Difteri merupakan penyakit dengan tingkat kematian anak yang tinggi di dunia karena infeksi bakteri corynebacterium diphtheriae. Penyakit ini lebih mudah diobati pada tahap awal, sedangkan pada kondisi yang lebih parah penyakit ini dapat membahayakan jantung, ginjal, dan sistem saraf (mayo clinic, 2022). WHO menambahkan bahwa pada tahun 2018 serangan difteri mengalami peningkatan di beberapa negara seperti Indonesia, India, Amerika Selatan, dan Afrika.
Penyebaran Penyakit Difteri
Dilansir dari situs resmi Center for Disease Control and Prevention dan Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI, difteri dapat menyebar melalui droplet yang berasal dari batuk atau bersin, dan dapat melalui dari interaksi langsung dengan pasien yang terinfeksi. Serangan difteri lebih beresiko pada beberapa orang dengan kriteria sebagai berikut :
- Tinggal di area atau kawasan pemukiman padat penduduk
- Tinggal di daerah yang kotor dan sanitasinya buruk
- Melakukan perjalanan ke wilayah yang terjadi wabah difteri
- Daya tahan tubuh lemah
- Melakukan kontak langsung dengan penderita difteri
- Terkena sekresi langsung (dari mulut atau kulit) dari penderita difteri
- Gaya hidup yang tidak sehat
Gejala Difteri
Dikutip dari medicalnewstoday.com, bakteri corynebacterium diphtheriae memiliki masa inkubasi antara 2-5 hari hingga 10 hari. Pada masa inkubasi ini bakteri akan melepaskan senyawa toksin yang dapat membunuh jaringan sehat. Toksin yang dilepaskan oleh bakteri akan mengakibatkan terbentuknya selaput berwarna abu-abu atau pseudomembran di dalam hidung dan tenggorokan. Adapun gejala yang akan muncul ketika masa inkubasi bakteri selesai yaitu :
- Merasa kesulitan untuk menelan
- Suara serak dan nyeri tenggorokan
- Lemah
- Kelelahan
- Pembengkakan kelenjar getah bening pada leher
- Demam dan menggigil
- Kehilangan nafsu makan
- Sesak nafas
- Gangguan penglihatan
- Jantung berdebar
- Kulit pucat atau membiru
- Keringat dingin
Pada beberapa kondisi, toksin yang dilepaskan oleh bakteri juga berisiko merusak organ lain seperti jantung, otak, dan ginjal. Kondisi tersebut dapat memicu terjadinya beberapa komplikasi ringan hingga berat yang dapat mengancam nyawa apabila tidak segera ditangani.
BACA JUGA: Suara Nikita Mirzani Nyanyi Rungkad Disebut Mirip Ember Pecah Auto Dibandingkan dengan Bunda Corla
Komplikasi Difteri
Argui et al. (2021) menjelaskan bahwa, serangan difteri sebagian besar menimbulkan beberapa komplikasi yang harus segera ditangani. Apabila tidak segera ditangani akan memperbesar kemungkinan terjadinya beberapa kondisi berikut :
Miokarditis atau Kerusakan Jantung
Toksin yang dilepaskan oleh bakteri penyebab difteri memiliki risiko terbawa darah dan dapat menyebabkan radang pada otot jantung (miokarditis). Miokarditis yang parah dapat mengakibatkan serangan jantung dan kematian mendadak.
Kerusakan Saraf
Kerusakan saraf karena toksin yang dilepaskan bakteri penyebab bakteri biasanya terjadi pada tenggorokan yang menyebabkan kesulitan menelan. Kerusakan saraf juga dapat terjadi pada lengan dan kaki.
Masalah Pernafasan
Infeksi yang menyebabkan terbentuknya pseudomembran menyebabkan sesak nafas. Hal ini diakibatkan oleh selaput abu-abu tebal yang terdiri dari sel-sel mati, bakteri, dan zat lainnya menghalangi jalur pernafasan.
Pencegahan Difteri
Dilansir dari cdc.gov terdapat beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah serangan difteri di antaranya :
Vaksinasi
Beberapa jenis vaksin dapat diberikan untuk mencegah serangan difteri seperti DTaP, TdaP, DT, dan TD. Vaksin DT dan Td dapat digunakan sebagai perlindungan dari difteri dan tetanus, sedangkan DTaP dan TdaP digunakan sebagai perlindungan dari difteri, tetanus, dan pertusis (batuk rejan).
Antibiotik
Antibiotik dapat diberikan untuk mencegah penyebaran penularan difteri apabila di lingkungan sekitar terdapat pihak yang terserang difteri.
Perawatan Difteri
Apabila seseorang terinfeksi oleh bakteri penyebab difteri, terdapat beberapa langkah yang direkomendasikan oleh yankes.kemenkes.go.id untuk menyembuhkannya
- Pemberian antitoxin atau anti-diphtheritic serum untuk menetralisir toksin yang dilepaskan oleh bakteri.
- Pemberian antibiotik seperti erythromycin atau penicillin yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan mengobati serangan bakteri yang telah menyebar pada jalur pernafasan dan kulit.
Kapan Saat yang Tepat untuk Pergi ke Dokter
Apabila telah mengalami beberapa gejala yang menunjukkan serangan bakteri difteri segera pergi ke Rumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan oleh dokter. Dokter biasanya akan melakukan wawancara medis, pemeriksaan fisik untuk melihat adanya lapisan abu-abu pada tenggorokan dan memeriksa terjadinya pembengkakan kelenjar getah bening. Untuk mengkonfirmasi pemeriksaan yang dilakukan dokter juga akan melakukan swab untuk mengambil lendir dari tenggorokan dan dilakukan uji laboratorium (Arguni et al., 2021).
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.