Ku termenung pada belenggu kenyataan, dalam hemburan perbedaan yang tidak merasakan kedamaian dan ketenangan.
Ku memulai pada diriku melihat kenyataan, entah mataku yang buram melihat rumah pancasila dalam keadaan sedang diobok-obok oleh oknum yang tidak bertanggungjawab.
Mereka hanya bisa tertawa, sementara rakyat yang menjadi korban.
Semangat pancasila kini hanya menjadi pajangan, walaupun cita-cita revolusi belum usai.
Entah bagaimana kesedihan para pejuang pendahulu bangsa ini, melihat anak cucunya yang mabuk dalam arus zaman dan saling bertengkar satu sama lain.
Ku buka lembaran-lembaran murnihnya cita-cita bangsa ini, tetapi pancarannya hilang ditelan bumi.
Apakah kerinduanku untuk kedamaian masih ada?
Apakah ada generasi berani menggali cita-cita bangsa yang ditelan bumi?
Apakah rinduku ini bukan hanya impian disiang hari?
Biarlah waktu yang menjawabnya!
Karena Indonesiaku, tempat aku mengarungi kehidupan di negeri yang kara raya ini.
Biarlah rinduku ini, terkubur dalam bayangan bersama keindahanmu Indonesiaku.
Baca Juga
-
Review ASUS Zenbook S16 OLED: Otak Einstein & Bodi Supermodel untuk Profesional
-
Generasi Z, UMKM, dan Era Digital: Kolaborasi yang Bikin Bisnis Naik Level
-
Bung Hatta, Ekonomi Kerakyatan, dan Misi Besar Membangun Kesejahteraan
-
Rengasdengklok: Peristiwa Penting Menuju Kemerdekaan Indonesia
-
Lopi Sandeq: Perahu Runcing yang Menjaga Napas Mandar
Artikel Terkait
Sastra
Terkini
-
'Surat Cinta' Rakyat di Tembok DPR: Dari 'Who Needs Gibran' Sampai 'Gaji Naik, IQ Jongkok'
-
Terjebak Reading Slump? Saatnya Kamu Harus Menjadi Seorang Mood Reader!
-
Es Laut Arktik Tampak Melambat Mencair, Pakar Ingatkan Tren Global Masih Mengkhawatirkan
-
Dari Donat hingga Tumis Kangkung 'Sultan': Bisnis Kuliner Pinkan Mambo yang Bikin Geleng-Geleng!
-
Di Balik Seruan "Bubarkan DPR": Ini Alasan Rakyat Sudah Muak