Hari Senin (20/6/2022) menjadi salah satu hari yang paling penting bagi para penulis di yoursay.id. Selain karena digelar sebuah acara bergengsi dengan judul Talkshow Beauty of Diversity Youth dan Pluralism, hari tersebut juga dinantikan oleh para penulis karena merupakan hari pengumuman lomba menulis bertajuk “Yoursay.id Writing Competition Awards Diversity Versiku”.
Iya, setelah melaksanakan kompetisi menulis dan juga proses penjurian selama lebih dari sebulan, tulisan-tulisan terbaik dari peserta lomba pada akhirnya akan diumumkan pada hari tersebut. Mereka yang memiliki tulisan terbaik, akan diganjar penghargaan dan juga anugerah dalam kompetisi bergengsi ini.
Namun, bukan hanya itu yang aku tunggu. Selain menunggu pengumuman pemenang, sejatinya aku juga menunggu pemikiran-pemikiran para narasumber di acara Talkshow Beauty of Diversity dari tiga sosok berpengaruh yang concern di dunia keberagaman Indonesia, yakni Mbak Inaya Wahid yang merupakan aktivis keberagaman, kemudian Mas Triyono yang merupakan founder Difa Bike, dan juga Koh Joshua Jerusalem Dilapanga yang merupakan Koko Jogja People’s Choice 2022.
Benar saja, selain disuguhi keseruan dari rangkaian acara yang disajikan, dalam talkshow tersebut aku mendapatkan berbagai ilmu baru yang selama ini tak pernah aku perkirakan sebelumnya.
Berbagai pemikiran out of the box dari para pemateri, benar-benar menambah wawasanku yang ibarat katak dalam tempurung ini. Sambil mencatat setiap hal-hal yang penting yang diutarakan oleh para narasumber (iya, aku kadang mencatat hal-hal baru yang aku dapatkan ketika mengikuti suatu kegiatan), aku coba untuk mencerna setiap pemikiran hebat dari beliau bertiga ini. Hingga akhirnya, sebuah statement menarik dari Mbak Inaya Wahid membuat aku terkesiap.
Dalam talkshow tersebut, Mbak Inaya Wahid menyampaikan konsep sederhana dari seorang Gus Dur dalam menciptakan keberagaman. Seperti yang disampaikan oleh Mbak Inaya Wahid, motivasi Gus Dur untuk menciptakan toleransi sangatlah sederhana, yakni agar beliau mendapatkan undangan makan gratis dari orang-orang minoritas, ketika mereka merayakan hari besar keyakinannya. Hanya itu.
Tentu saja ini adalah sebuah anekdot candaan yang tak bisa ditelan mentah-mentah pemaknaannya. Karena sangat tak mungkin seorang Gus Dur memiliki motivasi seperti itu. Namun, di sinilah kita akan melihat betapa sederhananya pemikiran seorang Gus Dur untuk menjalankan toleransi dan menyetarakan golongan minoritas agar diterima, serta mendapatkan persamaan dengan mereka yang mayoritas.
Sebuah pembelajaran yang sangat berbobot dari Gus Dur, namun disampaikan secara ringan oleh Mbak Inaya Wahid. Hal ini membuat saya pribadi menjadi semakin termotivasi, karena ternyata menjalankan toleransi tidaklah sesulit yang diperkirakan oleh banyak orang selama ini, termasuk aku pribadi.