Pernahkah kamu merasa kelelahan dalam bekerja tapi tetap melanjutkan pekerjaan karena harus menyelesaikan seluruh target yang ingin kamu capai? Atau mungkin kamu begitu sibuk dari satu pekerjaan utama menuju beberapa pekerjaan sampingan yang akhirnya merenggut waktu beristirahat.
Dengan alasan bahwa ingin produktif dan mencapai banyak hal, kamu menjadi seorang workaholic yang seolah tidak memiliki kehidupan lain selain bekerja.
Jika merasa demikian, hati-hati kamu sedang terjebak dalam hustle culture! Lantas, sebenarnya apa sih hustle culture itu?
Lewat buku berjudul 'Terjebak Hustle Culture', Jennifer Elim Santoso menjelaskan dengan gamblang fenomena hustle culture yang sering melanda banyak pekerja hari ini.
Hustle culture adalah budaya gila kerja yang menyerang orang-orang yang menjadikan pekerjaan sebagai prioritas utamanya.
Ada banyak faktor yang menjadi alasan seseorang menjalani hustle culture, entah karena dalih ingin terlihat produktif, menghasilkan banyak cuan, hingga memajukan karier.
Yang membuat hustle culture ini menjadi budaya yang tidak sehat adalah kecenderungannya yang membuat seseorang kesulitan menemukan keseimbangan dalam menjalani kehidupan pribadi dan pekerjaan (work-life balance).
Menjalani hustle culture ibarat sedang berada di arena perlombaan yang tidak ada habisnya. Seseorang akan terus berlomba mengejar pencapaian yang tidak pernah membuatnya puas.
Ironisnya, hari ini hustle culture justru dijadikan parameter kesuksesan oleh segelintir anak muda. Menjadi 'Si Paling Sibuk' dengan banyak agenda hingga akhir pekan membuat seseorang seakan terlihat sangat produktif. Padahal, sibuk dan produktif itu berbeda.
Terlalu sibuk tanpa sempat beristirahat justru hanya akan membuat produktivitas menurun. Selain menurunkan produktivitas, ada banyak dampak buruk dari hustle culture yang dijelaskan dalam buku ini.
Jennifer Elim Santoso juga menjelaskan beberapa akar permasalahan dari fenomena hustle culture. Yang membuat saya cukup tertampar adalah fakta bahwa hustle culture ternyata bisa berakar dari pola asuh orang tua sejak kecil yang secara tidak langsung membuat seseorang akan terjebak dalam toxic productivity ketika kelak dewasa.
Selama ini, mungkin banyak orang yang tidak sadar bahwa beragam ajaran motivasi yang barangkali pernah didengarkan saat kanak-kanak boleh jadi berdampak buruk saat dewasa ketika tidak mampu disikapi secara seimbang.
Secara umum, ada banyak wawasan baru yang dijelaskan terkait fenomena hustle culture dari buku ini. Cara penyampaiannya juga sangat luwes. Jennifer Elim Santoso dengan cukup jeli mengangkat hal-hal up to date yang sering menjadi pembicaraan kaum gen Z terkait tantangan di dunia kerja.
Jadi, bagi kamu yang saat ini merasa sangat kewalahan dengan beban pekerjaan, saya sangat merekomendasikan buku ini sebagai bacaan yang semoga bisa memberikan insight yang bermanfaat. Selamat membaca!
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Ulasan Buku Quanta Cinta, Mengubah Cinta Menjadi Energi Tak Terbatas
-
Ulasan Buku Ketika Cinta Harus Pergi, Kiat Move-On Menghadapi Perpisahan
-
Ulasan Buku 'In What Stage are You', Financial Check-Up untuk Para Pemula
-
Perbaiki Mindset Sukses di Buku Rahasia Meraih Kesuksesan dengan Percepatan
-
Ulasan Buku 'Bangga Jadi Perempuan', Memperbaiki Persepsi tentang Perempuan
Artikel Terkait
-
Ulasan Buku Titian Persahabatan, Ajarkan Anak untuk Hindari Sikap Insecure
-
Cinta yang Tumbuh Lewat Surat, Kisah Naomi dan Luca dalam Novel 'Hate Mail'
-
Membuka Mata Tentang Kehidupan dari Buku '100 Things I Wish I Knew Earlier'
-
Lucu dan Heartwarming! Ulasan Buku 'Menemukan Bahagia dalam Hal-Hal Kecil'
-
Novel Built to Last: Dua Mantan Bintang Anak-Anak yang Bertemu Kembali
Ulasan
-
Menemukan Cinta yang Tak Terduga di Novel Piano di Kotak Kaca
-
Ulasan YADANG: The Snitch, Film Aksi Kriminal Korea Terbaik Sepanjang 2025
-
Memaknai "Baik" di Mata Manusia VS Tuhan Dalam Novel D'Ustaz
-
Bitterballen Love: Novel Bertema Kuliner Senikmat Mencicipi Bitterballen
-
Review Film The Sound: Jerit Horor yang Kehilangan Gaungnya