Review Buku Sebuah Kota yang Menculik Kita, Fenomena Sosial dalam Bingkai Puisi

Hayuning Ratri Hapsari | Akramunnisa Amir
Review Buku Sebuah Kota yang Menculik Kita, Fenomena Sosial dalam Bingkai Puisi
Buku Sebuah Kota yang Menculik Kita (Instagram/romzulfalah)

'Sebuah Kota yang Menculik Kita' adalah buku kumpulan puisi karya Romzul Falah. Buku puisi yang pertama kali terbit pada tahun 2022 ini berisi himpunan puisi yang mengangkat tema seputar keluarga, keresahan mengenai isu lingkungan, hingga fenomena sosial.

Tema yang diangkat dalam buku puisi ini cukup unik karena penulis yang terbilang masih muda ini memiliki kemampuan dalam mengeksplor persoalan yang lebih umum dalam masyarakat menjadi sajak-sajak yang mampu menyentuh hati.

Saat beberapa penyair muda lain lebih banyak menulis puisi dengan tema cinta atau hubungan romansa, Romzul Falah justru memiliki keberanian untuk menilik fenomena sosial yang lebih serius.

Misalnya apa yang digambarkan pada puisi berjudul Disaksikan Televisi, Enam Tragedi Hujan, Apakah Batuputih Masih Ada, dan Adalah Air. Puisi-puisi ini adalah sebuah ungkapan keresahan mengenai dampak dari modernisasi hingga sejumlah ironi saat menjadi masyarakat yang hidup di chaos-nya suasana perkotaan.

"Katamu, kota itu melodrama dan kita diminta bertepuk tangan. Menyaksikan masing-masing menyusut di balik gedung dalam cemas sependek gerimis. Pipimu yang tipis ditampar angin, sementara aku semakin berkumis, semakin terjepit oleh bunyi mesin fotocopy"
(hal. 31)

Selain fenomena sosial di atas, ada beberapa puisi yang juga mampu membangkitkan nostalgia terhadap kehidupan masa kecil saat bersama keluarga.

Hal itu tertuang dalam puisi-puisi berjudul Kita Pernah Satu Rumah, Rumah Masa Kecil, dan Menjelang Lebaran di Rumah Nenek. Berikut salah satu kutipan yang memantik kenangan masa kecil yang terasa hangat dan begitu dirindukan.

"Di rumah nenek menjelang lebaran, dapur selalu dekat
dengan syukur, dengan bunyi piring dan serak tuangan air
dari kendi-kendi yang menangkap aroma pagi
Bilik-biliknya tak lagi rapat, dan ketika asap terbit darinya,
aku terbakar kembali, dalam bunga api masa lalu
yang tak kunjung padam."
(hal 20)

Bisa dikatakan bahwa puisi-puisi dari Romzul Falah adalah ungkapan tentang perjalanan personal yang dialami penulis, namun tetap menyisihkan hal-hal yang bersifat universal sehingga masih terasa relate terhadap sudut pandang pembaca.

Menurut saya pribadi, apa yang diungkap dalam buku puisi ini lebih banyak menyerukan perasaan kerinduan. Sebuah bentuk keengganan untuk move on terhadap kenangan akan keluarga, kehidupan di masa lalu, maupun tentang sebuah kondisi di masa silam yang kini telah tersapu perubahan.

Tapi tentu saja, apa yang benar-benar ingin diungkapkan dalam buku puisi ini hanya diketahui pasti oleh penulisnya sendiri.

Bagi pembaca yang ingin menikmati puisi yang berisi perpaduan antara hal-hal personal dan pembahasan universal, Sebuah Kota yang Menculik Kita adalah salah satu rekomendasi buku puisi yang menarik untuk disimak!

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak