Merosotnya Nilai Moral Anak, Siapa yang Harus Disalahkan?

Ayu Nabila | Meliana Aryuni Aryuni
Merosotnya Nilai Moral Anak, Siapa yang Harus Disalahkan?
Ilustrasi anak-anak bermain. (Pixabay)

Siapa yang disalahkan apabila nilai moral merosot? Pertanyaan itu kerap kali mengisi otak saya saat melihat banyaknya anak-anak yang  tidak memiliki sopan santun saat berbicara dengan orang tua atau orang yang dianggap tua di sekitarnya.

Saya pikir fenomena ini terjadi di banyak tempat, entah di kota atau desa. Saya sebagai ibu dengan anak yang masih sekolah pun memiliki rasa kekhawatiran dalam hal pendidikan akhlak/moral ini. Apakah moral dan akhlak anak begitu buruk sehingga saya mengangkatnya sebagai suatu tulisan?

Saya katakan, ya. Moral anak negeri ini sedang merosot bahkan bisa dikatakan anjlok. Ini yang terjadi di desa saya. Berangkat dari permasalahan itu, ada keinginan saya untuk mengubah perilaku buruk itu menjadi lebih baik. Namun, sejauh upaya yang saya lakukan seperti membentuk TPA bersama suami, kerja sama dari berbagai pihak dalam mengatasi masalah ini pun harus ada. Jika salah satu saja yang mau peduli, maka perubahan akan sulit untuk dilakukan.

Beda Zaman, Beda Sikap

Ketika masa SD, bila bertemu dengan guru di jalan, biasanya kita akan menghindar karena malu. Keren sedikit, salaman dengan guru, lalu pergi tanpa mengobrol. Namun, sekarang, guru dianggap patung alias tidak ada padahal fisiknya tepat berada di samping atau di depan tempat duduknya. Bila melihat kenyataan seperti itu, bisakah kita mengatakan anak di zaman sekarang kurang bermoral? 

Saat SD dulu, guru akan ditaati bahkan untuk berbicara saja takut. Namun, sekarang guru yang banyak bicara akan dicerca dan anak-anak tak segan untuk membantah atau memotong pembicaraan guru tersebut.

Saat SMP, saya sangat senang membantu guru untuk membawakan sesuatu atau menuliskan catatan di papan tulis. Namun, kenyataan sekarang berbeda. Anak-anak lebih suka acuh terhadap perintah guru. 

Dahulu, anak kelas 1 SD yang masih lugu dan tidak berani berkata kasar dengan orang yang belum dikenal. Sekarang, mereka malah menantang dengan kasarnya. Pergeseran moral yang harus dicermati dan butuh perhatian lebih ini harus segera diselesaikan.

Moral Anak Zaman Sekarang

Banyak sekali kejadian tentang akhlak dan moral ini di sekitar saya. Saya jadi ingat kejadian tiga hari yang lalu, ketika anak yang masih SD kelas 2 berkata dengan kasar kepada seorang laki-laki yang menyapanya. Tentu saja saya kaget melihat kejadian itu. Saya tahu kedua orang tuanya. Mereka sama-sama seorang guru, tetapi itu tidak menjamin sang anak memiliki sikap atau moral baik. Lantas, jima moral seorang anak merosot, siapa yang harus disalahkan? Orang tua? Arus globalisasi? Pergaulan?

Saya rasa semuanya berperan besar dalam pengaruh tumbuh kembang anak dalam bersikap. Di zaman serba digital dan teknologi yang semakin berkembang, tentu teknologi memiliki kontribusi besar akan perkembangan anak, termasuk perkembangan moral/akhlaknya.

Masalah moral/akhlak ini menjadi topik pembahasan saya dan suami sebelum memiliki anak. Setelah menikah, saya dan suami memutuskan untuk tidak membeli TV. Itu kami lakukan bukan karena tidak ada dana. Namun, ada ketakutan tidak bisa mengontrol pengaruh televisi terhadap perkembangan jiwa dan emosi anak. Ketika anak kedua lahir, kami memutuskan untuk membeli TV. Sejak saat itu, anak-anak mengenal berbagai tontonan kartun.

Perubahan pun terjadi pada diri anak saya. Saya mengamati betul dampak televisi terhadap perkembangan emosi. Film-film kartun yang ada di beberapa stasiun televisi banyak memberikan sikap yang tidak baik, seperti pertengkaran, permusuhan, rebut mainan.

Sekilas, film itu sepertinya memang terlihat untuk anak, tetapi kenyataannya tidak mendidik. Anak hanya mendapatkan sisi negatifnya, yang membuatnya bisa memukul dan menendang. Anak-anak yang belum memiliki pengetahuan tentang baik/buruk sangat rentan terkena dampaknya. 

Cara Saya Memberi Pendidikan Moral

Oleh karena itu, saya pun melakukan cara agar anak-anak mendapatkan pendidikan moral yang baik dari rumah. Seperti, saya akan mengontrol film atau tontonan apa saja yang berhak mereka dapatkan. Jika memungkinkan, saya akan duduk mendampingi mereka sehingga tahu tontonan kesukaan mereka.

Cara lain adalah dengan membuat mereka lebih menyukai aktivitas bermain di luar rumah. Aktivitas yang memerlukan energi yang cukup  banyak akan sangat membantu menyalurkan kecerdasan kinestetik mereka. Jadi, membiarkan anak-anak bermain di halaman rumah akan lebih baik daripada menonton tontonan yang buruk.

Kita bisa membersamai anak-anak dengan aktivitas membaca atau mendongeng. Tentu saja aktivitas ini akan membawa dampak positif bagi anak dan orang tua. Namun, kecenderungan orang tua sibuk dengan aktivitasnya ini membuat kegiatan baik ini sulit untuk diterapkan.

Para orang tua hendaklah sadar bahwa tanggung jawab kepada anak itu bukan sekadar menafkahi secara fisik. Namun, memberi asupan nilai kebaikan dan moral jangan dilupakan. Kita akan lebih menyukai anak yang berakhlak mulia daripada yang berakhlak buruk, bukan? Oleh karena itu, mulailah berbenah diri sendiri sebelum membenahi anak-anak.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak