Ulasan Novel We All Live Here: Mengurai Luka Lama Dalam Rumah Sendiri

Hikmawan Firdaus | aisyah khurin
Ulasan Novel We All Live Here: Mengurai Luka Lama Dalam Rumah Sendiri
Novel We All Live Here (goodreads.com)

Jojo Moyes, penulis terkenal di balik Me Before You, kembali dengan karya yang menyentuh dan relevan berjudul "We All Live Here". Dalam novel ini, Moyes menyoroti kompleksitas hubungan keluarga, identitas perempuan, dan pentingnya rumah, bukan sebagai tempat semata, tetapi sebagai ruang batin yang penuh luka, tawa, dan pengampunan. Cerita ini bukan sekadar drama keluarga, melainkan potret kehidupan modern yang sarat dengan tekanan, pencarian jati diri, dan keinginan untuk menyembuhkan luka masa lalu.

Tokoh utama dalam cerita ini adalah Lila Kennedy, seorang penulis yang hidupnya berada di titik nadir. Baru saja bercerai dari suaminya, Dan, Lila kini menjadi ibu tunggal bagi dua anak perempuan, Celie dan Violet. Ia juga harus mengurus ayah tirinya yang sudah lanjut usia, Bill, yang perlahan mulai menunjukkan tanda-tanda penurunan kesehatan.

Kehidupan Lila menjadi semakin rumit ketika ayah kandungnya, Gene, tiba-tiba kembali setelah menghilang selama lebih dari tiga dekade. Gene adalah sosok flamboyan yang dahulu meninggalkan keluarganya demi mengejar impian sebagai aktor Hollywood. Kepulangan Gene memicu berbagai ketegangan dalam keluarga yang telah lama terpecah.

Salah satu kekuatan novel ini adalah kemampuannya dalam menyampaikan dinamika hubungan antargenerasi secara emosional dan realistis. Lila tidak hanya bergulat dengan luka masa kecilnya akibat ditinggalkan ayah kandung, tetapi juga dengan realitas sebagai perempuan “sandwich generation” mereka yang harus merawat orang tua sekaligus membesarkan anak-anak. Moyes menggambarkan pergumulan ini dengan jujur dan penuh empati, mencerminkan tekanan emosional yang kerap tidak terlihat, tetapi terus membebani perempuan modern.

Karakter Lila digambarkan dengan kompleksitas yang kaya. Ia bukanlah tokoh yang sempurna, dia cemas, keras kepala, namun juga lembut dan penuh kasih. Ketika dihadapkan pada tuntutan keluarga, karier yang macet, serta kehadiran masa lalu yang tak terduga, Lila terpaksa menggali kembali kekuatannya sendiri untuk bangkit. Perjalanan emosional Lila terasa autentik dan sangat membumi. Ia bukan pahlawan luar biasa, tapi seseorang yang mencoba bertahan dalam kekacauan hidup yang sangat nyata.

Karakter pendukung dalam novel ini juga berhasil memperkaya cerita. Bill, ayah tiri yang penyayang dan tenang, menjadi figur penyeimbang dalam hidup Lila. Sementara Celie, remaja yang mulai berani bersuara, dan Violet, anak kecil yang cerdas dan menggemaskan, mencerminkan realitas kehidupan anak-anak yang tumbuh di tengah keluarga yang retak. Di sisi lain, Gene sebagai ayah biologis yang eksentrik dan penuh misteri membawa konflik sekaligus peluang untuk rekonsiliasi. Moyes menulis semua tokohnya dengan kedalaman psikologis yang membuat mereka terasa hidup dan manusiawi.

"We All Live Here" menyampaikan pesan kuat tentang pengampunan dan pengertian. Keluarga dalam novel ini tidak sempurna, bahkan sering kali membuat kesalahan besar. Namun, yang ditawarkan Moyes bukanlah kisah hitam-putih, melainkan realitas kehidupan di mana cinta dan amarah bisa hadir bersamaan. Lewat momen-momen kecil, percakapan di dapur, pertengkaran dalam mobil, kenangan lama yang muncul tiba-tiba, pembaca diajak untuk memahami bahwa keluarga, betapapun rumitnya, tetap menjadi bagian tak tergantikan dalam hidup seseorang.

Gaya penulisan Jojo Moyes tetap menjadi kekuatan utamanya. Ia menggunakan narasi yang hangat, dialog yang tajam namun ringan, serta selipan humor yang membuat cerita ini tidak menjadi terlalu berat. Bahkan di tengah konflik yang intens, selalu ada ruang untuk tawa, harapan, dan kehangatan. Moyes memiliki kemampuan luar biasa untuk mengubah hal-hal sederhana seperti roti gosong, kebocoran pipa, atau seragam sekolah menjadi simbol-simbol yang menyentuh.

Meski sebagian plot terasa bisa ditebak, terutama pada bagian rekonsiliasi keluarga, Moyes berhasil menjaga momentum emosi pembaca. Novel ini bukan tentang kejutan besar, tetapi tentang proses perlahan dan menyakitkan menuju pengertian dan penyembuhan. Pembaca tidak disuguhi resolusi yang instan, melainkan dibawa menyelami perjalanan penuh luka yang dihadapi dengan keberanian.

Secara keseluruhan, "We All Live Here" adalah novel yang menyentuh dan reflektif. Moyes menulis dengan empati dan kehangatan yang memikat, menyampaikan bahwa rumah bukanlah tempat fisik semata, melainkan orang-orang yang kita pilih untuk saling menopang, meski dalam kekacauan. Ini adalah kisah tentang keluarga yang berantakan, namun tetap berusaha saling mencintai. Sebuah bacaan yang sangat relevan, menyentuh, dan penuh makna untuk siapa pun yang pernah merasa kehilangan, tersesat, atau mencoba menemukan kembali makna rumah.

Identitas Buku

Judul: We All Live Here

Penulis: Jojo Moyes

Penerbit: Pamela Dorman Books

Tanggal Terbit: 11 Februari 2025

Tebal: 450 Halaman

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak