Saya ingat betul, dulu pernah kenalan dengan anak teknik di salah satu kampus negeri ternama. Saya tanya, dia masuk kuliah melalui jalur apa. Dia jawab lewat jalur SBMPTN, seketika saya takjub dan menyanjungnya. Mendengar kata ‘SBMPTN’ membuat saya dan mayoritas teman-teman mengira bahwa seorang mahasiswa itu pintar.
Iya, banyak dari golongan mahasiswa yang mengkotak-kotakkan tingkat kecerdasan berdasarkan jalur masuknya. Bahkan di fakultas saya, setiap kelas dibagi dan diisi oleh mahasiswa dengan jalur yang sama. Misal Kelas A untuk mahasiswa jalur SNMPTN, Kelas B untuk mahasiswa jalur SBMPTN dan Kelas C untuk mahasiswa jalur Mandiri.
Yang jadi masalah ialah banyak mahasiswa yang cenderung angkuh dengan jalur seleksinya. Adapula yang mendiskriminasi jalur seleksi yang lainnya. Seakan-akan jalur seleksi itu menyatakan tingkat kepintarannya. “Eh, dia anak SBM (read: SBMPTN), pasti pinter”, ucap salah satu teman. Mari kita ulas satu persatu anggapan yang sering dilontarkan kepada mahasiswa berdasarkan jalur masuk kuliahnya.
1. SNMPTN
SNMPTN atau Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri merupakan jalur awal alias tahap pertama masuk kuliah. Jalur ini sering disebut sebagai jalur rapot karena menggunakan nilai hasil belajar dan prestasi selama 3 tahun bersekolah di Sekolah Menengah Atas/sederajat.
Banyak orang yang beralibi bahwa jika mau lolos SNMPTN, harus mempunyai nilai rapot yang cenderung naik ataupun stabil. Sayangnya, banyak juga siswa yang pintar tetapi harus menelan pil pahit karena gagal lolos jalur ini. Banyak sekali teman saya yang sering juara kelas malah tidak lolos. Bahkan teman saya yang mendapatkan juara paralel pun juga gagal.
Sedangkan siswa yang biasa-biasa saja bahkan tidak pernah terlihat memiliki nilai yang mencolok, cenderung malas-malasan malah lolos. Saya yakin banyak siswa yang merasa sakit hati dengan orang-orang yang terlihat tidak ada ‘usaha’ lebih di kelas malah bisa melenggang masuk kampus negeri tanpa hambatan.
Tidak transparannya penilaian SNMPTN dari tahun ke tahun inilah yang mengecewakan banyak siswa. Sehingga banyak mahasiswa merasa bahwa SNMPTN adalah sebuah ketidakadilan.
Mahasiswa jalur SNMPTN tidak lebih dari keberuntungan semata. Alih-alih memperoleh penghargaan karena mampu memasuki perguruan tinggi tanpa tes. Banyak mahasiswa yang menyebut bahwa mahasiswa SNMPTN itu biasa-biasa saja alias tidak memiliki keistimewaan.
2. SBMPTN
Jalur yang paling ditakuti para siswa ini memang menjadi momok tersendiri. Siswa harus melalui tes tulis dengan soal-soal luar biasa sulitnya. Bahkan soal yang diberikan setara dengan soal-soal olimpiade. Saking rumitnya, sehingga banyak orang tua yang rela mengeluarkan uang hingga jutaan rupiah untuk mempersiapkan buah hatinya menghadapi SBMPTN alias Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri.
Karena mahasiswa dari jalur ini harus melewati rintangan dengan ‘usaha lebih besar’ daripada mahasiswa SNMPTN. Alhasill banyak yang beranggapan bahwa mahasiswa yang mampu mengerjakan soal dan lolos SBMPTN adalah sebuah kehebatan dan pasti orang pintar.
Apalagi untuk mahasiswa SBMPTN yang lolos di jurusan favorit seperti Kedokteran dan Teknik. Sudah barang tentu penilaian terhadap kapasitas kecerdasannya lebih tinggi. Perjuangan lebih besar yang dilakukan mahasiswa SBMPTN membuat mahasiswa jalur lain kagum.
3. Seleksi mandiri
Mahasiswa yang masuk melalui jalur seleksi terakhir ini, sering dicap dengan jalur cuan. Seringkali mereka mendapatkan pandangan sebelah mata. Mengapa tidak? Karena dengan biaya uang gedung, SPP dan tetek bengeknya menjadikan Jalur Mandiri tidak lebih hanya untuk orang-orang berduit.
Jalur Mandiri sering dianggap sebagai jalur orang yang ‘pasrah’ setelah mengalami kegagalan bertubi-tubi (SNMPTN dan SBMPTN). Bahkan ada yang beranggapan bahwa jalur ini semata-mata untuk anak orang kaya raya yang ingin kuliah di kampus negeri tetapi ‘tidak pandai’. Alhasil, mahasiswa dari jalur ini bukan hanya dinomorduakan, tetapi dinomortigakan. Karena saking dianggap mahasiswa yang tidak berbobot.
Padahal mahasiswa dari Jalur Mandiri juga banyak yang pintar dan berprestasi. Bahkan saya punya satu teman dari jalur ini yang pintar banget dan menjadi mahasiswa berprestasi perwakilan jurusan.
Selain itu, banyak sekali teman-teman saya yang berasal dari keluarga biasa-biasa saja. Terpaksa memilih jalur ini karena impian dan tekad untuk berkuliah sangatlah tinggi. Sehingga selama perjalanan kuliah harus mengalami kesulitan membayar UKT (Uang Kuliah Tunggal) di setiap semesternya.
Sebenarnya jalur seleksi kuliah itu tidak menentukan tingkat kecerdasan seseorang. Namun bagaimana individu itu berkembang saat telah memasuki bangku kuliah. Apakah penilaian terhadap mahasiswa di kampusmu juga hampir sama atau justru berbanding terbalik?