Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Akramunnisa Amir
Sampul Buku Babak Belur Dihajar Realita (Gramedia)

Pernahkah kamu merasa sangat lelah menghadapi realita kehidupan yang begitu sulit? Terlebih jika harus menghadapi banyak kenyataan pahit yang terpaksa harus dilewati.

Kadang ingin sambat atau sekedar menumpakan seluruh keresahan kepada seseorang. Tapi bingung kepada siapa hal-hal tersebut layak untuk dibagikan. Sebab pada kenyataannya, tidak semua orang akan paham mengenai betapa sulitnya hidup yang sedang kita lalui.

Jika berada dalam kondisi tersebut, alih-alih mengharapkan seseorang untuk memahami kita, mungkin ada baiknya cukup menyalurkan perasaan tersebut seorang diri dulu. Barangkali dengan menulis, atau mungkin membaca beberapa tulisan yang relate dengan kondisi yang sedang dialami.

Salah satu buku yang membahas hal tersebut adalah buku berjudul 'Babak Belur Dihajar Realita' karya dari Fajar Maududi atau yang dikenal dengan nama pena Pikiran Fajar. Lewat buku ini, penulis membagikan beberapa pemikiran dan pengalamannya seputar bagaimana melewati kehidupan yang meletihkan.

Sebenarnya apa yang disampaikan oleh penulis adalan pemikiran-pemikiran yang barangkali pernah dirasakan oleh kebanyakan orang. Hal tersebut dibahas dalam tiga bab tentang menerima kenyataan, memeluk rasa sakit, dan menghadapi rasa lelah.

Dalam kehidupan ini, adalah hal yang wajar ketika kita mengalami beberapa persoalan di atas. Terkadang kenyataan menampar kita dengan begitu keras. Ada kalanya ingin mengeluh saat merasa disakiti. Atau mungkin timbul keinginan untuk menghentikan perjuangan yang telah dimulai saat merasa sedang benar-benar letih.

Boleh kok, kalau kita ingin berhenti sejenak dan meluapkan segala keresahan tersebut. Jika tidak ada telinga yang bisa mendengarkan keluh kesah, barangkali cukup dengan berdialog bersama diri sendiri. Kadang kita memang perlu mengajukan beberapa pertanyaan kepada diri kita sendiri agar tahu apa yang benar-benar kita rasakan.

"Aku tidak sedang berusaha mengingatkan, aku ingin mempertanyakan, kenapa sesuatu hal yang tidak jelas, justru kita mengejarnya dengan keras?" (Halaman 34)

Buku ini memang tidak berisi jawaban atas banyaknya pertanyaan yang boleh jadi dimiliki seseorang. Jika mengharapkan solusi dari buku semacam ini, barangkali pembaca harus kecewa karena buku ini sama sekali tidak menawarkan hal tersebut.

Namun saya menangkap kesan bahwa apa yang dipaparkan oleh penulis adalah ungkapan kejujuran mengenai seluruh perasaan yang ia miliki saat merasa benar-benar "babak belur" dihajar realita. Meski kita belum menemukan jawabannya, namun paham untuk memvalidasi emosi sendiri adalah salah satu dari bagian besar dalam pencarian jawaban tersebut.

Bagi yang ingin mengeluh tentang hidup tanpa harus takut dihakimi, buku Babak Belur Dihajar Realita adalah salah satu bacaan ringan yang bisa menemani diri untuk sambat tentang hari ini!

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Akramunnisa Amir