Lika-liku Kehidupan Kembar Siam dalam Buku One Karya Sarah Crossan

Sekar Anindyah Lamase | Ranti Riani Jhonnatan
Lika-liku Kehidupan Kembar Siam dalam Buku One Karya Sarah Crossan
Cover buku One (Goodreads)

Kamu mungkin pernah mendengar yang namanya kembar siam, namun tahukah kamu jika kembar siam terbagi ke dalam beberapa jenis? Salah satunya adalah Ischiopagus yang juga memiliki pembagian tersendiri. Salah satu di antaranya adalah Ischiopagus Tripus dan inilah yang dialami oleh Grace dan Tippi dalam karya Sarah Crossan yang berjudul One.

Disebabkan ketidakstabilan ekonomi yang dialami oleh keluarga Grace dan Tippi, keduanya tak lagi dapat belajar di rumah. Mereka harus pergi sekolah seperti anak-anak lainnya yang mana tentu saja bukan hal yang mudah. Namun, beruntung ada Yasmeen dan Jon yang menjadi teman keduanya meskipun tak dapat dielakkan mereka juga tetap menerima tatapan dengan banyak arti dari anak-anak di sekolahnya. Meskipun begitu, mereka tetap dapat menjalani kehidupan di sekolah dengan baik dan bersama dengan kedua teman baru mereka, mereka mencoba hal-hal yang sebelumnya tak pernah mereka lakukan.

Buku ini menceritakan kehidupan Grace dan Tippi setelah resmi masuk sekolah, bagaimana hubungan mereka dengan anggota keluarga dan teman-temannya serta bagaimana ketika sesi-sesi pemeriksaan mereka berlangsung. Pemeriksaan yang bukan hanya terkait kesehatan fisik saja, namun juga kesehatan mental. Ada banyak hal yang harus diperhatikan demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada keduanya.

Ketika perihal sekolah berjalan dengan cukup lancar, mendadak kondisi kesehatan Grace mulai menurun. Hal tersebut membuatnya tak sadarkan diri dan tak lama kemudian Tippi juga mengalaminya. Ketika menjalani pemeriksaan, hasil dari pemeriksaan tersebut bak petir yang menyambar keluarga mereka. Penuh kehati-hatian dalam membuat keputusan, apakah pemisahan keduanya memang jalan yang terbaik?

Buku ini menggunakan sudut pandang Grace. Lewat dirinya kita akan melihat bagaimana mereka berkegiatan sehari-harinya dan pemikiran mereka akan kehidupan yang mereka jalani pun terkuak. Belum lagi ketika harus menghadapi reaksi yang beragam dari orang-orang yang melihat mereka. Pada momen di mana mereka mendapat pandangan dari orang-orang yang seolah-olah tengah melihat monster membuat saya berpikir bahwa alangkah cerobohnya manusia. Terkadang keingintahuan yang tidak terkontrol menyebabkan ketidaknyamanan bagi orang lain. Apalagi ketika batasan-batasan dilanggar, pertanyaan yang tidak seharusnya ditanyakan terlontar, maka bukan berempati lagi namanya.

Dari untaian kata di dalam buku ini dapat dirasakan bahwa Grace dan Tippi memiliki perbedaan kepribadian yang sangat mencolok. Hal tersebut dapat dinilai lewat bagaimana mereka berbicara dan menyikapi hal-hal yang terjadi. Salah satu contohnya adalah Grace optimis mereka bisa menjalin hubungan romantis, sedangkan Tippi tidak begitu. Ia bahkan memperingatkan Grace terkait hal tersebut. Walaupun begitu, hubungan keduanya sangat baik. Mereka saling menyayangi dan bagaimana ketika akhirnya Grace berbicara dengan jujur tentang Tippi saat sesi konseling berhasil membuat saya terharu dan merasa hangat.

One merupakan sebuah novel dengan format seperti di dalam buku puisi. Penceritaan dilakukan dengan dipenggal-penggal demi menceritakan rentetan kejadian dalam kehidupan Grace dan Tippi. Meskipun begitu, emosi yang terkandung dalam kisah mereka benar-benar berhasil saya rasakan. Saya juga ikut merasa gelisah kala keduanya melanggar ucapan dokter agar kesehatan mereka tak memburuk. Rasanya saya ingin menghentikan mereka dari merokok dan meminum minuman beralkohol karena menginginkan keduanya untuk selamat.

Menjelang akhir, saya sempat membuat dugaan akan kemungkinan apa yang akan terjadi pada Grace dan Tippi. Namun bagaimana kisah keduanya diakhiri tetap membuat saya terkejut meskipun sejak awal saya sudah bisa menebaknya dengan benar. Hal yang paling membekas dari kisah keduanya tentu mengenai tali persaudaraan yang terjalin di antara mereka. Bagaimana ketika orang-orang memandang kondisi mereka sebagai mimpi buruk, namun pada kenyataannya bagi mereka yang mengalami tidak lah seperti itu sebab mereka mensyukuri keberadaan satu sama lain.

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak