Sebuah pernyataan, dengan mengurangi penerangan di pelabuhan kita dapat melakukan penghematan, tidak sepenuhnya benar. Mengapa begitu? Pelabuhan yang minim penerangan dapat memicu terjadinya aksi kriminalitas serta kecelakaan pengguna jalan baik roda dua maupun empat. Durasi titik rawan terjadi pukul 21.00 WIB sampai dini hari karena jalanan sepi, karena takut para pengemudi akan menjalankan kendaraan dengan kecepatan tinggi.
Orang jaman dulu merasa tidak aman berjalan di malam hari karena takut dimangsa binatang buas. Saat ini, ketakutan pengguna jasa bukan kepada binatang buas melainkan kekhawatiran dirampok, dijarah atau tindak kejahatan lainnya. Pelabuhan sebagai public service sebaiknya memperhitungkan risiko-risiko tersebut, meskipun pada kenyataannya permasalahan penerangan karena dianggap sepele justru sering diabaikan.
Berbicara fasilitas umum perusahaan, sering kali masih dilekatkan pada klausula menguntungkan atau tidak tanpa memperhitungkan dampak sosial dan budaya setempat. Fasilitas umum seperti penerangan jalan meskipun merugi menjadi persyaratan mutlak bagi eksistensi sebuah pelayanan kepada masyarakat. Jika terdapat pertanyaan, “Bukankah kejahatan di pelabuhan tidak selalu di malam hari?” Rasanya sangatlah mudah direspon dengan pertanyaan balik, “Bukankah pelabuhan yang siap mengantisipasi terjadinya kemungkinan jauh lebih baik?
Penerangan jalan sangat mungkin tidak simetris dengan penurunan kejahatan, namun yang pasti semakin terang lampunya pengguna jasa pelabuhan akan menikmati rasa aman dalam berkegiatan terutama malam hari. Kondisi aman dan nyaman jika setidaknya berhasil dipertahankan, skala waktu kegiatan pelabuhan meningkat secara eksponensial, dan secara tidak langsung meningkatkan cuan pelabuhan. Di lembaga layanan publik manapun cukup lawas mengenal 24/7, budaya kerja 24 jam selama 7 hari di Pelabuhan dapat terus didorong seiring bangkitan penerangan area kerja dan rasa aman para penggunanya.
Seiring pertumbuhan kegiatan bongkar muat di suatu pelabuhan. Kendala yang dihadapi pelanggan untuk bersedia bekerja malam terkait masalah penerangan. Dengan ditambahnya penerangan setengah dari keseluruhan titik yang ada, mereka merasa bekerja aman dan nyaman meskipun malam hari. Motivasi bekerja yang tumbuh dari rasa aman dan nyaman perlu ditumbuhkan meskipun siang hari. Dengan ritme bekerja seperti ini secara bertahap selisih volume kerja malam dan siang hari akan mengecil dan sangat mungkin suatu saat akan sama.
Perbedaan penilaian rasa aman antara siang dan malam hari karena faktor penerangan lampu memberikan wawasan baru bagi saya. Semakin kecil perbedaan penilaian rasa aman antara siang dan malam dari pengguna jasa tidak dapat dilepaskan dari peran serta cahaya lampu di setiap titik tiang lokasi. Jumlah titik lampu, jumlah cahaya yang berpendar, dan pemerataan jumlah lampu di satu lokasi menjadi faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam manajemen perlampuan.
Dalam kaitan efisiensi, menambah jumlah lampu di semua titik ternyata tidak seefektif menjaga pendistribusian pendar lampu secara merata. Intinya, satu titik lampu memiliki pendar sama dengan beberapa titik lampu, tipikal seperti ini dapat dipakai untuk menetapkan strategi pembelanjaan lampu. Meskipun nilai rata-rata iluminasi dapat meningkatkan rasa aman, ternyata keseragaman jauh lebih penting untuk membuat orang-orang merasa aman. Sehingga dapat disimpulkan pendistribusian pendar yang merata jauh lebih efektif dibandingkan meningkatkan jumlah lampu.
Semoga perubahan-perubahan kecil terhadap sistem penerangan jalan ini dapat meningkatkan kinerja pelabuhan. Pemilihan tipe lampu yang menciptakan efisien energi akan dapat meningkatkan penerangan pelabuhan meskipun tidak harus membayar mahal. Dampak kepuasan pelayanan yang dirasakan para pengguna jasa diharapkan dapat mempengaruhi pengguna jasa lainnya untuk bersedia datang menikmati fasilitas pelabuhan yang ada.
Penerangan jalan dapat memperbaiki kwalitas layanan pelabuhan dengan membuat pengguna jasa merasa lebih aman. Meskipun demikian, membanjiri jalanan dengan penerangan lampu secara berlebihan bukanlah keputusan yang bijak. Beberapa pelabuhan utama yang membutuhkan lampu ribuan hingga jutaan KWH, jika pada akhirnya menciptakan kemubadziran dengan sendirinya ratusan juta akan terbuang sia-sia.
Sekedar menambah wawasan kita, meskipun saat ini rasanya sangat sulit menemukan kodok atau katak di pelabuhan. Penerangan yang terlalu banyak sehingga menimbulkan suasana panas berdampak buruk pada satwa dan alam, konon ceritanya lampu-lampu jalanan bisa menghambat pertumbuhan katak dan kodok karena mereka tidak bisa bertelur. Pendar cahaya lampu jalanan juga berarti kita akan semakin jarang melihat keindahan langit di malam hari.
Para ahli perbintangan akan kesulitas meneropong bintang-bintang di angkasa karena orisinalitas langit terhalang pendar cahaya lampu pelabuhan. Tidak bisa dipungkiri, pembangunan pelabuhan dan fasilitas-fasilitas pendukungnya harus selalu diorientasikan kepada lingkungan hidup untuk kepentingan generasi selanjutnya. Dengan alasan-alasan tersebut, maka penerangan lampu harus diaplikasikan secara selektif dan efisien dengan standar yang tepat bagi para pihak yang berwenang untuk memasang dan memelihara lampu jalanan kita.
Wahyu Agung Prihartanto, Penulis dari Sidoarjo