Kasus EXO-CBX Viral, Ini Penjelasan 'Kontrak Budak' yang Rugikan Idol K-Pop

Hernawan | Dini Sukmaningtyas
Kasus EXO-CBX Viral, Ini Penjelasan 'Kontrak Budak' yang Rugikan Idol K-Pop
Penjelasan 'slave contract' seperti yang dialami oleh EXO-CBX (Soompi, Pexels/Pixabay)

Mencuatnya kasus perselisihan antara EXO-CBX dengan SM Entertainment kembali membuka mata publik mengenai sistem kontrak yang dibuat oleh agensi industri hiburan Korea.

Istilah "slave contract" atau "kontrak budak" belakangan ini sering digaungkan seiring dengan bergulirnya kasus hukum yang sedang dijalani Chen, Baekhyun, dan Xiumin EXO.

Sebenarnya bagaimana cara kerja "kontrak budak" dan apa saja isinya?

Munculnya istilah "kontrak budak" dalam industri K-Pop

Istilah "kontrak budak" dalam industri K-Pop sebenarnya sudah lama muncul, yaitu sejak 3 anggota TVXQ (Jaejoong, Yoochun, Junsu) melayangkan tuntutan kepada agensi mereka, SM Entertainment pada tahun 2009. Kasus tersebut seolah mengungkap sisi gelap dari industri hiburan K-Pop.

Dilansir dari KBIZoom (2/6/2023), kontrak budak biasanya dibangun dengan klausul dan pasal yang ketat. Perusahaan atau agensi besar mencari talenta muda dari seluruh dunia untuk dilatih kemampuannya. Perusahaan menempatkan para calon idol tersebut untuk menjalani training yang berat dan mengikat mereka dengan kontrak yang ketat.

Untuk bisa debut, para trainee harus membayar semua biaya tanpa adanya bantuan finansial dari perusahaan. Oleh karena itu, para idol butuh waktu beberapa tahun agar bisa "balik modal" sebelum mereka bisa mendapatkan gaji pertama.

Misalnya, agensi JYP Entertainment memperkirakan biaya rata-rata untuk 3 tahun pelatihan adalah sekitar 700-900 juta won, sementara biaya yang dibutuhkan untuk comeback pertama sebuah grup adalah sekitar 1,5 miliar won.

Bahkan grup K-Pop terkenal seperti GOT7, EXID, atau GFRIEND membutuhkan waktu 2 tahun untuk membayar kembali biaya tersebut. Situasi tersebut akan lebih buruk untuk grup K-Pop yang popularitasnya tergolong rendah.

Oleh karena itu, tak jarang seorang idol bekerja terlalu keras hingga pingsan di atas panggung atau melakukan pekerjaan rangkap untuk membayar "hutang" tersebut.

Isi kontrak yang merugikan idol

Isi kontrak biasanya mencakup batasan sosial seperti larangan berkencan. Tak hanya itu, eksploitasi melalui kontrak terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari membagi pendapatan hingga mengambil keuntungan finansial. Bahkan yang lebih parah lagi, artis bisa mengalami kekerasan bahkan pelecehan.

Selain itu, kontrak yang memiliki sifat eksploitatif bisa terlihat melalui jangka waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu kontrak.

Sebuah kontrak biasanya memiliki jangka waktu 6 hingga 7 tahun. Ketika ada yang memiliki jangka waktu hingga 17 atau 18 tahun, bisa dipastikan kontrak tersebut bermasalah.

Kasus EXO-CBX yang baru-baru ini menggugat SM Entertainment terjadi karena mereka dipaksa menandatangani kontrak dengan jangka waktu 17 hingga 18 tahun.

Aktor Lee Seung Gi juga merupakan korban dari ketidakadilan kontrak agensinya. Hook Entertainment berhutang pada Lee Seung Gi atas royalti musik yang tak dibayarkan selama 18 tahun bekerja.

Industri hiburan K-Pop perlahan berbenah

Saat ini, industri K-Pop perlahan-lahan mulai berbenah. Meskipun belum terlihat secara signifikan, namun saat ini beberapa perusahaan telah mengurangi larangan dan pembatasan untuk artis mereka untuk memberi mereka lebih banyak kebebasan dalam membangun hubungan dan kehidupan pribadi.

The Korea Fair Trade Commission juga mengeluarkan peraturan baru untuk memastikan benefit dan melindungi artis dar eksploitasi. Selain itu, saat ini para artis atau idol juga telah memiliki platform sendiri untuk bersuara, yaitu media sosial.

Melalui adanya media sosial, segala ketidakadilan bisa disuarakan dengan lantang sehingga diharapkan bisa meminimalisir adanya agensi yang merugikan artis mereka.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak