Sebenarnya saya tidak terlalu menyukai novel fiksi sejarah. Namun "Namaku Alam", berhasil membuat saya penasaran selama membaca hingga halaman terakhirnya.
"Namaku Alam" adalah sekuel dari novel "Pulang" karangan Leila S. Chudori, penulis yang juga menulis "Laut Bercerita", yang disukai banyak orang itu.
Meski buku ini adalah lanjutan dari "Pulang" tapi "Namaku Alam" bisa dibaca secara terpisah tanpa harus membaca "Pulang" terlebih dahulu.
Selain itu, "Namaku Alam" adalah novel yang terbagi menjadi dua buku dan ini adalah bagian pertamanya. Novel ini mengambil latar tahun 1970-1980an saat G30SKPI dan masa pemerintahan orde baru.
Sesuai judulnya, tokoh utama dalam novel ini bernama Segara Alam, yang biasa disapa Alam. Dia adalah anak yang lahir di masa genting tahun 1965. Masa kecil Alam hingga ia beranjak remaja pun penuh dengan kemelut peristiwa berdarah dan banyaknya pemberontakan.
Saat itu ayahnya ikut dieksekusi karena menjadi salah satu anggota dari seniman dan wartawan kiri. Akibatnya, Alam kehilangan figur seorang ayah. Ingatannya tentang sosok ayah hanya kenangan saat ia duduk dipangkuan ayahnya saat berusia lima tahun, sebelum ayahnya dieksekusi.
Kondisi ini membuat Alam tumbuh sambil 'merunduk' untuk menyembunyikan identitasnya sebagai anak tapol (tahanan politik). Namun dia tidak sendiri. Bimo, sahabatnya, juga merasakan hal yang sama. Karena ayahnya sama-sama tapol, seperti ayah Alam. Namun meski terbiasa merunduk, tapi itu tidak membuat mereka bebas dari perundungan di masa sekolah.
Novel ini akan membuat kita mengetahui lebih dalam kejadian-kejadian di masa tersebut karena penulis menggunakan POV 1 (Point of View pertama) dari sisi Alam. Jadi saya seperti melakukan perjalanan lintas waktu ke masa lalu.
Apalagi saya kurang begitu paham tentang sejarah. Jadi rasanya bisa lebih memahami karena semuanya dikemas dalam bentuk fiksi yang menarik. Selain itu, kisah romansa Alam saat remaja juga membuat lebih betah untuk mengikuti kisahnya.
Meski gaya bercerita Leila S. Chudori asik dibaca, tapi saya tidak menyarankan novel ini untuk kamu yang belum berusia 17 tahun atau kamu yang tidak nyaman dengan isu yang diangkat dalam "Namaku Alam" seperti perundungan dan pemberontak.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Lagu SEVENTEEN BSS CBZ (Prime Time): Anthem 2025 untuk Merayakan Masa Muda
-
Lagu Eunhyuk 'Up and Down': Hidup Santuy Nggak Usah Terlalu Overthinking
-
Minnie & Ten Obsession: Bucin saat Kasmaran yang buat Seseorang Terobsesi
-
Lagu Onew 'Winner': Hidup Belum Berakhir dan Kita Masih Bisa Jadi Pemenang
-
D.O. EXO 'Snowfall at Night': Cinta Masa Lalu untuk Bekal Hidup Esok Hari
Artikel Terkait
-
Ulasan Novel Sagaras: Petualangan Ali dalam Melawan Ksatria Sagaras
-
Akhir Petualangan Lily & Robert di Dunia Bawah Laut dalam Novel Shadowsea
-
Ulasan Novel Powerful: Aksi, Intrik Politik, dan Perbedaan Kelas Sosial
-
Ulasan Novel The Magical Language of Others: Perbedaan Budaya dan Bahasa
-
Ancaman Makhluk Alcatraz di Dunia Sihir dalam Novel The Necromancer
Ulasan
-
Ulasan Buku 'Kita, Kami, Kamu', Menyelami Dunia Anak yang Lucu dan Jenaka
-
Ulasan Buku Rahasia Sang Waktu, Investasikan Waktu untuk Kehidupan Bermakna
-
Ulasan Novel Aroma Karsa, Menjelajahi Isi Dunia Melalui Aroma
-
Ulasan Novel Sagaras: Petualangan Ali dalam Melawan Ksatria Sagaras
-
Review I'm Not a Robot: Saat Captcha Bikin Kita Ragu, Aku Manusia atau Bot?
Terkini
-
Segere Wes Arang-Arang, Fenomena Remaja Jompo dalam Masyarakat!
-
Sinopsis Film Berebut Jenazah: Bukan Horor, tapi Kisah Haru di Tengah Perbedaan
-
Generasi Muda, Jangan Cuek! Politik Menentukan Masa Depanmu
-
Pesta Kuliner Februari 2025: Promo Menggoda untuk Para Foodie!
-
4 Inspirasi Clean Outfit ala Hwang In-youp, Gaya Makin Keren Tanpa Ribet!