Peran Komunikasi dalam Hukum Kesehatan

Tri Apriyani | enrico rinaldi
Peran Komunikasi dalam Hukum Kesehatan
Ilustrasi dokter (stock image)

Pelayanan kesehatan merupakan hubungan segitiga antara tenaga kesehatan, pasien dan sarana kesehatan dan dari hubungan segitiga ini terbentuk hubungan medik dan hubungan hukum. Hubungan medik adalah upaya kesehatan preventif, kuratif, promotif dan rehabilitatif, sedangkan hubungan hukum yang terbentuk adalah hubungan antara subyek hukum dengan subyek hukum.

Pelayanan yang buruk pada suatu rumah sakit dapat mengakibatkan sengketa medis. Rumah sakit dan berbagai unsur yang terdapat didalamnya harus dapat mengantisipasi dengan melakukan pembenahan pelayanan dan mematuhi berbagai aturan yang sudah ditetapkan sesuai hukum yang berlaku. Penyebab terjadinya sengketa antara dokter / rumah sakit dan pasien adalah rasa tidak puas karena dugaan kelalaian, sehingga dianggap isi perjanjian terapeutik tidak dipenuhi oleh dokter.

Permasalahan

  1. Bagaimanakah tata laksana penyelesaian sengketa medik di rumah sakit?
  2. Bagaimana penyelesaian terbaik bila terjadi sengketa antara rumah sakit dan pasien dalam hal pelayanan kesehatan?

Hasil dan Diskusi

Tata laksana penyelesaian sengketa medik adalah melalui pembenahan paradigma pelayanan kesehatan dengan:

  1. pengembangkan paradigma pelayanan yang komprehensif,
  2. paradigma pelayanan kesehatan yang memenuhi hak asasi manusia,
  3. paradigma pelayanan kesehatan dengan pola kemitraan.

Penyelesaian sengketa medik dapat dilakukan melalui cara pidana, perdata, mediasi medis. Terdapat dua jalur yaitu jalur litigasi dan jalur nonlitigasi melalui lima lembaga penyelesaian, yaitu Lembaga Peradilan Hukum Perdata, Lembaga Peradilan Hukum Pidana, Majelis Kehormatan Etika Kedokteran Indonesia (MKEK), Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etik Kedokteran (P3EK), serta melalui Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI).

Penyelesaian sengketa yang dianggap ideal adalah melibatkan para pihak secara langsung sehingga memungkinkan dialog terbuka, sehingga keputusan bersama kemungkinan besar dapat tercapai. Pertemuan para pihak bersifat tertutup maka akan memberikan perasaan nyaman, aman kepada para pihak yang terlibat sehingga kekhawatiran terbukanya rahasia dan nama baik dapat dihindari.

Tata laksana dalam mengurangi timbulnya sengketa dan penyelesaian sengketa medik di rumah sakit adalah pembenahan konsep paradigma pelayanan kesehatan, memberikan perlindungan hukum bagi pasien dan masyarakat serta memberikan kepuasan atas jasa upaya kesehatan yang diterima oleh pasien.

Penyelesaian terbaik atas sengketa antara rumah sakit dan pasien dalam hal pelayanan kesehatan adalah melibatkan para pihak secara langsung sehingga memungkinkan dialog terbuka, sehingga keputusan bersama dapat tercapai.

Dapat dijelaskan kesimpulannya bahwa pasien dan dokter adalah subyek hukum pribadi dan rumah sakit adalah subyek hukum badan hukum. Hubungan hukum yang terbentuk diberi nama perikatan (verbintenis). Hukum melalui Pasal 1233 KUHPerdatamenentukan ada dua macam perikatan yang terbentuk yaitu perikatan yang lahir karena perjanjian dan Undang-undang.

Pelayanan yang buruk pada suatu rumah sakit dapat mengakibatkan sengketa medis terjadi karena rasa tidak puas dari salah satu pihak yang dianggap merugikan pihak lainnya. Rumah sakit dan berbagai unsur yang terdapat didalamnya harus lebih sensitif agar dapat mengantisipasi terjadinya hal yang tidak diinginkan, dengan melakukan pembenahan pelayanan dan mematuhi berbagai aturan yang sudah ditetapkan sesuai hukum yang berlaku, sehingga bila terjadi konflik antara pasien dan rumah sakit maka sudah ada aturan yang menjadi standar dalam penyelesaiannya.

Di Indonesia pada tahun 1979 dalam persyaratan untuk lulus akreditasi, rumah sakit harus memiliki program pengendalian mutu yang baik. Tahun 1993 Menteri Kesehatan telah menetapkan keputusan strategis di antaranya adalah menetapkan Standar Pelayanan Rumah Sakit dan mewajibkan seluruh rumah sakit di Indonesia untuk melaksanakannya dan tahun 1995 Dirjen Yanmedmenetapkan keputusan dimulainya program akreditasi rumah sakit.

Penyebab terjadinya sengketa antara Dokter / Rumah Sakit dan pasien adalah jika timbul ketidakpuasan pasien terhadap dokter atau rumah sakit karena dugaan kelalaian yang menyebabkan kerugian di pihak pasien. Hal tersebut terjadi bila ada anggapan bahwa isi perjanjian terapeutik tidak dipenuhi atau dilanggar oleh dokter.

Dari berbagai penelitian yang dilakukan, didapatkan bahwa masalah penyampaian informasi oleh dokter kepada pasien memengaruhi kualitas pelayanan kesehatan dan pelayanan pengobatan.

Hubungan Hukum Dalam Pelayanan Kesehatan

Rumah sakit berkedudukan sebagai organ yang mempunyai kemandirian untuk melakukan hubungan hukum dengan penuh tanggung jawab. Dalam melakukan upaya pelayanan kesehatan, rumah sakit selaku subyek hukum melakukan beberapa prestasi terhadap subyek hukum (pasien), dengan melibatkan subyek hukum lain di bawah tanggung jawabnya (SDM di Rumah Sakit).

Hubungan hukum yang terjadi di rumah sakit umumnya sangat kompleks begitu juga ruang lingkupnya. Hal itu disebabkan hubungan hukum yang terjadi dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit, terkait beberapa subyek hukum dalam kedudukan hukum masing-masing, dengan berbagai bentuk perbuatan hukum.

Sebenarnya kualifikasi yuridis mengenai tindakan medis tidak hanya mempunyai arti bagi hukum pidana saja, melainkan juga bagi hukum perdata dan hukum administratif.

Sengketa yang terjadi antara dokter dengan pasien biasanya disebabkan oleh kurangnya informasi dari dokter, padahal informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan tindakan medis yang dilakukan oleh dokter merupakan hak pasien, hal tersebut terjadi karena pola paternalistik yang masih melekat dalam hubungan tersebut.

Upaya penyelesaian sengketa melalui peradilan umum yang selama ini ditempuh tidak dapat memuaskan pihak pasien, karena putusan hakim dianggap tidak memenuhi rasa keadilan pihak pasien. Hal ini disebabkan sulitnya pasien atau Jaksa Penuntut Umum maupun Hakim untuk membuktikan adanya kesalahan dokter. Kesulitan pembuktian dikarenakan minimnya pengetahuan mereka mengenai permasalahan teknis sekitar pelayanan medik.

Dasar Hukum

Secara mendasar perbuatan yang dilakukan oleh para pelaksana pelayanan kesehatan merupakan perbuatan hukum yang mengakibatkan timbulnya hubungan hukum.

Dalam hal ini hubungan hukum yang terjadi antara pelayan kesehatan didalamnya terdapat dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang berkompeten, sehingga terciptanya hubungan hukum yang akan saling menguntungkan atau terjadi kerugian. Pelayanan kesehatan masyarakat dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan telah mengatur dua hal penting, yaitu pelayanan kesehatan perseorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat.

Pelayanan kesehatan adalah kegiatan dengan melakukan pendekatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dalam pelayanan kesehatan perseorangan sesuai dengan Pasal 30 ayat (1) adalah ditujukan untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan dan keluarga. Sedangkan pelayanan kesehatan masyarakat adalah ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit suatu kelompok dan masyarakat.

Solusi Sengketa

Konflik adalah sebuah situasi dimana dua pihak atau lebih dihadapkan pada perbedaan kepentingan. Sebuah konflik berubah atau berkembang menjadi sengketa apabila pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak puas secara langsung. Jadi konflik dapat berubah atau berlanjut menjadi sengketa, yang berarti pula bahwa sebuah konflik yang tidak terselesaikan akan berubah menjadi sengketa.

Penyelesaian sengketa kesehatan melalui mediasi, dianggap paling ideal karena proses penyelesaiannya bersifat tertutup dan tidak terpublikasikan, sehingga akan memberikan perasaan nyaman, dan aman kepada para pihak, dan kekhawatiran terbukanya rahasia dan nama baik dapat dijaga. Para pihak yang bersengketa dipertemukan secara langsung yang memungkinkan dialog terbuka, sehingga titik temu yang menguntungkan para pihak kemungkinan besar dapat tercapai.

Penyelesaian terbaik bila terjadi sengketa antara rumah sakit dan pasien dalam hal pelayanan kesehatan adalah penyelesaian yang melibatkan para pihak secara langsung sehingga memungkinkan dialog terbuka, dengan demikian keputusan bersama kemungkinan besar dapat tercapai. Di samping itu karena pertemuan para pihak bersifat tertutup maka akan memberikan perasaan nyaman, aman kepada para pihak yang terlibat sehingga kekhawatiran terbukanya rahasia dan nama baik yang sangat dibutuhkan oleh dokter maupun sarana pelayanan kesehatan dapat dihindari.

Peran Mediator yang kredibel sebagai komunikator kesehatan yang tahu akan permasalahan seputar rumah sakit dan dampak yang akan ditimbulkan serta antisipasi suatu potensi salah paham akan sangat menentukan suatu hasil dari pembicaraan antara pihak yang bersengketa.

Semoga tulisan ini dapat menambah sedikit pengetahuan tentang kondisi di Rumah Sakit saat ini dan juga tenaga kesehatan dan nonkesehatan yang berada di dalamnya.

Oleh : dr.Enrico A. Rinaldi, M.A.R.S.,M.H.,CHRM. Mahasiswa Doktoral Ilmu Komunikasi, praktisi SDM dan pemerhati hukum kesehatan

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak