali seorang pemuda misterius. Lalu berturut-turut datanglah empat ekor hewan: kucing, hamster, burung parkit, dan anjing. Ternyata rumah tersebut adalah tempat singgah para hewan. Sembari beristirahat, masing-masing hewan mencurahkan isi hati kepada si pemuda,  tentang para pemilik mereka.

Sementara itu di rumah asal para hewan, digambarkan kesunyian yang dirasakan para pemilik setelah hewan-hewan mereka pergi. Pada bagian ini ilustrasi yang ditampilkan terasa menyentuh hati pembaca.

Kemudian tiba saat  para hewan melanjutkan perjalanan. Si pemuda membuka sebuah peta, lalu mengantar mereka hingga ke  perbatasan. Selanjutnya kucing, hamster, burung parkit, dan anjing berjalan ke tempat istirahat terakhir mereka. 

Ada kesan hangat yang tertinggal usai menutup buku ini. Saya pikir hal tersebut muncul dari beberapa hal, antara lain:

1. Ilustrasi yang mendekati realistis

Goresan ilustrasi dalam novel grafis ini menurut  saya terkesan hidup. Kita dapat memahami latar lokasi di dalam sebuah rumah kayu di tengah hutan, dari tone warna yang digunakan. Adegan di luar ruangan juga gamblang untuk dibedakan. Begitu pula gambaran perilaku serta ekpresi para tokoh.

2. Relasi antar tokoh terasa natural

Meskipun baru bertemu, tetapi cara kucing menyampaikan keluhan tentang pemiliknya kepada si pemuda, begitu natural. Pokoknya, terasa wajar dan khas kucing! Demikian pula tingkah parkit yang memang gemar mengoceh. Si pemuda begitu sabar menghadapi mereka.

3. Kisah masing-masing hewan diceritakan dengan  porsi yang pas

Tiap hewan mendapat jatah sama untuk bercerita, mulai dari hal yang tidak mereka sukai hingga hal yang dirindukan dari sang pemilik. Ada pula momen menyentuh ketika si pemuda menyuruh mereka menulis surat perpisahan untuk para pemilik, lalu memasukkannya ke kotak surat.

4. Ending yang melegakan 

Syukurlah pembaca diberi tahu oleh sang penulis, tentang bagaimana keadaan para pemilik. Awalnya mereka merasa sedih, tetapi akhirnya dapat merelakan para hewan tersebut.  Sebab mereka menyimpan memori kebersamaan yang indah di sanubari masing-masing.

Demikian ulasan dari saya. Kalian harus membacanya sendiri, sobat. Saya jamin jiwa kalian bakal terasa hangat pula. 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak