"The Little Prince" pertama kali diterbitkan pada tahun 1943 di New York, saat Saint-Exupéry berada dalam pengasingan selama Perang Dunia II. Meskipun awalnya ditujukan sebagai cerita anak-anak, novel ini mengandung lapisan makna filosofis yang mendalam, menjadikannya relevan bagi pembaca dewasa.
Ceritanya dimulai dengan seorang pilot yang terdampar di Gurun Sahara akibat kecelakaan pesawat. Di sana, ia bertemu dengan seorang anak laki-laki misterius yang meminta gambar domba. Anak itu adalah Pangeran Kecil, yang berasal dari asteroid B-612. Melalui percakapan mereka, terungkaplah perjalanan sang pangeran ke berbagai planet dan pertemuannya dengan berbagai karakter unik.
Setiap planet yang dikunjungi Pangeran Kecil dihuni oleh tokoh-tokoh yang merepresentasikan sifat-sifat manusia, seperti Raja yang haus kekuasaan, Orang Sombong yang mencari pujian, dan Pemabuk yang melupakan kenyataan. Karakter-karakter ini mencerminkan kritik terhadap perilaku orang dewasa yang sering kali kehilangan esensi kehidupan.
Salah satu momen paling berkesan adalah pertemuan Pangeran Kecil dengan seekor rubah. Rubah mengajarkan tentang pentingnya menjalin hubungan dan makna "menjinakkan", yang berarti menciptakan ikatan khusus dengan seseorang. Dari sini muncul kutipan terkenal seperti, "Hanya dengan hati seseorang dapat melihat dengan benar yang esensial tidak terlihat oleh mata."
Mawar yang ditinggalkan Pangeran Kecil di planet asalnya melambangkan cinta dan tanggung jawab. Meskipun ia menemukan banyak mawar serupa di Bumi, ia menyadari bahwa mawar miliknya istimewa karena hubungan dan perasaan yang telah terjalin.
Novel ini secara halus mengkritik cara pandang orang dewasa yang sering kali terfokus pada hal-hal material dan logika, mengabaikan imajinasi dan perasaan. Saint-Exupéry mengajak pembaca untuk kembali melihat dunia dengan mata seorang anak, penuh keajaiban dan rasa ingin tahu.
Bahasa yang digunakan sederhana namun puitis, memungkinkan pembaca dari segala usia untuk memahami dan merenungkan pesan-pesan yang disampaikan. Ilustrasi tangan karya Saint-Exupéry sendiri menambah daya tarik dan kedalaman emosional cerita.
Pengalaman Saint-Exupéry sebagai pilot dan perasaannya selama masa perang mempengaruhi nuansa cerita. Kecelakaan pesawat yang dialaminya di Gurun Sahara tercermin dalam latar cerita, memberikan sentuhan otentik pada narasi.
Tema-tema seperti cinta, kehilangan, persahabatan, dan pencarian makna hidup menjadikan novel ini relevan lintas generasi dan budaya. Pesan-pesannya bersifat universal dan menyentuh aspek terdalam dari kemanusiaan.
Sejak diterbitkan, "The Little Prince" telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 300 bahasa dan dialek, menjadikannya salah satu buku yang paling banyak diterjemahkan di dunia. Karya ini telah menginspirasi berbagai adaptasi, termasuk film, teater, dan animasi.
Banyak pembaca dan kritikus melihat novel ini sebagai alegori kehidupan, di mana perjalanan Pangeran Kecil mencerminkan pencarian makna dan pemahaman tentang eksistensi manusia.
"The Little Prince" sering digunakan dalam pendidikan untuk mengajarkan nilai-nilai moral, empati, dan pentingnya mempertahankan rasa ingin tahu serta imajinasi.
Film animasi tahun 2015 yang disutradarai oleh Mark Osborne membawa cerita ini ke generasi baru, menggabungkan teknik animasi modern dengan esensi klasik dari cerita aslinya.
Meskipun Saint-Exupéry meninggal dalam misi penerbangan pada tahun 1944, tapi warisan karyanya terus hidup dan menginspirasi jutaan orang di seluruh dunia.
"The Little Prince" adalah karya yang melampaui batas usia dan waktu. Dengan narasi yang sederhana namun penuh makna, novel ini mengajak kita untuk merenung tentang apa yang benar-benar penting dalam hidup. Sebagaimana dikatakan oleh Pangeran Kecil, "Yang esensial tidak terlihat oleh mata."
Identitas Buku
Judul: The Little Prince
Penulis: Antoine de Saint-Exupery
Penerbit: Harcourt, Inc
Tanggal Terbit: 6 April 1943
Tebal: 96 Halaman