Selain pembaca novel, saya juga penikmat cerpen. Alasannya, karena satu cerpen bisa dibaca dalam sekali duduk. Maka, membaca cerpen ini cocok bagi kalian yang setiap harinya disibukkan dengan segala macam aktivitas.
Saya pun demikian. Jika aktivitas sehari-hari sibuk, saya memilih membaca cerpen yang bisa diselesaikan di sela-sela istirahat kerja. Namun, jika waktu tersedia agak senggang dan memungkinkan membaca novel, saya lebih memilih buku novel daripada buku cerpen.
Sebab, bagi saya, jika kegiatan sehari-hari sibuk bahkan super padat dengan pekerjaan, lantas membaca novel, maka bacaan itu akan tersendat-sendat terhalang waktu. Lembar halaman novel tersebut akan penuh dengan lipatan-lipatan sebagai tanda batas bacaan. Dan saat memiliki waktu lowong, hendak kembali membaca novel, seringkali sudah tidak nyambung dengan alur kisah sebelumnya.
Oleh karena itu, membaca cerpen menjadi solusi bagi kalian yang hendak mengisi waktu rehat dari pekerjaan. Selain berguna untuk mengisi kekosongan, membaca cerpen ini bagi saya juga bermanfaat untuk belajar dari kisah. Tak jarang, para cerpenis menyematkan pesan moral tanpa menggurui dalam cerita-cerita yang digarap.
Salah satu cerpenis yang saya senangi karya-karyanya adalah Ni Komang Ariani. Perempuan kelahiran Bali, 19 Mei 1978 itu telah banyak menjuarai lomba menulis cerita, baik yang digelar oleh majalah, tabloid, situs, maupun yang lain. Cerpen-cerpennya juga bertebaran di berbagai media massa nasional, seperti di Harian Kompas, Harian Suara Pembaruan, Koran Sindo, Harian Bali Post, Harian Jurnal Nasional, Majalah Kartini, Majalah Chic, dan yang lainnya.
Ni Komang Ariani pada 14 cerita pendek dalam buku ini menggiring imajinasi kita untuk mengikuti peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam cerita. Menurut saya, Ni Komang Ariani cukup piawai dalam menyeimbangkan aspirasi, permainan, alur, penyusunan bahasa, pelukisan suasana, dan keunikan sudut pandang.
Hal ini bisa kita temukan dalam cerpen bertajuk Lidah, dan Selingkuh. Cerpen Lidah menyuguhkan hal yang tak terpikirkan. Lidah Ketut Rapti, seorang gadis Bali dirasa tidak sempurna, sehingga dianggap akan berdampak kepada image perusahaan. Penolakan itu membawa gelombang merah yang menggulung Ketut Rapti dalam mimpi buruk. Ia merasakan lendir dan hangat pada benda merah berbintik yang ia kenal betul adalah miliknya.
Dalam cerpen Selingkuh, Ni Komang Ariani menyebutkan beberapa alasan yang biasa dilontarkan oleh seseorang yang sudah tidak menyukai pasangannya. Seperti, mengetahui aroma parfum asing di baju pasangannya, pembicaraan di telepon sambil tertawa mesra, menuduh mandul padahal belum pernah cek ke dokter, mulai jarang mengajak ngobrol, tidak lagi tertarik dengan cerita-cerita pasangannya, selalu pulang larut malam, dan lain sebagainya.
Lalu ia selalu pulang malam. Mengatakan tidak ada lagi yang menyenangkan di rumah ini. Mengatakan aku perempuan sakit yang terus-menerus membuntutinya dengan kecurigaan. Ia juga selalu mengkritik apapun yang aku masak sehingga aku berhenti memasak untuknya. Mengkritik tata letak rumah yang menurutnya diatur oleh orang yang berselera aneh. (Halaman 93).
Pendek kata, buku kumpulan cerpen Lidah ini pas jika dibaca di sela-sela aktivitas. Cocok menjadi bahan bacaan yang menghibur, menyenangkan, dan menambah wawasan.
Selamat membaca!
Identitas Buku
Judul: Lidah
Penulis: Ni Komang Ariani
Penerbit: Pustaka Pergaulan
Cetakan: I, Juni 2008
Tebal: 107 Halaman
ISBN: 978-979-15518-4-7
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS