Beberapa hari belakangan ini kualitas udara di DKI Jakarta terburuk nomor enam di dunia. Dikutip dari laman IQAir pukul 05.00 WIB, US air quality index (AQI US) atau indeks kualitas udara di DKI Jakarta tercatat di angka 163 pada hari Rabu (16/8/2023) dan masuk kategori tidak sehat.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya memaparkan bahwa sektor transportasi menjadi sumber utama polusi udara di Jakarta yang berkontribusi sebesar 44 persen. Faktor lain juga disebabkan oleh industri energi, manufaktur industri dan sektor perumahan.
Dengan data rincian 78 persen motor, kemudian sisanya terbagi kendaraan pribadi dan komersial. Selain itu rata-rata pertumbuhan kendaraan setiap tahun mencapai 5,7 persen, atau setara 1,2 juta unit. Lalu motor 6,38 persen atau 1,04 juta unit. Kementerian LHK juga menyebutkan bahwa kendaraan bermotor total menyumbang emisi karbon sebesar 96,36 persen atau 28,317 ton per tahun. Selanjutnya disusul PLTU 1,76 persen setara 5,252 ton per tahun.
Buruknya kualitas udara juga didukung dengan banyaknya pabrik dan terjadinya musim kemarau sejak Bulan Juni 2023 sehingga mempercepat peningkatan buruknya kualitas udara.
Kondisi ini menjadi permasalahan yang perlu segera mendapat perhatian serius. Selain menjadi ancaman terhadap kesehatan manusia dan lingkungan yang tampaknya hanya menjadi permasalahan di kota besar, kini telah berkembang menjadi ancaman serius dan memiliki dampak yang signifikan bagi ketahanan pangan Indonesia.
Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal "Environmental Science and Pollution Research" pada tahun 2020 menunjukkan bahwa partikel polutan udara seperti timbal (Pb) dan kadmium (Cd) dapat terakumulasi dalam tanaman padi dan mengurangi hasil panen serta mutu beras.
Partikel polutan dalam udara, seperti logam berat, debu, dan bahan kimia berbahaya, dapat mengendap pada tanaman pertanian dan menghambat kemampuan fotosintesis serta pertumbuhan tanaman. Hal ini tentunya mengakibatkan penurunan hasil panen dan kualitas produk pertanian.
Salah satu ancaman utama adalah polusi ozon troposfer, yang dihasilkan oleh reaksi kimia antara polutan-polutan seperti nitrogen dioksida (NO2) dan senyawa organik volatil (VOCs) di bawah sinar matahari. Polusi ozon ini dapat merusak jaringan tanaman, menghambat pertumbuhan, dan mempengaruhi kualitas buah dan sayuran. Ozon diperkirakan dapat menyebabkan kerugian panen global.
Kenyataan yang memprihatinkan adalah tanaman-tanaman yang paling sensitif merupakan bahan pokok bagi sebagian besar penduduk dunia.Beberapa tanaman diketahui lebih sensitif terhadap paparan ozon terutama gandum, kedelai, kentang, dan juga jagung cukup sensitif.
Untuk mengatasi masalah ini, langkah-langkah tegas dan koordinasi antar sektor sangatlah penting. Pemerintah harus mengambil inisiatif dalam mengurangi emisi polutan udara dari sumber-sumber seperti transportasi, industri, dan pertanian. Penegakan regulasi yang lebih ketat terhadap pabrik dan industri yang berpotensi mencemari udara menjadi langkah penting dalam menjaga kualitas udara.
Di samping itu, masyarakat juga perlu diberdayakan untuk menjadi bagian dari solusi. Penanaman pohon, penggunaan energi bersih, perilaku hidup hemat energi, dan praktik pertanian berkelanjutan adalah beberapa tindakan yang dapat diambil untuk membantu mengurangi dampak polusi udara terhadap ketahanan pangan.