5 Strategi Mempertahankan Harga Diri, Biasa Dilakukan walaupun Tidak Sehat

Candra Kartiko | .Totok Suryanto.
5 Strategi Mempertahankan Harga Diri, Biasa Dilakukan walaupun Tidak Sehat
Ilustrasi pertahanan diri (freepik/medium-shot-father)

Harga diri merupakan aset pribadi yang bernilai bagi setiap orang sehingga berbagai upaya akan dilakukan untuk mempertahankannya.

Ketika berhadapan dengan situasi konflik yang sulit untuk dipecahkan dan merasa terancam harga dirinya, beberapa orang melakukan pertahanan agar harga dirinya tetap terjaga.

Strategi psikologis yang secara tidak sadar digunakan, akan menjaga diri terhindar dari kecemasan yang timbul dari pikiran atau perasaan yang tidak dapat diterima. 

Kemudian seseorang akan melakukan pembelaan dan pembenaran meskipun sebenarnya tahu bahwa tindakan tersebut tidak sesuai dengan kenyataan dan mencerminkan cara berpikir yang tidak sehat.

BACA JUGA: 4 Manfaat dari Pijat Bayi bagi Ibu Muda, Mendekatkan Bonding dengan Anak!

Menyadur dari hellosehat.com, berikut ini 5 strategi yang sering dilakukan untuk mempertahankan harga diri tersebut:

1. Denial

Denial atau penyangkalan dilakukan seseorang untuk menutupi kesalahan yang dilakukan dengan mengingkari fakta dan melakukan pembelaan berdasarkan sudut pandang pribadi yang tidak realistis.

Contoh:

Mr. X sering terlambat masuk kerja dan selalu diingatkan oleh atasan, kemudian dia membela diri dengan mengatakan bahwa selalu datang tepat waktu.

BACA JUGA: 5 Pesan untuk Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata, Penting!

2. Rasionalisasi

Merekayasa atau melakukan pembenaran dengan memberikan alasan yang sebenarnya tidak bisa diterima oleh akal sehat (irrasional) agar bisa diterima secara rasional berdasarkan penilaian dan perspektif pribadi.

Contoh:

Untuk menutupi kesalahan karena terlambat masuk kerja Mr. X mengatakan kepada atasan bahwa rumahnya jauh meskipun sebenarnya bisa saja berangkat lebih pagi supaya tidak terlambat.

3. Introyeksi

Melakukan identifikasi dengan mengambil alih perilaku, sifat, atau perkataan orang lain untuk ditanamkan pada diri sendiri demi menutupi kesalahan dan melakukan pembenaran atas kesalahan yang dilakukannya.

Contoh:

Tidak terima ditegur karena sering terlambat masuk kerja, Mr. X akan menyampaikan alasan kepada atasan bahwa ada temannya yang pemalas dan lamban bekerja tetapi tidak pernah ditegur.

4. Reaksi formasi

Saat menghadapi konflik yang penuh tekanan dan tidak sanggup menghadapi, seseorang akan memberikan respons berlawanan dan tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya dirasakan.

Contoh:

Ditegur karena sering terlambat masuk kerja, Mr. X mengatakan kepada atasan bahwa bisa menerima dan sangat menghargai peringatannya meskipun sejatinya dia benar-benar tidak bersedia menghargai sikap atasannya tersebut.

BACA JUGA: Sudah Banyak Diincar, Ini 6 Skill untuk Menjadi Social Media Specialist

5. Identifikasi dengan agresor

Melakukan identifikasi melalui adopsi perilaku dari seseorang yang lebih kuat atau berkuasa untuk melindungi diri supaya mendapatkan empati darinya sehingga agresor bersedia memperbaiki tindakannya.

Contoh:

Ketika ditegur karena sering terlambat masuk kerja, Mr. X bersedia menerima peringatan tersebut lalu berusaha mencari celah kesalahan atasan, kemudian menegur balik dengan harapan agar atasannya memperoleh pengalaman yang sama dan berhenti memperingatkan dirinya ketika terlambat.

Itulah 5 strategi yang bisa mereduksi ketegangan tetapi bukan merupakan cara efektif bagi penyelesaian masalah dan tidak bisa dilakukan secara terus menerus karena mencerminkan cara berpikir yang tidak sehat. Semoga bermanfaat.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak