Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Sam Edy Yuswanto
Buku Boleh Bersedih, tapi Jangan Berlebihan.[Dokumen pribadi/Sam Edy]

Sebagaimana telah dimaklumi bersama bahwa dalam menjalani kehidupan ini ada kalanya kita akan berhadapan dengan hal-hal yang membuat hati gembira dan ada kalanya berhadapan dengan kejadian yang tidak menyenangkan.

Oleh karenanya diperlukan kecerdasan dalam menyikapi segala hal yang akan kita hadapi. Intinya, jangan terlalu berlebihan saat kita tengah berhadapan dengan sesuatu. Ketika sedang senang, janganlah terlalu senang berlebihan sampai-sampai melupakan kewajiban kita sebagai hamba Allah. 

Begitu pun juga ketika sedang mengalami kesedihan, janganlah terlampau bersedih, berlarut-larut dalam kesedihan hingga membuatnya putus asa dari kasih sayang Tuhan. Segala sesuatu yang terlalu berlebihan itu memang tak baik dan mestinya kita berusaha untuk menghindarinya.

Saya pernah menulis buku berjudul “Boleh Bersedih, tapi Jangan Berlebihan” yang berhasil diterbitkan oleh salah satu penerbit mayor di Jakarta, yaitu penerbit Quanta (PT Elex Media Komputindo, 2019). Buku tersebut berisi sekumpulan opini beragam tema yang di antaranya membahas tentang cara menyikapi kesedihan.

Dalam buku tersebut saya menguraikan bahwa kebahagiaan dan kesedihan merupakan dua hal yang bertolak belakang. Keduanya datang dan pergi silih berganti dalam kehidupan kita. Artinya, setiap orang akan mengalami dua hal tersebut. Kita hanya memerlukan yang elegan dalam menyikapi kesedihan dan kebahagiaan. Jangan sampai kita kebablasan menyikapinya sehingga berakibat fatal di kemudian hari.

Kesedihan memang sering dialami oleh banyak orang. Salah satu manfaat kesedihan adalah sebagai penyeimbang kebahagiaan. Terkait hal ini, Syafaat Selamet (2015: 16) menguraikan bahwa kesedihan datang sebagai penyeimbang rasa dalam diri setiap manusia. Jika terus-menerus berada dalam keadaan sukacita, niscaya kita bisa jatuh ke dalam penyakit hati, yaitu lupa diri dan sombong. Keadaan gembira dan sukacita yang berlebihan bisa melalaikan dan tidak menyehatkan (halaman 5).

Tema-tema lain yang dikupas dalam buku bersampul dominan warna putih ini antara lain tentang pentingnya memperkuat ikatan tali silaturahmi, jangan merasa diri ‘paling baik’, jangan sepelekan kebaikan yang terlihat kecil, dan masih banyak yang lainnya. 

Harapan saya, semoga terbitnya buku ini dapat menjadi sarana bagi kita untuk selalu melakukan introspeksi diri. Semoga kita semua tergolong orang-orang yang terus berusaha memperbaiki kualitas diri. 

Sam Edy Yuswanto