Sore hari aku bercengkrama di bawah gedung tinggi.
Cerita bersama kawan tentang arti kehidupan.
Ketimpangan sosial telah menjadi bahan pembicaraan yang serius.
Kami pun mulai menganalisa kondisi yang terjadi hari ini.
Di bawah gedung tinggi kami pun bersama kawan menyusun rencana.
Mencoba menjerumuskan diri pada medan perjuangan yang sejati.
Perjuangan yang mengukir sampai ke akar-akarnya. Hingga akhirnya akan tersirat mutiara kebahagiaan dan keadilan pada sesama.
Sore hari kami masih duduk di gedung tua itu.
Nampaknya alam menghendaki cengkraman kami untuk terus dilanjutkan.
Tetesan air hujan yang terdengar keras dari luar.
Sampai kami pun tak dapat kembali ke rumah.
Mungkin itu rahmat dari Tuhan.
Obrolan kami yang tak sia-sia.
Kemunafikan memang harus dilawan dan dimusnahkan.
Hingga kebenaran pun dapat menyusuri sampai ke lorong-lorong desa dan berjaya.
Banyak cerita yang terukir di gedung tinggi sore itu. Cerita dan harapan yang kami gantung dan ikat sekeras-sekerasnya.
Kemunafikan mesti sirna di muka bumi ini.
Keadilan mesti ditegakkan seadil-adilnya.
Di gedung tinggi kami coba mulai perhatikan sudut-sudut gedung.
Tekstur dan rancangan yang indah dan menawang.
Bangunan yang mencolong sampai ke langit suatu tanda dunia makin canggih.
Gedung tinggi pun makin menandai dirinya sebagai produk industri.
Produk yang hanya melahirkan orang-orang yang selalu menurut.
Memodifikasi orang-orang seperti para robot.
Lalu ia pun bertindak sewena-wena pada perbuatannya sendiri.
Yang tersirat hanyalah kerja dan bagaimana menghidupi diri sendiri.
Parang-Parang, 21 Agustus 2021