Fase perjalanan hidup seseorang tentu sudah diatur semua oleh Sang Pencipta, termasuk soal pekerjaan dan sang pujaan hati. Ada yang cepat menemukan pujaan hatinya hingga bisa menikah, dan ada pula yang lambat walau umur semakin gede juga. Hingga relasi dalam hubungan sosial akan campur aduk dengan mereka yang sudah nikah dan yang belum.
Tapi suatu kenyataan yang nggak bisa ditolak, saat berada di lingkungan orang-orang yang sudah nikah padahal kita sendiri belum, tentu objek pembicaraan akan selalu mengarah pada kita. Ya, sebenarnya bukan suatu pelanggaran kode etik sih, kek yang ada dalam Pemilu itu, tapi kok rasanya nggak enak jika kita dituding terus pertanyaan kapan nikah?
BACA JUGA: Membangun Jaringan Profesional di Era Digital dengan LinkedIn
Kondisi ini memang nggak bisa dihindari, berada di lingkungan orang-orang pada sudah menikah bisa saja membuat kita merasa insecure, bisa jadi bahan bullyan, atau bahkan merasa asing di lingkungan sendiri. Sederhananya akan mudah tercipta ada lingkungan yang tak sesuai dengan jiwa, akhirnya merasa asing deh.
Bukan dengan alasan mengada-ada, saya sendiri merasakan betapa tidak enaknya berada di lingkungan orang yang sudah nikah, karena dikit-dikit pembicaraan tertuju pada saya yang sampai saat ini masih hidup menjomblo.
Bukannya saya nggak mau menikah, tapi mungkin karena persoalan waktu saja sehingga menyebabkan saya sampai detik ini belum juga menikah. Dalam prinsip saya, menikah tentu butuh kesiapan secara matang, nggak asal sodor-sodor aja.
BACA JUGA: Program Merdeka Belajar dan Masa PAUD yang Menyenangkan
Mengalami kondisi demikian, bukan berarti saya terlalu baperan, nggak bisa diajak bercanda, atau bahkan menghindari yang namanya topik pernikahan. Tapi, secara emosional saya merasa terganggu jika topik kapan nikah selalu yang diungkit, satu dua kali nggak jadi soal, tapi kalau keseringan kan bisa bikin ilfeel juga.
Sejatinya kita bisa menghidupkan lingkungan yang baik dan positif, lingkungan yang membawa ketenangan, sehingga tujuan hidup pun dapat diraih dengan penuh semangat dan perasaan bahagia.
Apabila terjadi lingkungan yang membuat nggak enak, itu bisa saja berdampak pada psikologis, merasa tertekan sendiri, bahkan merasa bersalah pada diri sendiri. Tentu ini nggak baik dan bisa saja mengundang bencana.
BACA JUGA: Hari Cuti Ayah Sebagai Upaya Atasi Fenomena Fatherless di Indonesia
Mengapa demikian? Saat seseorang merasa tertekan dalam bekerja tentu bisa saja berdampak pada hasil pekerjaan.
Oleh karena itu, berada pada lingkungan yang beragam jenis umur, karakter, jiwa seseorang di dalamnya, penting kiranya untuk mengungkapkan pembahasan yang nggak membuat orang lain tersinggung, apalagi membuatnya tertekan. Nggak semua orang bisa menerima candaan yang kita lontarkan, meskipun menurut kita itu biasa saja dan merupakan hal wajar.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS