Ulasan Novel Selamat Tinggal, Kisah Sintong dalam Menjaga Prinsip Hidupnya

Sekar Anindyah Lamase | aisyah khurin
Ulasan Novel Selamat Tinggal, Kisah Sintong dalam Menjaga Prinsip Hidupnya
Novel Selamat Tinggal (goodreads.com)

Novel "Selamat Tinggal" karya Tere Liye merupakan salah satu karya yang menyoroti pergulatan batin, dilema moral, serta perjalanan seorang anak muda menghadapi sisi gelap sistem pendidikan dan dunia akademik. Dengan alur yang mengalir, gaya bahasa yang lugas, dan kritik sosial yang kuat, novel ini menghadirkan cerita yang bukan hanya menarik untuk diikuti, tetapi juga mengajak pembaca merenungkan nilai kejujuran dan keberanian dalam hidup.

Tere Liye kembali tampil dengan ciri khasnya yaitu, paduan drama personal, satir sosial, dan pesan moral yang mengakar pada kehidupan sehari-hari.

Tokoh utama dalam novel ini adalah Sintong Tinggal, seorang mahasiswa tingkat akhir yang berkuliah di kota besar. Sintong berasal dari keluarga sederhana dan harus berjuang keras agar bisa menghidupi dirinya sendiri di perantauan. Demi menyambung hidup, ia bekerja sebagai editor di sebuah penerbit buku, namun persoalan muncul ketika ia diminta mengedit naskah yang ternyata merupakan plagiarisme.

Sintong yang idealis harus berhadapan dengan realitas buruk bahwa industri literasi pun memiliki sisi gelap, sesuatu yang jauh dari gambaran romantis tentang dunia buku.

Novel ini menampilkan bagaimana Sintong hidup dalam tekanan kehidupan mahasiswa yang serba pelik. Tugas akademis, pekerjaan sambilan, kesibukan organisasi, hingga hubungan interpersonal digambarkan secara realistis.

Melalui keseharian Sintong, pembaca dapat merasakan betapa tidak mudahnya perjuangan seorang perantau yang berusaha mempertahankan idealismenya di tengah kerasnya tuntutan hidup. Konflik utama muncul ketika Sintong mengetahui bahwa naskah yang sedang ia edit adalah hasil menyalin karya lain, namun justru malah mendapat tekanan agar tetap merampungkannya demi kepentingan bisnis penerbit.

Konflik ini menjadi titik kritis dalam perjalanan tokoh utama. Tere Liye menggarisbawahi bahwa plagiarisme bukan sekadar kejahatan akademik atau literasi, tetapi juga bentuk pengkhianatan terhadap integritas diri. Sintong digambarkan sebagai sosok yang muak dan kecewa melihat kenyataan bahwa kebohongan justru ditutupi dan pembenaran dibuat atas nama keuntungan.

Pergulatan batin ini ditulis dengan sangat kuat sehingga pembaca dapat merasakan kegelisahan yang dialami Sintong antara kebutuhan ekonomi dengan prinsip moral yang tidak bisa ia tinggalkan. Tidak hanya berhenti pada persoalan plagiarisme, novel ini juga masuk ke isu lebih luas, sistem pendidikan yang sering kali timpang dan tidak bersih.

Tere Liye menghadirkan sejumlah adegan yang menyindir budaya akademik yang kurang jujur, mulai dari dosen yang memanfaatkan mahasiswa, senioritas yang tidak sehat, hingga praktik-praktik mengakali tugas atau skripsi. Melalui tokoh-tokoh pendukung, pembaca diajak melihat berbagai sisi kelam yang kerap menjadi rahasia umum di dunia kampus. Namun, Tere Liye tidak menuliskannya dengan cara yang menggurui, ia justru menggunakan dialog santai dan narasi yang ringan, sehingga kritiknya tetap terasa tajam tanpa terkesan memaksa.

Aspek menarik lainnya adalah latar hubungan Sintong dengan orang-orang terdekatnya, termasuk sahabat dan kekasihnya, Sri Ningsih. Tokoh Sri Ningsih digambarkan sebagai perempuan cerdas dan tegas yang turut menjadi moral compass bagi Sintong.

Hubungan mereka bukan hanya soal romansa, tetapi juga tentang bagaimana dua anak muda saling mengingatkan untuk tetap berada di jalan yang benar, meskipun keadaan tidak mudah. Sri kerap menjadi sosok yang memberikan perspektif baru bagi Sintong, terutama ketika ia mulai goyah oleh tekanan. Dialog-dialog mereka terasa natural dan menyentuh, menggambarkan hubungan yang matang dan setara.

Tere Liye juga memasukkan unsur humor satir yang membuat cerita tidak terasa berat meski mengangkat isu sensitif. Sindiran terhadap budaya menyontek, gaya hidup mahasiswa, hingga kritik terhadap cara masyarakat memandang kesuksesan disajikan dengan cara yang menghibur.

Gaya bahasa yang sederhana membuat novel ini dapat dibaca dengan santai, tetapi tetap memberikan efek renungan mendalam setelahnya. Inilah salah satu kekuatan Tere Liye sebagai penulis populer, ia mampu mengolah tema serius menjadi bacaan yang tetap mudah diikuti berbagai kalangan.

Judul Selamat Tinggal menjadi simbol perpisahan dari masa lalu yang kelam, dari kondisi yang merusak nilai diri, serta dari lingkungan yang tidak lagi sehat untuk pertumbuhan pribadi. Keputusan Sintong mencerminkan bahwa keberanian moral kadang membutuhkan pengorbanan, namun hasilnya adalah kebebasan yang lebih besar.

Secara keseluruhan, "Selamat Tinggal" adalah novel yang menyentuh dan relevan dengan kehidupan banyak orang, terutama mahasiswa atau siapa pun yang pernah berada dalam dilema antara idealisme dan realitas.

Tere Liye berhasil meramu cerita yang dekat dengan keseharian pembaca, sekaligus memberikan pesan kuat tentang pentingnya kejujuran, integritas, dan keberanian untuk berkata tidak pada ketidakadilan. Dengan karakter yang hidup, konflik yang tajam, serta pesan moral yang membekas, novel ini layak menjadi bacaan bagi siapa saja yang ingin merenungi kembali arti kebenaran dalam hidup.

Identitas Buku

Judul: Selamat Tinggal

Penulis: Tere Liye

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Tanggal Terbit: 9 November 2020

Tebal: 360 Halaman

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak