Mendongkrak Ekonomi Pasca-Resesi

Hernawan | widiatmoko
Mendongkrak Ekonomi Pasca-Resesi
Ilustrasi ekonomi saat pandemi

Pengumuman menggembirakan disampaikan pemerintah melalui Rilis BPS, bahwa perekonomian nasional tumbuh sebesar 7,07 persen. Pertumbuhan ekonomi ini relatif tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya yang masih mengalami kontraksi sebesar 0,74 persen.

BPS menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang meyebabkan tingginya pertumbuhan ekonomi pada kuartal II Tahun 2021. Selain mulai adanya geliat perbaikan ekonomi, ada juga faktor low base effect. Yaitu terpuruknya perekonomian nasional pada kuartal II Tahun 2020 yang mengalami kontraksi sebesar 5,32 persen, sebagai pembanding tahunan (year to year).

Perbaikan pertumbuhan pada kuartal II Tahun 2021 terjadi karena pelonggaran aktivitas ekonomi masyarakat. Sektor yang mengalami pertumbuhan yaitu konsumsi rumah tangga, dengan peningkatan sebesar 5,93 persen, sebagai wujud adanya pergerakan masyarakat yang mulai beraktivitas, meskipun belum sepenuhnya normal.

Dari sisi produksi, lapangan usaha transportasi dan pergudangan mengalami pertumbuhan tertinggi, yaitu sebesar 25,10 persen. Sedangkan dari sisi pengeluaran, komponen ekspor barang dan jasa mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 31,78 persen.

Memasuki kuartal III Tahun 2021, sudah hampir 2 bulan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM level 4 diperpanjang lagi, sampai pekan ketiga Agustus. Lantas, bagaimana nasib ekonomi ke depannya?

Tentunya para pelaku ekonomi berharap tidak perlu waktu lama lagi semua akan segera membaik. Program vaksinasi massal dan penetapan protokol kesehatan yang ketat di semua sektor, menjadi sebuah kebiasaan baru. Hal itu benar-benar bisa menjadi harapan untuk sebuah optimisme pertumbuhan ekonomi.

Setelah berhasil keluar dari belenggu resesi ekonomi selama empat kuartal berturut-turut, tentu jangan sampai terjerumus kembali untuk kedua kalinya.

Beberapa pihak telah memprediksikan bahwa pada kuartal III Tahun 2021, pertumbuhan ekonomi tidak tumbuh sebesar kuartal II, ketika pelonggaran terhadap aktivitas masyarakat belum sepenuhnya normal.

Penentuan kebijakan pemerintah antara tarik ulur prioritas kesehatan yang utama dan perekonomian sebagai penopang kehidupan, harus benar-benar proporsional dalam pelaksanaan di lapangan.

Pasalnya, hampir memasuki dua tahun pandemi melanda negeri ini, masyarakat seakan mulai jenuh akan protokol kesehatan. Sebagaimana rilis BPS, berdasarkan hasil Survei Perilaku Masyarakat pada Masa Pandemi Covid-19 periode 13 – 20 Juli 2021, mengungkapkan hasil bahwa 60 persen responden merasa jenuh/sangat jenuh selama PPKM diberlakukan.

Bahkan sebagian besar responden menilai kepatuhan dirinya dalam menjalankan protokol kesehatan sudah cukup baik, tetapi kepatuhan masyarakat di sekitarnya masih sangat rendah. Padahal, inilah sebenarnya kata kunci sederhana yang seharusnya sama-sama kita jaga, yakni disiplin protokol kesehatan.

Seandainya setiap individu mempunyai kesadaran pribadi untuk tetap menjaga protokol kesehatan, maka secara kolektif sudah barang tentu akan menjadikan sebuah kesadaran kolektif.

Ketika setiap individu yang berada di berbagai sektor kehidupan menerapkan disiplin untuk menjaga protokol, seharusnya keduanya bisa berjalan seiring dengan harmonis.

Perekonomian tetap berjalan normal dengan perilaku masyarakatnya yang tetap mengedepankan kesehatan sebagai prioritas utama. Semakin disiplin perilaku masyarakat untuk tetap menjaga protokol kesehatan, semoga akan semakin mendongkrak perekonomian.

Widiatmoko, statistisi BPS Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak